Monday, July 31, 2017

Hubungan Iman Ilmu Amal Dalam Islam






PENDAHULUAN


I
lmu adalah misykat atau cahaya dan kemilau bagi pemiliknya (begitu pula para pelakunya). Perumpamaan orang yang berilmu di tengah-tengah umat manusia seperti seseorang di antara sekumpulan manusia yang berada di tengah kegelapan. Ia memegang sebuah lampu atau obor di tangannya untuk menerangi jalan bagi mereka. Sehingga mereka selamat dari marabahaya, mampu terhindar dari onak dan duri, serta dapat berjalan di atas jalan yang “aman” lagi “lurus”.

Tujuan dari ilmu adalah untuk diamalkan. Ilmu dicari dan didapat, kemudian diamalkan dalam rangka merealisasikan penghambaan diri serta taqorrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, hendaknya ilmu didahulukan sebelum segala bentuk amalan dilakukan. Sehingga amal ibadah, ketaatan, maupun pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dilakukan di atas hujah, ilmu yang bermanfaat, dan pondasi yang benar, serta amalan baik yang diridhai-Nya.


Pengertian Iman

Pengertian "iman" dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian "iman" adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah ●  membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya; ● kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan; ● serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.

Jadi seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan yang telah disebutkan diatas. Apabila seseorang mengakuinya dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.


Pengertian Ilmu

Kata "'Ilmu" dari bahasa Arab. 'Ilmu "berasal dari kata kerja 'alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan yakin. Ilmu dalam bentuk jamaknya adalah 'ulum, artinya memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengatahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya, maka ilmu tersebut sia-sia.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.


Pengertian Amal

Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau tindakan, sedangkan "saleh" berarti yang baik atau yang patut atau juga membangun bukan merusak. Menurut istilah. "amal Saleh" ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan dapat balasan pahala yang berlipat di akhirat.

Pengertian "amal" dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Pencipta Alam Semesta - Allahu Rabbul 'Alamin. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadah (ibadah mahdhah), sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam (ajaran) Islam ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu "agama", ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang positif bagi peradaban dan kebudayaan manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga dengan pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk memecahkan masalah-masalah di masyarakat baik lokal, regional maupun dunia.


HUBUNGAN ANTARA IMAN, ILMU DAN AMAL



D
alam Islam, antara Iman, Ilmu dan Amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam agama Islam sebagai ajaran (paradigma) Islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam agama Islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu Akidah, Syari’ah dan Akhlak. Sedangkan Iman, Ilmu dan Amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap “Rukun Iman yang enam”, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada “Rukun Islam yang lima” yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya yang menghasilkan “Ihsan” - kebaikan dan kemanfaatan bagi manusia dan alam lingkungannya.

Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman,  yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-Rosul Allah, hari Qiamat, dan Takdir.

Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah (iman), tetapi tanpa integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan batinnya.


Hubungan Iman dan Ilmu

Beriman berarti meyakini kebenaran eksistensi dan ajaran Allah swt dan Rasulullah saw. Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah Allah swt dan Rasul saw kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Cara memahaminya adalah dengan selalu mempelajari ajaran agama (Islam).

Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu dapat terkontrol dari sifat egoisma pribadi (kelompok, bangsa), sombong dan semena-mena yang berakhir menjadi berakibat rusaknya tatanan hidup sosial kemasyarakatan dan meruntuhkan peradaban yang telah susah payah dibangun manusia.


Hubungan Iman dan Amal Shaleh

Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorang. Artinya orang yang beriman kepada Allah swt harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal sholeh. sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya:

(4) Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; (5) kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. (6) kecuali orang-orang yang BERIMAN dan BERAMAL SHOLEH (mengerjakan kebajikan) , maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. [QS At-Tin 95:4-6]

Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mereka bersatu padu. Satu sisi ada dan satu sisi lainnya tidak ada, begitu sebaliknya, maka dia tidak berharga sama sekali. Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.

Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan keislamannya, begitu pula orang yang mengaku Islam harus menyatakan keislamannya. Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai-nilai keislaman.


