Sunday, April 3, 2016

Pencemaran Danau Maninjau



Oleh: A. Faisal Marzuki





Kata Pengantar

Pesona Danau Maninjau ini memang indah dan memukau bagi penduduk dan terlebih lagi para wisatawan. Dan ini mesti dipelihara dengan baik, lihat Gambar - 1. Untuk itu, semestinya ada perhatian serius dalam melestarikan alam lingkungan Danau Maninjau dari kalangan orang Minang, terlebih lagi yang berasal dari penduduk sekitar Danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.


Awalnya tulisan ini dibuat timbul dari salah satu anak perantau Minang yang berada di Amerika Serikat yang peduli lingkungan hidup, padahal dia berasal dari tetangga Kabupaten Agam. Katanya: “Hai kau yang berasal dari Maninjau! Dimana kepedulianmu dengan tanah asalmu”. Kata penulis: “Memangnya kenapa?” Dijawabnya: “Kampung kau Danau Maninjau sudah tercemar. Ikan banyak yang mati ulah petani ikan Karamba Jaring Terapung (KJT). Mereka memberi makan dengan pakan yang mengandung zat hara [1] yang sudah keterlaluan, diluar daya tampung air danau. Kemudian kepiawaian mengelolapun tidak memadai. Akibatnya pengusaha itu rugi, terlebih lagi bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya”. Mendengar ini penulis yang berasal dari Anak Nagari Sungai Batang terhenyak bagaikan “Langkah Mati” dalam permainan catur.

Nagari rantau diperhatikan, negeri asal terlupakan. Hal ini membuat penulis serasa berdosa. Orang lain saja peduli seperti sahabat saya dari luar Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, bisik hati penulis, kenapa saya tidak. Di kelompok arisan Minang DMV (Washington DC, Maryland dan Virginia) kami jelaskan masalah seperti tajuk diatas. Mereka peduli dan empati atas “musibah” Danau Maninjau. Padahal dari anggota arisan tersebut bukan hanya orang yang berasal dari Minang saja tapi di luar Minang pun menjadi anggotanya.  Demikianlah latar belakang penulisan ini dibuat. Ilmu: Jendela melihat dunia. □ AFM


LEDAKAN POPULASI FITOPLANKTON MEMBUNUH IKAN


B
looming populasi fitoplankton merupakan peristiwa yang terjadi di permukaan air laut maupun air danau. Peristiwa ini disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi zat hara disuatu perairan sehingga memicu ledakan populasi fitoplankton. Fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan apabila jumlahnya berlebih-lebihan, lihat Gambar - 2.


Faktor yang menyebabkan blooming (ledakan) populasi fitoplankton antara lain karena adanya eutrofikasi [2], adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara, adanya hujan lebat, dan masuk atau dimasukkannya ke dalam air zat-zat hara (pakan yang merembas jaring KJT menuju dasar danau) tersebut dalam jumlah yang besar. Peristiwa ledakan ini ditandai dengan perubahan warna air yang awal berwarna biru atau hijau kebiruan menjadi lebih hijau (seperti terlihat pada Gambar - 2), merah, merah coklat, hijau kekuningan atau putih bergantung pada pigmen yang dikandungnya. Berubahnya warna air laut yang dikenal dengan sebutan red tide atau pasang merah. Namun pada perkembangannya, istilah ini sering menyesatkan karena ledakan fitoplankton ternyata tidak selalu dicirikan dengan warna merah (red).

Fitoplankton merupakan produsen primer pada suatu perairan. Namun tidak selamanya populasi fitoplankton yang banyak dapat memberikan keuntungan pada perairan. Pada beberapa kasus, ledakan fitoplankton justru menjadi pembunuh kehidupan biota [3] lainnya, termasuk ikan. Beberapa kejadian fatal yang disebabkan oleh fitoplankton beracun tercatat di perairan Lewotobi dan Lewouran (Nusa Tenggara Timur), Pulau Sebatik (Kalimantan Timur), perairan Makassar, Teluk Ambon, dan Danau Maninjau.

Pada bulan Oktober 2011, Danau Maninjau mengalami ledakan fitoplankton yang menyebabkan banyak ikan mati sehingga tidak saja merugikan petani Karamba Jaring Terapung (KJT), tapi dan terutama merugikan kehidupan lingkungan alam dan manusia. Ledakan berkembangnya fitoplankton ini mengakibatkan terbunuhnya ikan-ikan yang hidup disekitarnya karena berkurangnya oksigen di dalam air dan menghancurkan insang ikan yang menyebabkan kematiannya. Ledakan fitoplankton di Danau Maninjau disebabkan juga oleh pemberian pakan ikan yang berlebihan  yang menjadikan sampah organik yang mengendap di dasar, lihat Gambar - 3.


