MUSLIM PEMAKMUR BUMI
DALAM EKOSISTIM
Oleh: A. Faisal Marzuki
Perumpamaan orang beriman itu bagaikan Lebah. Ia makan yang
bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan
tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya). (Al-Hadits)
PENDAHULUAN
D
|
alam Surah Al-An’ām ayat 165 Allah Subhānahu Wa Ta’ālā berfirman: “Dan Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di
bumi”. Selanjut dalam Surah Hūd ayat
61 Allah
Subhānahu Wa Ta’ālā berfirman: “Dia (Allah) telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya”.
Menilik kedua ayat
tersebut diatas jelas sekali bahwa Allah
Subhānahu Wa Ta’ālā menyatakan
bahwa diciptakannya manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah-khalifah yang
diberi tugas untuk memakmurkan bumi yang sebenarnya untuk kebaikan manusia itu
sendiri dan lingkungannya. Bukan untuk merusak bumi dan menumpahkan darah
sebagaimana yang dikhawatirkan oleh para malaikat. [1]
Tidak semua manusia selalu ingat dan tahu tujuan
penciptaan dirinya, sebagaimana akan dipaparkan berikut dengan berlandaskan
Firman-Firman-Nya diatas. Dan juga Firman-Firman-Nya serta Hadits Rasul-Nya
berikutnya.
Banyak di antara manusia yang jatuh menjadi makhluk
terkutuk sebagaimana yang dikhawatirkan para malaikat. Banyak di antara manusia
menyalahgunakan ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Allah Subhānahu Wa Ta’ālā menciptakan kekacauan dan kerusakan di
dunia serta untuk saling menyakiti dan membunuh sesamanya.
Padahal ilmu pengetahuan adalah satu-satunya
pembeda antara manusia dan makhluk Allah Subhānahu
Wa Ta’ālā dengan yang lain. Ilmu pengetahuan (kemudian dikembangkan manusia
menjadi teknologi) hanya diberikan kepada manusia dengan harapan agar manusia
dapat memakmurkan bumi sebagai manusia-khalifah.
MANUSIA-EGO PERUSAK EKOSISTIM
Mayoritas manusia-ego (tidak termasuk
manusia-khalifah) mengangap alam sebagai lahan untuk dikuasai dan ditaklukkan.
Manusia seperti ini mengeksploitasi alam semau mereka. Barang tambang di perut
bumi dikuras habis tanpa mempertimbangkan dampak buruknya. Hutan digunduli
semau hatinya. Menguras isi perut bumi tanpa mempedulikan kelanjutannya.
Semua yang ada di dunia seakan mau dihabiskan satu hari itu juga.
Sifat manusia yang sangat tamak lagi serakah
karena merasa mampu menaklukkan alam ini sangat jelas dilihat pada diri manusia
modern, terutama pada zaman setelah ditemukannya mesin uap yang menjadi awal
dari revolusi industri dan berkembang di zaman modern. Dilanjutkan abad
berikutnya dengan ditemukannya alat untuk pembor ke kedalaman perut bumi yang
mengandung minyak dan gas serta bulldozer dan alat keruk raksasa menguras
permukaan bumi. Kerusakan alam bertambah parah itu terjadi sampai sekarang.
Dengan berdalih membangun dunia, sebenarnya mereka telah merusak bumi,
menghancurkan keseimbangan alam dan mengacaukan tatanan ekosistem.
Dalam lapangan sosial juga hampir sama, dengan
alasan membangun peradaban banyak di antara manusia yang malah merusak tatanan
yang seharusnya memelihara ekosistim alami. Dengan nama Hak Asasi Manusia,
banyak orang menuntut diperbolehkannya membunuh bayi dalam kandungan
ataupun membiarkan perbuatan zina yang sudah menjadi normal.
Namun ada pula yang bertindak sebaliknya, dengan
mengusung jargon syariah malah mengakali hukum Islam untuk menuruti hawa
nafsunya. Poligami dan menceraikan isteri memang tidak dilarang oleh Islam,
tetapi apakah elok kalau setiap bulan kita menikah dengan wanita yang berbeda
untuk kemudian diceraikan dalam hitungan hari?
Tampaknya manusia-manusia seperti inilah yang
disindir Allah Subhānahu Wa Ta’ālā
dalam Surah Al-Baqarah yaitu tidak tahu lagi bedanya antara merusak dan
memperbaiki sebagaimana Firman-Nya yang artinya: Dan apabila
dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi”. Mereka
menjawab: “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”
Ingatlah, sesungguhnya merekalah berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS Al-Baqarah
2:11-12)
GAMBARAN KEBAIKKAN MANUSIA-KHALIFAH
Gambaran Manusia-Khalifah pemakmur bumi dengan
ekosistimnya dapat dilihat seperti sebagaimana kehidupan Lebah. Mari perhatikan
Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad,
Al-Hakim, dan Al-Bazzar, Rasulullah Shallallāhu
‘Alaihi Wasallam bersabda: “Perumpamaan orang
beriman itu bagaikan Lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang
bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang
dihinggapinya).”