Hubungan Amal dan Ilmu

Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal yang lurus dan berkembang bila didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya, sebagai mana sebuah hadits Rasul saw yang artinya:

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan Dunia, maka wajib baginya memiliki Ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat, maka wajib memiliki Ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka wajib baginya memiliki Ilmu”. [HR Turmudzi].

Dengan begitu maka tujuan amal yang dikehendaki seseorang mesti dicapai dengan ilmu. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.

Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-Qur'an sangat kental dengan nuansa - nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh.

Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal yang amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, Iman dan Amal Shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.

Tentang hubungan antara Iman dan Amal, diterankan sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya: “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”.  [HR Ath-Thabrani]. Kemudian dijelaskannya pula bahwa: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”, [HR Ibnu Majah dari Anas, dan HR Al Baihaqi]. Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?" Beliau saw menjawab: “Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya”, [HR Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”, [HR. Abu Na’im]. “Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhluk-Nya, dan ilmu yang di dalam qalb (qalbu, hati, kesadaran), itulah ilmu yang bermanfaat”, [HR At-Tirmidzi]. “Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya”, [HR Ibnu Hibban].

Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi saw dengan mengajukan pertanyaan: “Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama?” Jawab Rasulullah saw: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah!” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan?” Jawab Nabi saw: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala!” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu!” Jawab Nabi saw pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”, [HR Ibnu Abdil Birr dari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, niscaya mereka diberi petunjuk oleh Rabb (Tuhan) kerana keimanannya”, [QS Yūnus 10:9].

Ilmu pengetahuan tentang Allāh Subhanāhu wa Ta’āla adalah penyambung antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah saw, bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bil-qalbi (dari hati) yang di ikrarkan bil-lisan (dengan ucapan) dan di amalkan bil-arkan (berdasar rukun, prinsip dan dasar keislaman). Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen menjadi “berjalin berkelindan” yang telah kita perhatikan tadi (iman, ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan Islam itu janggal.


BAGAIMANA SAMPAI BERJALIN BERKELINDAN
ANTARA IMAN, ILMU DAN AMAL


Kaitan Antara Iman, Ilmu dan Amal


D
alam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata, lihat surat  Ath-Thalāq, surat ke-64, ayat 2 dan 3: “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya…Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”.

Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.


Sumber Ilmu Menurut Ajaran Islam

Sumber-sumber menurut ajaran (paradigma) Islam sebagai berikut:

● Wahyu, yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma (jiwa, qalb, kalbu, hati) serta isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia atau tanda-tanda yang disebut ayat (ayat-ayat, firman-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’an) Allah swt - “Qur’aniyah”.

● Akal (‘aql), yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut ayat (ayat-ayat, tanda-tanda yang ada di alam semesta) Allah swt - “Kauniyah”.


Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam surat Al-Mujadālah, surat ke-58 ayat 11. Yang isinya bahwa: Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt, orang yang beriman diangkat kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt  dan Rasul-Nya, sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain.

Islam tidak menghendaki orang ‘alim (berilmu) yang digambarkan seperti lilin, mampu menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur. Ini besar sekali dosanya, karena dapat memberitahu orang lain, sementara dirinya sendiri tidak mengerjakannya, [QS Ash-Shaff 61:3]. Padahal dan semestinya orang ‘alim (pandai, berilmu)  hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain, dan dibawah naungan dan lindungan Allah swt, [QS Al-Mujādalah 58:11].

Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh yang telah berjalin berkelindan - tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.


Hubungan Antara Iman, Ilmu dan Amal Dalam Kehidupan

Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut Islam adalah wahyu dan akal yang keduanya tidak boleh dipertentangkan karena manusia diberi kebebasan dengan mengembangkan akalnya dengan catatan dalam pengembangan tersebut tetap, terikat dengan wahyu dan tidak akan bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga ilmu pengetahuan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu ilmu yang bersifat abadi yang tingkat kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang bersifat perolehan yang tingkat kebenarannya bersifat nisbi.