Sementara jumlah pakan ikan yang masuk setiap bulan ke Danau Maninjau sekitar 800 ton dan perhari sekitar 27 ton dari 17.000 petak KJT. "Kondisi ini, menjadikan air Danau Maninjau semakin tercemar, dan ini mengakibatkan ikan di danau itu akan mati apabila angin kencang melanda daerah itu," demikian para ahli mengatakannya.

Agar danau tidak semakin tercemar, hendaknya Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun 2014 yang dibuat Pemerintah Kabupaten Agam tentang Pengelolaan Pelestarian Kawasan Danau Maninjau, dilaksanakan dengan sepatutnya dan perlu diperkuat dengan penegakan hukum yang tegas. Dalam Perda itu, jumlah KJT hanya diperbolehkan sebanyak 6.000 petak. Tapi berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam, jumlah KJT di Danau Maninjau sebanyak 17.000 petak. Artinya melebihi kapasitas kelayakan yang membawa atau memperparah kerusakan lingkungan air Danau Maninjau, lihat
 Gambar - 4.


Selain menyebabkan kematian pada ikan, ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menimbulkan Ledakan Populasi Alga Berbahaya (Harmful Algae Blooms – HABs). Beberapa jenis fitoplankton beracun mengeluarkan racun (toxin) penyebab beberapa penyakit, seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP). Racun-racun tersebut menyerang susunan saraf, sistem pernafasan dan pencernaan, menyebabkan amnesia, dan koma pada manusia. 

 
Penyebab lain dalam kematian ikan di Danau Maninjau adalah apa yang disebut dengan "tubo". Tubo merupakan bahasa Minang, bahasa Indonesianya tuba. Tuba adalah nama jenis-jenis tumbuhan dari Asia Tenggara dan kepulauan di Pasifik barat-daya yang biasa digunakan untuk meracun ikan. Tapi tubo di Danau Maninjau adalah keluarnya atau naiknya belerang dari dasar danau ke permukaan air danau yang mengakibatkan keracunan dan kematian pada ikan. Peristiwa ini adalah peristiwa alam biasa. Tapi, tambah parah lagi karena zat hara dari rembesan pakan untuk makanan ikan yang berada dalam karambak yang menggunakan jaring terapung (KRJ) - dimana KJT adalah tempat hidup dan tumbuh-besarnya benih-benih ikan yang dibudi-dayakan petani ikan  KJT.

Dari tahun ke tahun komulasi rembesan pakan ini sudah menjadi ribuan ton. Dan, jutaan serta milyaran ton, dengan berjalannya waktu dari dekade ke dekade, abad ke abad, dan millennium ke millennium, sudah dapat kita bayangkan sekarang dikemudian hari bagaimana masa depan danau ini jadinya.


Penanganan Pemerintah Setempat Dalam KJT

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), menyatakan, kerugian petani KJT di Danau Maninjau sekitar Rp 22,42 miliar akibat ikan mati mendadak selama 2014.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Agam, Ermanto di Lubuk Basung mengatakan, kerugian sekitar Rp 22,42 miliar ini berasal dari kerugian ikan mati sekitar 747,38 ton dari jenis nila dan mas, karena harga ikan dipasaran sebesar Rp 30.000 perkilogram. Kematian ikan mendadak ini, akibat kadar oksigen berkurang di perairan itu setelah curah hujan tinggi disertai angin kencang.

Ia mengatakan, 747,38 ton ikan yang mati tersebut terjadi pada 29 Januari 2014 sekitar 10 ton dengan kerugian Rp 300 juta, pada 23 Januari 2014 sekitar 11,53 ton dengan kerugian Rp 345,9 juta.

Lalu, pada 19 Maret 2014 sekitar 175,85 ton dengan kerugian Rp 5,27 miliar, pada 4 Agustus 2014 sekitar 50 ton dengan kerugian sekitar Rp 1,5 miliar.

Selain itu, pada 11 Agustus 2014 sekitar 400 ton dengan kerugian sekitar Rp 12 miliar dan pada 29 Desember 2014 sekitar 100 ton dengan kerugian sekitar Rp 3 miliar.

Ia menambahkan, kerugian petani pada 2014 ini cukup besar dibandingkan pada 2013 sekitar Rp 200 juta dengan kematian ikan sekitar delapan ton. Sementara pada 2012 sekitar Rp 6,6 miliar dengan kematian ikan sekitar 300 ton.

Kepiawaian Usaha KJT kurang memadai yang mengakibatkan banyak kerugian bagi pengusahanya. Dengan kondisi ini, Ermanto mengimbau kepada petani jeda atau tidak melakukan aktifitas budidaya ikan pada Oktober sampai Januari, karena kematian ikan paling tinggi terjadi pada bulan itu. "Ini disebab karena curah hujan tinggi dan angin sangat kencang yang mengakibatkan kadar oksigen berkurang".

