Friday, April 17, 2020

Muslim Pemakmur Bumi dalam Ekosistim

 

MUSLIM PEMAKMUR BUMI
DALAM EKOSISTIM
Oleh: A. Faisal Marzuki


Perumpamaan orang beriman itu bagaikan Lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya). (Al-Hadits)


PENDAHULUAN

D
alam Surah Al-An’ām ayat 165 Allah Subhānahu Wa Ta’ālā berfirman: “Dan Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi”. Selanjut dalam Surah Hūd ayat 61 Allah Subhānahu Wa Ta’ālā berfirman: Dia (Allah) telah menciptakanmu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya”.

Menilik kedua ayat tersebut diatas jelas sekali bahwa Allah Subhānahu Wa Ta’ālā menyatakan bahwa diciptakannya manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah-khalifah yang diberi tugas untuk memakmurkan bumi yang sebenarnya untuk kebaikan manusia itu sendiri dan lingkungannya. Bukan untuk merusak bumi dan menumpahkan darah sebagaimana yang dikhawatirkan oleh para malaikat. [1]

Tidak semua manusia selalu ingat dan tahu tujuan penciptaan dirinya, sebagaimana akan dipaparkan berikut dengan berlandaskan Firman-Firman-Nya diatas. Dan juga Firman-Firman-Nya serta Hadits Rasul-Nya berikutnya.

Banyak di antara manusia yang jatuh menjadi makhluk terkutuk sebagaimana yang dikhawatirkan para malaikat. Banyak di antara manusia menyalahgunakan ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Allah Subhānahu Wa Ta’ālā menciptakan kekacauan dan kerusakan di dunia serta untuk saling menyakiti dan membunuh sesamanya.

Padahal ilmu pengetahuan adalah satu-satunya pembeda antara manusia dan makhluk Allah Subhānahu Wa Ta’ālā dengan yang lain. Ilmu pengetahuan (kemudian dikembangkan manusia menjadi teknologi) hanya diberikan kepada manusia dengan harapan agar manusia dapat memakmurkan bumi sebagai manusia-khalifah.


MANUSIA-EGO PERUSAK EKOSISTIM

Mayoritas manusia-ego (tidak termasuk manusia-khalifah) mengangap alam sebagai lahan untuk dikuasai dan ditaklukkan. Manusia seperti ini mengeksploitasi alam semau mereka. Barang tambang di perut bumi dikuras habis tanpa mempertimbangkan dampak buruknya. Hutan digunduli semau hatinya.  Menguras isi perut bumi tanpa mempedulikan kelanjutannya. Semua yang ada di dunia seakan mau dihabiskan satu hari itu juga.

Sifat manusia yang sangat tamak lagi serakah karena merasa mampu menaklukkan alam ini sangat jelas dilihat pada diri manusia modern, terutama pada zaman setelah ditemukannya mesin uap yang menjadi awal dari revolusi industri dan berkembang di zaman modern. Dilanjutkan abad berikutnya dengan ditemukannya alat untuk pembor ke kedalaman perut bumi yang mengandung minyak dan gas serta bulldozer dan alat keruk raksasa menguras permukaan bumi. Kerusakan alam bertambah parah itu terjadi sampai sekarang. Dengan berdalih membangun dunia, sebenarnya mereka telah merusak bumi, menghancurkan keseimbangan alam dan mengacaukan tatanan ekosistem.

Dalam lapangan sosial juga hampir sama, dengan alasan membangun peradaban banyak di antara manusia yang malah merusak tatanan yang seharusnya memelihara ekosistim alami. Dengan nama Hak Asasi Manusia, banyak orang menuntut diperbolehkannya membunuh bayi dalam kandungan ataupun membiarkan perbuatan zina yang sudah menjadi  normal.

Namun ada pula yang bertindak sebaliknya, dengan mengusung jargon syariah malah mengakali hukum Islam untuk menuruti hawa nafsunya. Poligami dan menceraikan isteri memang tidak dilarang oleh Islam, tetapi apakah elok kalau setiap bulan kita menikah dengan wanita yang berbeda untuk kemudian diceraikan dalam hitungan hari?

Tampaknya manusia-manusia seperti inilah yang disindir Allah Subhānahu Wa Ta’ālā dalam Surah Al-Baqarah yaitu tidak tahu lagi bedanya antara merusak dan memperbaiki sebagaimana Firman-Nya yang artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya merekalah berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS Al-Baqarah 2:11-12)


GAMBARAN KEBAIKKAN MANUSIA-KHALIFAH

Gambaran Manusia-Khalifah pemakmur bumi dengan ekosistimnya dapat dilihat seperti sebagaimana kehidupan Lebah. Mari perhatikan Hadits   yang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar, Rasulullah Shallallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan Lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).