Menuntut ilmu pengetahuan dan mendalami ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh  masyarakat. Tiga macam kewajiban ilmu pengetahuan bagi orang mukmin:

● Menuntut ilmu (belajar), mulai dari buaian sampai liang lahat,
● Mengamalkan ilmunya yang telah dipelajarinya,
● Bagi yang berilmu, mengajarkan kepada orang lain tanpa pilih kasih.

Kewajiban menuntut ilmu fardhu ‘ain - dalam bidang agama, karena agama merupakan sistem hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Allah juga memberikan tuntunan agar motivasi dan niat belajar serta menuntut ilmu itu hanya semata-mata karena Allah swt, seperti yang disebutkan firman-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’anyang artinya:

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia,
4. Yang mengajar (manusia) dengan pena,
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. [QS Al-‘Alaq 96:1-5]

Dalam ayat lain Allah swt menyuruh manusia untuk memperdalam ilmu pengetahuan, yang terdapat dalam Firman Allah swt yang artinya:

Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. [QS An-Nahl 16: 43].

Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Mencari ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”. [HR Ibnu Majah]

Adapun kewajiban menuntut ilmu ada dua macam, yaitu:

Fardhu ‘Ain, yaitu kewajiban menuntut ilmu yang terkait dengan individu muslim tentang pokok-pokok ajaran agama yang termasuk dalam rukun Islam (ibadah mahdhah) atau ibadah khusus lainnya seperti rukun iman.

Fardhu Kifayah, yaitu kewajiban menuntut ilmu yang keberadaannya terkait dengan kepentingan masyarakat muslim dan masyarakat umum. Kewajiban ini tidak mutlak seluruh ilmu mesti dikuasai (melainkan bidang yang ia ingin kuasai saja sehubungan dengan pekerjaan atau minatnya). Dalam pengertian khusus, apabila ilmu yang diperlukan sudah terpenuhi, ditekuni oleh sejumlah ilmuan sehingga kebutuhan masyarakat tercukupi, maka terlepaslah kewajiban menuntut ilmu tersebut. Akan tetapi apabila masih kekurangan sehingga jalannya pembangunan masyarakat akan terganggu, maka kewajiban tersebut masih ada dan menjadi tanggung jawab keseluruhan untuk mencukupinya.

Menuntut ilmu adalah hal yang wajib yang dilakukan manusia untuk memperluas wawasan sehingga derajat kita pun bisa terangkat. Ilmu juga membantu memecahkan kebutuhan dan persoalan hidupnya. Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang artinya: Menuntut ilmu diwajibkan diatas orang Islam laki-laki maupun perempuan”.

Menurut Hadits Riwayat Al-Baihaqi, “Betapa wajib dan pentingnya hubungan sinerji antara iman, ilmu, dan amal perbuatan, sehingga mencari ilmu dalam kondisi apapun dalam orang mukmin merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan serta dalam mengamalkannya yang dilandasi iman karena Allah swt. Karena itu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah yang dicari itu bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan itu ada kesungguhan bagi yang menuntutnya karena dorongannya hanya satu yaitu perintah Allah swt.




KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DAN TEKNOLOGI
SERTA TANGGUNG JAWAB
TERHADAP ALAM DAN LINGKUNGANNYA


Konsep ilmu pengetahuan dan teknologi


I
lmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan, diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasi yang dapat menghasilkan kebenaran obyektif, serta sudah diuji kebenarannya dan dapat juga diuji ulang secara ilmiah.

Menurut Dr. Abdul Razzaq Nauval dalam bukunya “Al-Muslimun wal Ilmul Hadits” yang meneliti firman Allah swt yang artinya:

Wahai golongan Jin dan Manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan “sulthōn”, [QS Ar-Rahman 55:33].

Sulthōn disini adalah adalah ilmu pengetahuan dan kemampuan yang canggih. Yaitu, dari aplikasi ilmu menjadi teknologi seperti abad ini. Jadi surat Ar-Rahman ayat 33 ini memberikan isyarat kepada manusia bahwa mereka tidak mustahil menembus ruang angkasa, bila ilmu pengetahuan dan teknologi (IpTek)-nya memadai.