Pemkab Agam, tambah dia, berulang kali menghimbau kepada petani agar mengurangi tebar benih pada bulan itu. Imbauan itu disertai dengan surat edaran yang diserahkan kepada Wali Jorong, Wali Nagari dan Camat.

Menurut Guru Besar Pengelolaan Perairan Umum Daratan dan Teknologi Reproduksi Ikan Universitas Bung Hatta, Hafrijal Syandri, pemerintah daerah melalui dinas kelautan dan perikanan memang melakukan sosialisasi tentang dampak cuaca ekstrem. Namun, hal itu perlu diintensifkan.

Menurut dia, kearifan lokal alam takambang jadi guru atau belajar dari perubahan kondisi alam, yang sebelumnya berkembang, sudah tidak lagi sepenuhnya berlaku di petani.

”Jalan keluar untuk menghindarkan petani KJT dari kerugian akibat terus matinya ikan adalah dengan mengintensifkan sosialisasi agar petani mengurangi jumlah ikan atau bahkan menghentikan budidaya ikan setiap memasuki musim hujan. Pemerintah harus tegas terhadap hal itu. Jika tidak, kematian ikan tetap akan terjadi, ” kata Hafrijal.

Erwanto menambahkan, mengingat kemungkinan masih ada peluang terjadinya kematian ikan hingga akhir Maret, pihaknya meminta petani melakukan panen lebih awal. Petani juga diminta memindahkan keramba mereka sekitar 100 meter ke tengah danau.


Kesimpulan

Hendaknya Pemerintah Kabupaten Agam agar lebih tegas dalam masalah-masalah kondisi pelestarian lingkungan hidup. Selanjutannya mereinforce izin usaha KJT dengan tegas dengan melakukan tindakan hukum bagi yang melanggarnya. Kenapa yang diperbolehkan 6.000 petak menjadi 17.000? Disini ada kejanggalan. Adanya pemerintah daerah (setempat) bukan hanya terbatas memberikan bantuan penyuluhan dan bimbingan usaha, memberikan izin usaha, tapi juga menegakkan ketertiban usaha terutama yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan hidup dan penindakan pelanggaran peraturan yang ada. Tidak membiarkan adanya usaha yang illegal dan cara-cara yang merusak lingkungan alam antara lain dalam masalah pakan sebagai sumber makanan ikan.

Memang faktor ekonomi perlu dipikirkan sebagai matapencaharian anak nagari dan pengusaha KJT dimana pajak-pajaknya sebagai sumber pemasukan dana Pemeritah Kabupaten yang berpulang untuk mensejahterakan hidup warga lingkungannya. Namun jangka panjangnya harus diperhitungkan pula azaz manfaat (benefit) dan mudharat (loss) dari usaha pertanian ikan KJT. Kalaulah danau Singkarak tidak ada KJT, kenapa tidak bagi danau Maninjau. Sumber-sumbernya ekonomi kan tidak hanya KJT, lihat Gambar - 5.


Akan tetapi ada sumber alternative disamping parawita yang digalakkan, juga seperti peternakan ayam, kambing, sapi seperti yang dilakukan di Padang Mangateh Limopuluah Koto, sayuran dan sayuran hybrid, coklat, dan usaha pengrajin rumahan dan sebagainya. □ AFM


Bahan Bacaan:

● ANTARA ● Kompas ● Wikipedia ● Dan sumber-sumber lainnya.

Catatan Kaki:

[1] Hara atau zat hara adalah bermacam-macam mineral yang terdapat di dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Zat hara juga merupakan sari makanan dalam bentuk cair. Mineral tersebut dalam bentuk cair yang dapat diserap oleh akar untuk disalurkan ke zat hijau daun.

Mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan terdiri atas Nitrogen (N), Belerang (S), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg).

Selain enam jenis mineral di atas, tumbuhan masih membutuhkan mineral lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mineral lain yang dibutuhkan antara lain terdiri atas Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Seng (Zn), Besi (Fe), Kobalt (Co), Boron (B), dan Klor (Cl).

Jika dihitung, tumbuhan membutuhkan 14 jenis mineral untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ke 14 jenis mineral itu diolah bersama-sama karbon dioksida (CO2) dan sinar matahari dalam proses fotosintesis. Apabila salah satu jenis mineral di atas tidak terpenuhi, maka tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan baik.

Namun dalam kondisi tertentu disuatu tempat kelebihan zat-zat hara tersebut diatas akan berbahaya bagi manusia dan lingkungan hidup seperti yang telah dipaparkan diatas.

[2] Eutrofikasi (kata benda): Proses perkembangbiakan tumbuhan air (biota) dengan cepat karena memperoleh zat makanan yang berlimpah akibat pemupukan yang berlebihan.

[3] Biota (kata benda): Keseluruhan flora dan fauna yang terdapat di dalam suatu daerah; - danau, biota yang terdapat di dalam danau. □□□