Pengantar
Kekaisaran
Romawi Timur (330-1453) adalah istilah
yang digunakan oleh sejarawan modern untuk menyebut bagian Kekaisaran Romawi
yang didominasi orang-orang yang berbahasa Yunani dan berpusat di Konstantinopel, sebelumnya Kekaisaran Romawi Barat berpusat di Roma (Itali) yang berbahasa Latin. Kekaisaran Romawi Timur juga disebut Kekaisaran Bizantium terutama dalam konteks Abad Pertengahan (Middle Ages) setelah keruntuhan
Kekaisaran Romawi Barat. Penduduk dan negara-negara tetangganya menyebut
kekaisaran ini sebagai Kekaisaran Romawi saja (bahasa Yunani: Βασιλεία Ῥωμαίων, Basileia Rhōmaiōn; bahasa Latin: Imperium Romanum) atau Romania (Ῥωμανία).
Setelah Kekaisaran Romawi Barat mengalami perpecahan dan keruntuhan pada abad
ke-5, Romawi bagian timurnya masih terus berkembang, bertahan hingga kira-kira
seribu tahun lagi sampai akhirnya ditaklukan oleh Turki Utsmaniyah pada tahun 1453. Romawi
Timur (Bizantium) merupakan kekuatan ekonomi, budaya, dan militer yang paling
berpengaruh di Eropa.
Konstantinopel
berhasil direbut oleh Utsmaniyah pada tanggal 29 Mei 1453, menandai berakhirnya
Kekaisaran Romawi Timur, meskipun beberapa monarki Yunani tetap menguasai
sejumlah wilayah bekas milik Kekaisaran Bizantium selama beberapa tahun, hingga
takluknya Mystras pada 1460, Trebizond pada 1461, dan Monemvasia pada 1473.
Muhammad
Al-Fatih ini dilahirkan pada 30 Maret 1432 Masehi di kota Ardine, Adrianapolis
(perbatasan Turki – Bulgaria). Menaiki tahta ketika berusia 19 tahun dan
memerintah selama 30 tahun (1451 – 1481), beliau dijuluki dengan al-Fatih (sang
pembuka atau penakluk) dan Abul Khoirat (Suka berbuat kebaikan).
Beliau memimpin Daulah Utsmaniyah setelah wafat ayahnya Sultan Murad II pada tanggal 16 Muharram tahun 855 Hijriah atau bertepatan pada 18 Februari 1451 Masehi. Usia beliau saat itu 19 tahun. Beliau seorang sultan yang kuat dan adil, pemberani, tawadhu’ dan tekun beribadah kepada Allah Ta’ala. Sejak masa teenager-nya sudah mampu mengungguli tema-teman sebayanya atau orang-orang dewasa saat itu dalam berbagai bidang ilmu. Sangat perhatian kepada rakyat dan bala tentaranya. □
Beliau memimpin Daulah Utsmaniyah setelah wafat ayahnya Sultan Murad II pada tanggal 16 Muharram tahun 855 Hijriah atau bertepatan pada 18 Februari 1451 Masehi. Usia beliau saat itu 19 tahun. Beliau seorang sultan yang kuat dan adil, pemberani, tawadhu’ dan tekun beribadah kepada Allah Ta’ala. Sejak masa teenager-nya sudah mampu mengungguli tema-teman sebayanya atau orang-orang dewasa saat itu dalam berbagai bidang ilmu. Sangat perhatian kepada rakyat dan bala tentaranya. □
M
|
uhammad
al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling
terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniyah. Al-Fatih
adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya karena dialah yang mengakhiri
atau menaklukkan Kerajaan (Kekaisaran) Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad. Sultan
Muhammad al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Binzantium, ia
juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan
Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting
adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke
dalam Kerajaan Utsmani.
Karakter Pemimpin Yang Ditanamkan Sejak
Kecil
Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H (30 Maret 1432 M) di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah.
Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an 30 juz, mempelajari hadits-hadits, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti bahasa-bahasa: Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani.
Walaupun usianya masih “seumur jagung”, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.
Menjadi Penguasa Utsmani
Muhammad al-Fatih diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah dengan nama Sultan Muhammad II pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel, ibukota Bizantium.
Langkah pertama yang Sultan Muhammad II lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniyah baik secara politis maupun militer.
Muhammad al-Fatih diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah dengan nama Sultan Muhammad II pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel, ibukota Bizantium.
Langkah pertama yang Sultan Muhammad II lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniyah baik secara politis maupun militer.
Menaklukkan Bizantium
Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.
Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.