Hadits ini dapat dijadikan acuan bagaimana tugas kekhalifahan manusia di bumi ini dapat ditunaikan. Yaitu hanya memakan sesuatu yang bersih. Bersih di sini dimaknai dengan sesuatu yang jelas toyyib (baik) dan halal (dibolehkan). Manusia yang beriman sadar akan tugasnya sebagai khalifah di bumi hanya akan mengambil sesuatu yang memang menjadi haknya dan tidak akan menguasai hak orang lain. Seperti Lebah yang hanya memakan sari bunga tanpa mau mengganggu komponen tanaman bunga yang lain.

Sifat Lebah pertama yang disebut dalam Hadits itu adalah: Hanya memakan sari bunga, bakal buah yang tersimpan di bunga dapat meneruskan proses hidupnya untuk menjadi buah yang dapat dimanfaatkan makhluk lain. Keseimbangan alam juga akan terus terjaga. Orang beriman selayaknya tidak mengganggu hak orang lain dan bahkan harus memastikan hak orang lain sampai kepada yang berhak.

Sifat Lebah kedua yang disebut dalam Hadits itu adalah mengeluarkan sesuatu yang bersih yaitu Madu. Orang beriman selayaknya juga hanya memproduksi hal yang baik dan bermanfaat bagi sesama makhluk. Seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia beriman harus membawa manfaat bagi kehidupan.

Orang beriman harus senantiasa berhati-hati agar semua yang keluar dari dirinya baik yang berwujud tulisan, perkataan, dan perbuatan tidak menjadi racun peradaban, tetapi berusaha agar semua yang dikeluarkannya itu adalah Madu Peradaban yang bisa dimanfaatkan oleh semua makhluk di bumi.

Sifat Lebah ketiga yang disebut dalam Hadits itu adalah: Tidak pernah merusak. Lebah tidak pernah merusak atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak layak merusak apa pun yang ada di bumi ini. Kalau dia datang ke suatu tempat tidak akan membuat berisik dan mengacaukan tatanan yang sudah ada. Apa yang sudah baik akan dibiarkan tetap menjadi baik.

Tidak merusak dan tidak mematahkan dahan serta ranting yang dipijak ini juga berarti Lebah adalah khewan yang tidak suka mencari perkara atau membuat gara-gara dengan makhluk yang lain. Kesantunan Lebah ini dilakukan bukan karena Lebah merupakan khewan yang lemah dan penakut, dia tidak mau mengganggu tetapi juga tidak mau diganggu. Kalau ada makhluk lain yang kurangajar merusak sarangnya maka Lebah akan membalas dengan sengatannya.

Orang beriman pasti tidak akan mengumbar sengatnya tanpa sebab yang jelas dan juga tidak akan menggunakan sengatnya secara tidak bertanggung jawab. Orang beriman pasti tidak akan menyakiti sesamanya, tetapi kekuatan dan sengatnya itu hanya akan digunakan untuk melindungi sesamanya.

Dalam Surah Al-‘Ashr Allah Subhānahu Wa Ta’ālā mengingatkan kepada kita semua untuk senantisa saling berwasiat dalam menaati kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran. [2] Dalam Surah Al-Balad Allah Subhānahu Wa Ta’ālā juga mengingatkan untuk saling berwasiat dalam kesabaran dan berkasih sayang. [3] Apabila kita saling memberi nasehat, maka kita berhak untuk berharap terhindar dari sindiran Allah sebagai manusia yang tidak bisa membedakan antara merusak dan memperbaiki seperti yang disebutkan sebelumnya.


PENUTUP

Demikianlah sajian tertulis ‘Muslim Pemakmur Bumi dalam Ekosistim’ ini yang mengajak kita semua memperhatikan makna yang terkandung di dalamnya dengan penuh kekhusukan dan ketundukan kepada-Nya. Sungguh, Ajaran Islam yang diungkapkan dalam Firman-Nya dan Hadits Rasul-Nya itu membuat kita tertegun, karena kemanfaatannya sangat kuar biasa dahsyatnya jika benar-benar diamalkan seperti yang dipaparkan dalam tulisan diatas.

Semoga Allah Subhānahu Wa Ta’ālā berkenan memberi kesempatan kepada kita untuk mengamalkannya seperti yang digambarkan dalam tulisan tersebut. Disertai pula dengan mensyukuri hidayah iman yang tentunya mesti disertai berbuat amalan kebajikan. [4] Mari lakukan amalan shalihan dalam memakmurkan bumi dan menjaga ekosistim. Terutama sehubungan dengan epidemic coronavirus covid-19 yang mencekam kehidupan global saat ini. Semoga kita senantiasa mendapatan lindungan dan karunia-Nya, Āmīn. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD, 24 Sha’bān 1441 H / 17 April 2020 M. □ AFM


Catatan Kaki:
[1] Mereka (para Malaikat) berkata, “Apakah Engkau (Allah) hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana (bumi).” (QS Al-Baqarah 2:30).
[2] kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling menasehati untuk kebenaran, dan saling menasehati untuk kesabaran. (QS Al-‘Ashr 103:3)
[3] Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman, dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk kasih sayang. (QS Al-Balad 90:17)
[4] āmanū wa ‘amilush shōlihāti (beriman dan melakukan kebajikan - perbuatan baik). (At-Tīn 95:6). □□