Umat Islam berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan itu pada abad pertengahan karena didorong oleh Al-Qur’anul Karim ini, dan sebetulnya umat Islam sejak turunnya Al-Qur’an pertama kali, [QS Al-‘Alaq 96:1-5] sudah dianjurkan untuk belajar dan juga untuk memakmurkan bumi, [QS Hūd 11:61] dengan cara meneliti dan sekaligus menjelajahi ruang angkasa demi kepentingan hidup umat manusia itu sendiri. Kitab Al-Qur’an dalam memberikan petunjuk secara implisit sebagai Firman-Nya yang disebutkan dalam surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 dan surat Ar-Rahman ayat 33. Dengan itu Ilmu dan Teknologi sebagai modal dasar kepada ilmuwan dan teknokrat berupa akal dan pikiran serta “sumber daya alam” untuk digali, dikaji, dan diolah sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia pada umumnya.


Teknologi Moderen Merupakan Terapan Praktis Ilmu Pengetahuan

Ilmu ini bersifat netral, artinya bahwa teknologi dapat digunakan untuk pemanfaatan sebesar-besarnya atau bisa juga digunakan untuk kehancuran dalam semua segi kehidupan umat manusia. Al-Ghazali mengatakan bahwa barang siapa berilmu, mau mempraktekkan dan membimbing manusia dengan ilmunya bagaikan matahari. Selain menerangi dirinya juga menerangi orang lain dan bagaikan minyak kasturi yang harum yang menyebarkan keharumannya kepada orang lain yang berpapasan dengannya.

Allah yang maha kuasa lagi maha menentukan segala sesuatu mengajarkan manusia agar memperhatikan burung-burung yang sedang berada diangkasa, bahkan Allah juga bertanya siapa yang mengajarkan burung itu terbang mengembangkan sayapnya dan siapakah yang menciptakan burung itu dengan bentuk tertentu sehingga mampu terbang dan tidak jatuh ke bumi, [QS Al-Mulk 67:19]. Bahwa tentu tidak mustahil bagi manusia untuk bisa terbang apabila di lengkapi dengan alat, sebab akal manusia yang akhirnya mampu menciptakan dan membut pesawat udara dan alat lain yang dapat menerbangkan dirinya sendiri dan juga benda-benda berat di ruang angkasa.

Hakikat ilmu bukanlah sekedar pengetahuan atau kepandaian, tapi juga penerapan yang   dapat dapat di pakai untuk memperoleh sesuatu tetapi merupakan cahaya dan “nur illahiyah” yang dapat menerangi jiwa untuk berbuat dan bertingkah laku yang baik sehingga tidak menjadi masalah dan tidak ada perbedaan antara ilmu umum dan ilmu agama karena selama semuanya bersinergi menuju kepada iman dan taqwa kepada allah swt.


Kewajiban Manusia Menjaga Alam Lingkungan Hidup

Kewajiban manusia menjaga alam Lingkungan Hidup dari kerusakan (fasad) dengan firman-Nya yang artinya: “Dan apabila dia berpaling, dia berusaha untuk untuk berbuat kerusakan di dibumi, serta merusak tanaman dan ternak, sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan (liyufsida, fasad)”, [QS Al-Baqarah 2:205]; “Dan mereka berusaha (menimbulkan kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”, [QS Al-Maidah 5:64].

Pencipta Alam Semesta – Allāhu Rabbul Ālamīn memerintahkan kepada semua umat Islam untuk memperhatikan semua dengan seksama agar dapat mengakui bahwa pencipta-Nya dapat membangkitkan manusia kembali pada asal mulanya, dengan melalui perenungan terhadap fenomena alam, diharapkan dapat menyadarkan manusia akan kemahakuasaan Sang Penciptanya, [QS Yā Sīn 36:78-79]. Orang yang ingkar supaya memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah swt yang bertebaran di langit dan dibumi agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama umat manusia, bukan untuk dirusak.