Pertahanan
yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak semula, sebelum musuh
mencapai benteng mereka. Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai
yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh
benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut.
Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut. Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang menyerang Bizantium di abad ke-10, para pangeran Kiev menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh orang-orang Bizantium Romawi. Sultan Muhammad melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.
Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad II dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi.
Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya diserang oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya kerajaan besar yang berumur 11 abad itu jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan besar itu mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453, Muhammad Al-Fatih yang disebut juga Sultan al-Ghazi Muhammad berhasil memasuki Kota Konstantinopel. Sejak saat itulah ia dikenal dengan nama Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel.
Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur kepada Allah swt. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam. Islambul kemudian disebutkan dan dituliskan dengan kata Istanbul.
Selain itu, Sultan Muhammad al-Fatih juga memerintahkan untuk membangun masjid di makam sahabat yang mulia Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu (meninggal sebagai pahlawan tahun 674 di Konstantinopel), salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang wafat saat menyerang Konstantinopel di zaman Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu.
Apa yang dilakukan oleh Sultan Muhammad II tentu saja tidak biasa dilakukan dalam syariat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu.” (HR Muslim no.532)
Kekeliruan yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tidak serta-merta membuat kita menafikan jasa-jasanya yang sangat besar. Semoga Allah mengampuni kesalahan dan kekhilafannya beliau rahimahullah.
Setelah itu rentetan penaklukkan strategis dilakukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih; ia membawa pasukannya menaklukkan Balkan, Yunani, Rumania, Albania, Asia Kecil, bahkan ia telah mempersiapkan pasukan dan mengatur strategi untuk menaklukkan kerajaan Romawi di Italia, akan tetapi kematian telah menghalanginya untuk mewujudkan hal itu.
Peradaban Yang Dibangun Pada Masanya
Selain terkenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan-sultan lainnya, Muhammad al-Fatih juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri.
Sultan Muhammad II juga membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang paling terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub al-Anshari.
Wafatnya Sang Penakluk
Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H (1481 M), Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya, Allahu a’lam.
Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana Sultan Muhammad II hendak membawa pasukannya. Ada yang mengatakan beliau hendak menuju Itali untuk menaklukkan Roma ada juga yang mengatakan menuju Prancis atau Spanyol.
Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.
Penutup
Muhammad al-Fatih dikenal juga dengan nama Sultan Muhammad II dengan julukan Al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel pada Selasa 20 Jumadal Ula 857 H (29 Mei 1453 M), saat berusia 25 tahun. Sebuah usaha yang tidak semua pemuda Muslim dapat melakukannya. Bahkan 11 kali usaha untuk menaklukkan Konstantinopel gagal dilakukan sebelumnya, yaitu yang pertama dilakukan oleh sahabat Abu Ayyub An-Anshary.
Muhammad Al-Fatih merupakan sosok pemuda yang berumur 21 tahun yang telah dijanjikan oleh Rasulullah saw akan menjadi salah satu pemimpin terbesar umat Islam. Rasulullah telah menyampaikan sabdanya mengenai Muhammad Al-Fatih, yaitu “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [HR Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Selain itu, Rasulullah pun juga telah menjanjikan tentang penaklukan Konstantinopel melalui hadits yang lain yaitu: Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah (Roma)? Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah (Roma)? Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel. (HR Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim)
Kalau kita cermati lebih mendalam, pernyataan Rasulullah mengenai kota mana yang terlebih dahulu akan ditaklukkan oleh umat Islam, beliau menjawab Konstantinopel [1] yaitu nama kata yang diambilkan dari nama dari Kaisar Romawi Timur Konstantinus I, sekarang namanya Istanbul akan ditaklukan terlebih dahulu. Dan, itu terbukti dengan keperkasaan Muhammad Al-Fatih sebagai pemimpinnya pada tahun 1453.
Muhammad Al-Fatih merupakan hasil dari didikan yang luar biasa dari berbagai ulama terbaik, berarti akan ada “Muhammad Al-Fatih” kedua yang semestinya dipersiapkan sejak dini untuk menjadi penerus bisyarah Rasulullah dengan berbagai didikan yang tidak kalah berkualitas pastinya.
