Sunday, April 10, 2016

Maninjau Danau Ribuan Keramba





(Dia, Allah) Yang menciptakan mati dan hidup (manusia), untuk menguji kamu (selagi masih hidup), siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya (ibadah dan pekerjaannya), QS al-Mulk 67:2.


Pengantar

Danau Maninjau yang terletak pada 0°19′LS 100°12′BT berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam dengan ketinggian 461,50 meter diatas permukaan laut. Luas permukaan Danau Maninjau ± 99,5 km2  dengan luas daerah tangkapan  air  mencapai  24.800 ha.  Sementara kedalaman maksimum mencapai ± 165 m. Secara garis   besar,  wilayah Danau Maninjau ini dapat dibagi atas 2 yaitu: 1). Kawasan Danau Maninjau, merupakan kawasan dalam punggung danau. 2). Kawasan pengaruh, merupakan kawasan di luar punggung danau.

Bentuk Danau Maninjau memanjang dari arah utara ke selatan dengan panjang ± 17 km dan lebar sekitar 8 km, danau ini memiliki sebuah outlet alami yaitu Sungai Batang Antokan yang mengalir ke arah barat. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa bagian tengah Gunung Maninjau ditempati oleh kaldera dengan ukuran panjang ± 20 km dan lebar ± 8 km. Di dalam Danau Maninjau ini terdapat beberapa buah pulau kecil dengan luas hanya ratusan m2. Semakin kearah bagian selatan danau, kedalaman semakin tinggi dengan lereng (slope) yang semakin curam. Titik-titik terdalam dari danau ini berada di wilayah bagian selatan.

Hidrologi

Kondisi hidrologi kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau sebagaian besar mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air Danau Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang DAS yang bermuara ke danau dan air hujan.  Di  kawasan  danau  terdapat  88  buah  sungai  besar  dan  kecil  dengan  lebar maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut (61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair sepanjang tahun hanya 34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan debit yang relatif kecil. Sungai-sungai yang bermuara ke Danau Maninjau memiliki pola linier (lurus atau tidak bercabang), sedangkan sungai di sebelah barat danau pada umumnya berpola dendritik (bercabang). Dengan demikian maka inflow air Danau Maninjau sebagian besar bersumber dari aliran sungai dan dari dasar danau.

Topografi dan Tata Guna Lahan

Keadaan tutupan lahan di kawasan Danau Maninjau sangat beragam, hal ini terjadi sebagai  akibat  proses  geologi  dan  geomorfologi yang terjadi  dan  interaksi  manusia dengan lingkungannya. Tutupan lahan dibagian lereng kaldera Danau Maninjau yang curam didominasi oleh tanaman keras tahunan. Sedangkan pada bagian lereng yang lebih landai dijumpai tanaman tahunan alami dan tanaman kebun yang dibudidayakan oleh masyarakat seperti cengkeh, lada, jeruk, pisang dan kayu manis. Pada kawasan yang datar di bagian utara, tutupan lahan didominasi oleh padi sawah dan diselingi oleh palawija seperti cabe.

Secara keseluruhan, penggunaan tanah hutan masih mendominasi (sekitar hampir 50%). Kemudian berturut-turut pemanfaatan untuk kegiatan perkebunan (termasuk kebun campuran), dan sawah (perairan dan tadah hujan). Total ketiga penggunaan tanah tadi masih mendominasi  penggunaan  tanah  disekitar Danau Maninjau.  Sementara  itu pengguna tanah lainnya cukup menonjol dan cukup signifikan perkembangannya adalah kegiatan permukiman, pariwisata, dan perikanan. Perikanan kelihatannya yang cukup progresif dan Danau Maninjau di bagian terbagi outlet Danau Maninjau menempati lahan yang cukup luas. Penggunaan lahan di kawasan danau Maninjau terbagi dalam bentuk tegalan, sawah, hutan dan pekarangan atau permukiman.

Fungsi dan Manfaat Danau

Pemanfaatan sumber daya air Danau Maninjau hingga saat ini terutama adalah untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA Maninjau) dengan kapasitas terpasang sebesar 66 MW. Selain sebagai penunjang utama sektor pariwisata di Kabupaten Agam, Danau Maninjau juga dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan mata pencaharian, berupa berupa kegiatan perikanan Kolam Jaring Apung (KJA) dan Kolam Air Deras (KAD). Transek skematik kawah Maninjau, menunjukkan pola utama penggunaan lahan di sekitar Danau Maninjau yang didominasi oleh hutan lindung dan perkebunan.