Kerusakan Alam Sebab Perbuatan Manusia Yang Mesti Dicegah

●  Fungsi Manusia sebagai hamba Allah adalah menjalankan ketaatan, ketundukan dan kepatuhan manusia kepada kebenaran dan keadilan Allah swt.

● Sebagai Khalifah di bumi adalah manusia mempunyai tanggung jawab untk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan tempat mereka bertempat tinggal.

Firman Allah swt yang artinya:

(41) “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar, tidak merusak lagi)”;

(42) Katakanlah, “Bepergianlah di Bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (antara yang bathil (salah, merusak) dan haq (benar, membangun, memelihara)” [QS Ar-Rum 30:41-42]

Maksud dari firman Allah tersebut adalah orang beriman yang berilmu meneliti dan mengkaji tentang kerusakan tersebut disebabkan penduduknya kufur dan tidak dapat mensyukuri nikmat yang diberikan dan pemberitauan dan peringatan oleh Allah kepada manusia, untuk itulah bersyukur kepada Allah hukumnya wajib dikerjakan. Untuk mengurangi dan menghindari dari kerusakan yang merajalela dimuka bumi dan di laut itu, hendaklah manusia berpegang kepada ajaran Allah dan kembali kepada tuntutan agama yang benar yaitu ajaran islam yang sempurna fungsi dan kemanfaatannya bagi kehidupan dan kelestarian alam ini sehingga selamat dan sejahtera baik di dunia maupun akhiratnya.


PENUTUP


W
ahai golongan Jin dan Manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan “sulthōn”, [QS Ar-Rahman 55:33].  Sulthōn disini adalah adalah ilmu pengetahuan dan kemampuan yang canggih. Yaitu, dari aplikasi ilmu menjadi teknologi seperti abad ini. Jadi surat Ar-Rahman ayat 33 ini memberikan isyarat kepada manusia bahwa mereka tidak mustahil menembus ruang angkasa, bila ilmu pengetahuan dan teknologi (IpTek)-nya memadai.

Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-Qur'an sangat kental dengan nuansa - nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh.

Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal yang amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, Iman dan Amal Shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.

Umat Islam berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan itu pada abad pertengahan karena didorong oleh Al-Qur’anul Karim ini, dan sebetulnya umat Islam sejak turunnya Al-Qur’an pertama kali, [QS Al-‘Alaq 96:1-5] sudah dianjurkan untuk belajar dan juga untuk memakmurkan bumi, [QS Hūd 11:61] dengan cara meneliti dan sekaligus menjelajahi ruang angkasa demi kepentingan hidup umat manusia itu sendiri. Kitab Al-Qur’an dalam memberikan petunjuk secara implisit sebagai Firman-Nya yang disebutkan dalam surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 dan surat Ar-Rahman ayat 33. Dengan itu Ilmu dan Teknologi sebagai modal dasar kepada ilmuwan dan teknokrat berupa akal dan pikiran serta “sumber daya alam” untuk digali, dikaji, dan diolah sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia pada umumnya.

Menurut Hadits Riwayat Al-Baihaqi, “Betapa wajib dan pentingnya hubungan sinerji antara iman, ilmu, dan amal perbuatan, sehingga mencari ilmu dalam kondisi apapun dalam orang mukmin merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan serta dalam mengamalkannya yang dilandasi iman karena Allah swt. Karena itu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah yang dicari itu bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan itu ada kesungguhan bagi yang menuntutnya karena dorongannya hanya satu yaitu perintah Allah swt.

Demikianlah uraian dari tajuk “Hubungan Iman Ilmu Amal Dalam Islam” yang dengan itu banyak pelajaran dan teladan yang kita terima yaitu bagaimana kita dapat membangun kebaikan dan menghindarkan kerusakan (keburukan ) melalui Iman-Ilmu-Amal yang diajarkan Islam kepada kita, bil Lāhi Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber penulisan dari:
lucki72.blogspot.co.id
jendelailmu-faisal.blogspot.com
bedahbuku-faisal.blogspot.com
dan sumber-sember lainnya. □□□