Muhammad Al-Fatih mendapatkan pendidikan yang sangat luar biasa dari dua ulama terbaik di masanya, yaitu Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kuroniy dan Syaikh Aaq Syamsudin untuk memperkuat sisi keislamannya. Selain itu, Sultan Murad II sebagai ayahnya telah membekali Sultan Muhammad II - dikenal juga dengan nama Sultan Mehmed II (nama lain Muhammad Al-Fatih) dengan berbagai ilmu, antara lain dalam bidang kesatriaan, beliau dilatih seni berpedang, memanah, dan keterampilan mengendarai kuda. Beliau juga mempelajari ilmu perang, strategi pertempuran, teknik mengepung kota dan beberapa wawasan kemiliteran lainnya. Sedangkan pelajaran yang paling dia suka adalah kesastraan (bahasa) dan sejarah (terutama sejarah Rasulullah, sahabat Nabi, dan pemimpin besar Islam).
Ada hal yang menarik mengapa beliau menyukai bahasa dan sejarah? Orang yang mempunyai kepekaan yang baik terhadap bahasa berarti memiliki daya imajinasi dan kecerdasan di atas rata-rata. Betapa tidak, ketinggian martabat bangsa-bangsa terdahulu (tidak hanya di Arab, bahkan China dan Jawa juga kaya akan khazanah kebahasaan) dapat terlihat dari kualitas karya kebahasaan yang terwujud dari syair-syair yang mendalam maknanya. Sehingga tidak salah Muhammad Al-Fatih merupakan sosok pemimpin yang sangat jenius.
Sedangkan sejarah mengajarkan kita bahwa bangsa maupun pemimpin yang besar harus mempunyai karakter dan kepribadian yang kuat. Karakter dan kepribadian yang kuat akan sangat mudah kita pelajari dari penggambaran biografi tokoh, peristiwa serta kondisi pada masa lampau. Sejarah mengajarkan kita, sifat dari tokoh serta sifat yang dipunyai oleh tokoh. Selain itu, sejarah menjelaskan kejadian suatu peristiwa dan kondisi tertentu sehingga kita bisa belajar bagaimana seseorang merespon suatu kejadian yang ada pada saat itu. Sehingga ketika menghadapi masalah yang hampir sama, kita bisa mengambil suatu respon tertentu berdasarkan fakta sejarah tersebut bahkan kita bisa lebih kreatif untuk mengembangkan suatu respon terhadap masalah tersebut. Itulah mengapa belajar dari sejarah mampu membentuk karakter seseorang.
Dari pembahasan di atas, ada hal yang harus kita pelajari bahwa untuk menjadi pemimpin tidak bisa dengan cara yang instan apalagi menemukan secara kebetulan. Seorang pemimpin yang berkarakter harus diciptakan melalui program yang luar biasa berkualitas. Tidak akan bisa menjadi sosok seperti seorang Muhammad Al-Fatih kalau hanya berpangku tangan menunggu datangnya orang yang berkepribadian seperti beliau. Tidak bisa hanya sekedar menunggu datangnya khilafah Islamiyah kalau hanya sekedar menyerukan. Kita semua sebagai umat Islam sadar betul bahwa Khilafah Islamiyah akan datang seperti yang telah dijanjikan. Hanya saja Khilafah Islamiyah tidak bisa datang dengan sendirinya, semua sudah direncanakan oleh Allah saw dan kita semua harus berlomba-lomba untuk mewujudkan dan mencetak kader-kader umat Islam yang mempunyai kualitas terbaik di antara umat Islam yang lainnya. “Kepemimpinan tidak terjadi secara kebetulan dan instan tetapi harus diciptakan”. □ AFM
Mari lihat Video Komentar ---klik---> Muhammad Al-Fatih, 6 menit
Mari lihat Video ---klik---> MUHAMMADAL-FATIH, Penaklukan Konstantinopel, Ibukota Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium),
2 jam 36 menit
Catatan
Kaki:
[1] Kaisar
Konstantinus I (berkuasa 306–337) memindahkan ibukota utama dari Roma (Romawi
Barat) ke Bizantium (Romawi Timur). Bizantium diganti namanya diganti Konstantinopel
("Kota Konstantinus") atau disebut juga Nova Roma ("Roma
Baru"). Di bawah kaisar Theodosius II (berkuasa 379-395), Kristen menjadi agama
negara resmi kekaisaran sedangkan agama lainnya seperti politeisme Romawi
dilarang. Periode akhir peralihan dimulai pada akhir pemerintahan Kaisar
Heraclius (berkuasa 610–641) ketika dia sepenuhnya mengubah kekaisaran dengan
mereformasi pasukan dan pemerintahan dengan memperkenalkan sistem thema
dan mengganti bahasa resmi kekaisaran dari bahasa Latin menjadi bahasa Yunani.
Sumber:
● wikipedia
● KisahMuslim ● islamstory ● zakylife.wordpress.com ● kanglondo.wordpress.com ● dan sumber-sumber
lainnya. □□□