Dari   penelitian   yang   dilakukan   oleh   Pemerintah   Indonesia   bekerjasama dengan Pemerintah Finlandia pada tahun 1992 – 1994 terhadap 19 buah danau alamiah di Indonesia diperoleh hasil bahwa pada beberapa danau sudah mengalami masalah antara lain terjadi sedimentasi, (berkurangnya kedalaman), berkurangnya volume, berkurangnya luas, terjadinya pencemaran organik, berkurangnya populasi ikan bahkan beberapa jenis ikan endemik hampir hilang.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan  di  sekitar  dan  dalam  kawasan  Danau  Maninjau ini antara lain dimanfaatkan untuk :

a). Permukiman. Di sekitar kawasan Danau Maninjau ini banyak ditemui bangunan- bangunan permukiman penduduk. Luas lahan permukiman dan kampung di sekitar kawasan danau Kecamatan Tanjung Raya ini lebih kurang 1.000 ha. Pemanfaatan lahan bagi permukiman, masih ditemukan ada rumah-rumah yang berada cukup dekat dengan daerah tepian danau. Dari sisi kelayakan tata ruang dan keseimbangan lingkungan, hal ini sangat tidak sesuai. Namun seiring dengan perluasan lahan bagi permukiman penduduk, pembangunan permukiman ini sudah banyak yang berada cukup jauh dari pinggir Danau Maninjau.

b).  Hutan. Luas kawasan hutan yang berada yang melingkari kawasan Danau Maninjau ini lebih kurang 1.335 ha.

c).  Perikanan Air Danau. Kegiatan perikanan merupakan salah satu aktifitas harian yang banyak dilakukan oleh penduduk di sekitar kawasan danau khususnya dan di Kecamatan Tanjung Raya umumnya. Kegiatan perikanan yang dilakukan ini baik menggunakan cara tradisional maupun dengan cara yang sudah cukup moderen. Kegiatan perikanan air danau yang cukup banyak dilakukan oleh penduduk di sekitar kawasan danau adalah perikanan keramba dan jaring apung, baik yang dilakukan dalam jumlah besar dan berkelompok maupun dalam skala kecil dan milik perorangan. Danau Maninjau memiliki fungsi ekologi, sosial dan ekonomi antara lain sebagai sumber plasma nutfah, tempat siklus hidup flora dan fauna, tempat penyimpanan kelebihanair, memelihara  iklim  mikro,  sarana  transportasi,  sumber air  bersih,  kawasan resapan (DAS), daerah pariwisata, sumber energi daerah Sumbar dan Riau.

Daerah Danau Maninjau memiliki potensi antara lain sebagai berikut:

 Kawasan Pariwisata (Wisata Alam dan Air, Sejarah dan Budaya).
Budidaya Pertanian, Perkebunan dan Peternakan.
Budidaya Perikanan Air Tawar.
Sumber Energi Kelistrikan (PLTA).
Jasa Lingkungan lainnya.

d). Pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Agam, baik berupa pertanian padi sawah maupun padi ladang. Tidak terkecuali pada lahan- lahan di sekitar kawasan Danau Maninjau ini. Dengan kata lain kegiatan pertanian di sekitar kawasan Danau Maninjau ini merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk disini disamping sebagai sektor perikanan air tawar (danau).

e). Pemanfaatan Lahan Lainnya  Pemanfaatan lain dari lahan-lahan yang ada di sekitar Danau Maninjau ini adalah untuk sarana wisata, dimana di bagian pinggir jalan yang melingkar Danau Maninjau ini banyak dibangun bangunan pelayanan jasa wisata, hotel dan restoran yang ditujukan untuk mendukung kegiatan wisata Danau Maninjau ini.

●●●

K
esan Maninjau yang terletak di Kabupaten Tanjung Raya, Sumatera Barat bukan hanya kampung halaman tempat nenek moyang berasal, tapi Maninjau adalah danau vulcanic dengan pemandangan terindah, lihat Gambar-1. Apalagi jika melihat Danau Maninjau dari kelok 44, Puncak Lawang, makin elok pemandangannya.