Hadits ini dapat dijadikan acuan bagaimana tugas
kekhalifahan manusia di bumi ini dapat ditunaikan. Yaitu hanya memakan sesuatu
yang bersih. Bersih di sini dimaknai dengan sesuatu yang jelas toyyib (baik) dan halal (dibolehkan). Manusia yang beriman sadar akan tugasnya
sebagai khalifah di bumi hanya akan mengambil sesuatu yang memang menjadi
haknya dan tidak akan menguasai hak orang lain. Seperti Lebah yang hanya
memakan sari bunga tanpa mau mengganggu komponen tanaman bunga yang lain.
Sifat Lebah pertama yang disebut dalam Hadits
itu adalah: Hanya memakan sari bunga, bakal buah yang tersimpan di bunga dapat
meneruskan proses hidupnya untuk menjadi buah yang dapat dimanfaatkan makhluk
lain. Keseimbangan alam juga akan terus terjaga. Orang beriman selayaknya tidak
mengganggu hak orang lain dan bahkan harus memastikan hak orang lain sampai kepada
yang berhak.
Sifat Lebah kedua yang disebut dalam Hadits itu
adalah mengeluarkan sesuatu yang bersih yaitu Madu. Orang beriman selayaknya
juga hanya memproduksi hal yang baik dan bermanfaat bagi sesama makhluk.
Seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia beriman harus membawa manfaat
bagi kehidupan.
Orang beriman harus senantiasa berhati-hati agar
semua yang keluar dari dirinya baik yang berwujud tulisan, perkataan, dan
perbuatan tidak menjadi racun peradaban, tetapi berusaha agar semua yang dikeluarkannya
itu adalah Madu Peradaban yang bisa dimanfaatkan oleh semua makhluk di bumi.
Sifat Lebah ketiga yang disebut dalam Hadits itu
adalah: Tidak pernah merusak. Lebah tidak pernah merusak atau mematahkan
ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak layak merusak
apa pun yang ada di bumi ini. Kalau dia datang ke suatu tempat tidak akan
membuat berisik dan mengacaukan tatanan yang sudah ada. Apa yang sudah baik
akan dibiarkan tetap menjadi baik.
Tidak merusak dan tidak mematahkan dahan serta
ranting yang dipijak ini juga berarti Lebah adalah khewan yang tidak suka
mencari perkara atau membuat gara-gara dengan makhluk yang lain. Kesantunan
Lebah ini dilakukan bukan karena Lebah merupakan khewan yang lemah dan penakut,
dia tidak mau mengganggu tetapi juga tidak mau diganggu. Kalau ada makhluk lain
yang kurangajar merusak sarangnya maka Lebah akan membalas dengan sengatannya.
Orang beriman pasti tidak akan mengumbar
sengatnya tanpa sebab yang jelas dan juga tidak akan menggunakan sengatnya
secara tidak bertanggung jawab. Orang beriman pasti tidak akan menyakiti
sesamanya, tetapi kekuatan dan sengatnya itu hanya akan digunakan untuk
melindungi sesamanya.
Dalam Surah Al-‘Ashr Allah Subhānahu Wa Ta’ālā mengingatkan kepada kita semua untuk
senantisa saling berwasiat dalam menaati kebenaran dan saling berwasiat dalam
kesabaran. [2] Dalam Surah Al-Balad Allah Subhānahu Wa Ta’ālā juga mengingatkan untuk saling
berwasiat dalam kesabaran dan berkasih sayang. [3] Apabila kita saling
memberi nasehat, maka kita berhak untuk berharap terhindar dari sindiran Allah
sebagai manusia yang tidak bisa membedakan antara merusak dan memperbaiki seperti
yang disebutkan sebelumnya.
PENUTUP
Demikianlah sajian tertulis ‘Muslim Pemakmur
Bumi dalam Ekosistim’ ini yang mengajak
kita semua memperhatikan makna yang terkandung di dalamnya dengan penuh
kekhusukan dan ketundukan kepada-Nya. Sungguh, Ajaran Islam yang diungkapkan
dalam Firman-Nya dan Hadits Rasul-Nya itu membuat kita tertegun, karena
kemanfaatannya sangat kuar biasa dahsyatnya jika benar-benar diamalkan seperti
yang dipaparkan dalam tulisan diatas.
Semoga Allah Subhānahu
Wa Ta’ālā berkenan memberi kesempatan kepada kita untuk mengamalkannya
seperti yang digambarkan dalam tulisan tersebut. Disertai pula dengan mensyukuri
hidayah iman yang tentunya mesti disertai berbuat amalan kebajikan. [4] Mari
lakukan amalan shalihan dalam memakmurkan bumi dan menjaga ekosistim. Terutama sehubungan
dengan epidemic coronavirus covid-19 yang mencekam kehidupan global saat ini. Semoga
kita senantiasa mendapatan lindungan dan karunia-Nya, Āmīn. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 24 Sha’bān 1441 H / 17 April 2020 M. □
AFM
Catatan Kaki:
[1] Mereka (para Malaikat) berkata, “Apakah
Engkau (Allah) hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di
sana (bumi).” (QS Al-Baqarah 2:30).
[2]
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling
menasehati untuk kebenaran, dan saling menasehati untuk kesabaran. (QS Al-‘Ashr 103:3)
[3] Kemudian dia termasuk orang-orang yang
beriman, dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk kasih
sayang. (QS Al-Balad 90:17)
[4] āmanū wa ‘amilush shōlihāti
(beriman dan melakukan kebajikan - perbuatan baik). (At-Tīn 95:6). □□