Tak hanya pemandangan, Danau Maninjau juga kaya akan hasil perikanan dan sejenis kerang, khas Maninjau. Banyak hasil danau yang hanya ada di Maninjau, seperti: Ikan Bada; Ikan Rinuak; Kerang Pensi, lihat Gambar-2. Ikan Bada ada dua jenis. Bada basah dan Bada masiak. Bada masiak yakni bada yang di asapi dengan daun kelapa. Ikan Bada ini besarnya hanya setelunjuk tangan orang dewasa. Kemudian Ikan Rinuak. Ikan Rinuak adalah ikan kecil yang panjangnya hanya 1 cm.

Selanjutnya sejenis kerang atau remis dimana orang Maninjau menyebutnya Pensi yaitu jenis kerang air tawar. Kerang Pensi ini sering disebut Pensi saja. Pensi ini adalah kerang mini namun lezat rasanya, melebihi lezat kerang sejenis yang ada selama ini. Rinuak digoreng atau dipalai (dipepes) amboi lamaknyo. Bada masaik, yakni Bada asap yang “tiado duo lamak nyo”. “Apo lai dicampua balado merah”, rona merah campur ke hitam-hitaman Bada masiak wah, “Salero tabiak yang indak bisa ditahan lai”, “Mitou lalu, indak tasapo lai”, lihat Gambar-3.

Walupun kami dirantau tiap tahun selalu saja mendapati Bada masaik ini. Kalau anak penulis datang. Kata penulis: “Makannya sedikit-sedikit saja. Ikan ini ikan mahal, hanya raja-raja saja yang bisa makan”. Bertanyalah anak penulis: “Siapa rajanya pap”. Jawab penulis: “Ya Raja-nya, Papa sendiri” Demikian seloroh kami bersama anak dan istri. Nah, semua hasil danau tersebut menjadi sumber lauk pauk penduduk dan oleh-oleh bagi wisatawan, bahkan kami di rantau dapat bagian juga. 

Sadar akan potensi perikanan Maninjau, banyak penduduk yang mencari penghasilan dari perikanan. Bermula dengan pesi, ikan bada dan rinuak kemudian penduduk setempat mencari peluang bisnis untuk budidaya perikanan. 

Keramba Jaring Apung yang biasa disebut penduduk setempat dengan "karamba jariang tarapuang" menjadi bisnis budidaya perikanan di Maninjau. Keramba adalah sarana pemeliharaan ikan berbentuk persegi yang terapung di air. Jenis ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan Nila dan Mas. Keramba Danau Maninjau terbuat dari kerangka bambu (batuang) dengan media jaring. Yang lainnya kerangka besi dengan media pelampung berupa drum plastik. Untuk keramba batuang dibutuhkan 18 batang batuang sedangkan keramba besi dibutuhkan 16 drum. Ukuran keramba keseluruhan 6x6 meter dengan luas jaring 5x5 meter, lihat Gambar 4.



Budidaya keramba dimulai dengan sterilisasi benih. Caranya dengan merendam dalam larutan Kalium Permanganat selama 15-30 menit. Setelah itu, tebarkan benih pada sawah pembibitan. Setelah 1 bulan pembibitan, tebarkan bibit ikan (biasanya berukuran 1 inchi - 2.5 cm) ke keramba. Penebaran bibit dilakukan pagi hari supaya ikan tidak kaget atau mati akibat perbedaan suhu. Lama budidaya ikan keramba sekitar 3-4 bulan sampai ikan siap panen. Selama pemeliharaannya, diberikan pakan berupa pelet selama 3 kali sehari: pagi, siang, dan malam.

Budidaya keramba Maninjau sangat menguntungkan. Penduduk tidak khawatir dengan sempitnya lahan tanah karena budidaya keramba dilakukan di danau. Modal budidaya keramba juga tidak terlalu mahal. Budidaya keramba tidak hanya untuk konsumsi pribadi dengan keluarga tapi juga dapat dijual dengan laba yang lumayan. Penjualannya sampai ke luar Maninjau bahkan luar provinsi Sumatera Barat seperti Riau dan Jambi.

Melihat potensi bisnis budidaya keramba Maninjau, banyak pengusaha luar yang tertarik. Saat ini, budidaya keramba justru lebih banyak milik pengusaha luar Maninjau daripada penduduk setempat. Bahkan, keramba sudah over capacity. Jumlah ideal keramba Maninjau 3.000 petak. Saat ini, jumlah keramba sudah lebih 30.000 petak. Dengan ini menjadikan Danau Maninjau sebagai lahan pertanian ikan dengan ribuan keramba, lihat Gamar-5.



Kerambak Melebihi Daya Tampung Danau

Masalah over capacity mengakibatkan berkurangnya keindahan wisata Danau Maninjau. Selain itu, mengakibatkan berlebihnya jumlah pakan yang masuk ke danau. Karena terlampau banyaknya pakan yang ditebar, ikan pun tak sanggup memakannya. Sehingga seperlima dari pakan yang tidak dimakan ikan (sekitar 18.000 ton) mengendap di dasar danau sebagai sedimen kimia. Sisa pakan mengakibatkan peningkatan kadar fosfat dan nitrogen sehingga menimbulkan ledakan organisme mikro yang dapat menguras sumber daya oksigen. Para peneliti menyebut kondisi tersebut menjadikan ekosistem air danau, mati. 

Masalah lain dari keramba Maninjau adalah peristiwa alam berupa angin atau hujan yang membuat danau berombak dan membuat sedimen pakan menyebar ke permukaan. Peristiwa tersebut disebut tubo. Tubo dengan sedimen yang bertumpuk-tumpuk ini (sebenarnya secara alami dapat keluar melalui alirannya sungai Antokan) terhambat oleh bendungan PLTA, makanya luapan air dari dasar danau yang keluar kepermukaan air mengandung zat kimia dari sisa atau rembesan pakan makanan ikan, sampah-sampah dari air sungai yang mengandung pestisida dan pupuk kimia pertanian, serta sampah kotoran buangan dari rumah tangga dan hotel dan penginapan, menambah parah ekosistim biota yang mengakibatkan kematian masal ikan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.

Ribuan Ikan Mati Mendadak

Sebanyak sekitar 20 ton ikan budidaya milik petani keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, ditemukan mati, lihat Gambar-6. Cuaca buruk angin kencang yang melanda beberapa hari terakhir dituding sebagai penyebabnya. "Ikan mati karena angin kencang yang terjadi sejak Senin ini," ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam, Ermanto, Selasa 27 Januari 2016.

Menurutnya, angin badai menyebabkan pembalikan arus di perairan danau. Angin
Badai membuat endapan-endapan kotoran dan sisa-sisa pakan ikan, bahan kimia dan kotoran lainnya yang menumpuk di dasar laut terangkat ke permukaan meracuni dan mengurangi kadar oksigen air sehingga ikan mati. Angin kencang juga yang disebutnya menyebabkan seratusan Keramba Jaring Apung hancur sehingga isinya lepas dan berenang bebas di danau vulkanik tersebut.

"Ada sekitar 266 ton ikan yang lepas. Terutama di Tanjung Sani, Maninjau dan Koto Malintang," ujarnya. Ermanto memperkirakan, petani mengalami kerugian akibat ikan yang mati dan lepas itu mencapai Rp 5,1 miliar.

Sebagian bangkai ikan masih mengapung di danau dan sebagian lain sudah dibuang. Akibat ini pasokan ikan nila dan mas untuk daerah Riau, Jambi, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat terganggu. Nelayan mengalami kerugian hingga Rp 10 miliar, lihat Gambar-7.



Sekitar 16,5 ton ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mati mendadak akibat kadar oksigen berkurang di dasar perairan danau vulkanik itu sejak 27 Januari hingga 3 Februari 2015. Ia menambahkan kematian ikan keramba jaring apung ini merupakan yang pertama pada 2015. Sementara pada 2014 sebanyak 1.087,38 ton, pada 2013 sebanyak delapan ton, pada 2012 sebanyak 300 ton, pada 2011 sebanyak 500 ton dan 2010 sebanyak 500 ton.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam, Ermanto, di Lubuk Basung, Rabu, mengatakan bahwa sekitar 16,5 ton ikan ini mati mendadak di daerah Gasan dan Koto Kaciak dengan jumlah sekitar 10 unit keramba jaring apung.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Agam, Ermanto di Lubuk Basung mengatakan selama tahun 2014, kerugian sekitar Rp 22,42 miliar ini berasal dari kerugian ikan mati sekitar 747,38 ton dari jenis nila dan mas, karena harga ikan dipasaran sebesar Rp 30.000 perkilogram. Kematian ikan mendadak ini, akibat kadar oksigen berkurang di perairan itu setelah curah hujan tinggi disertai angin kencang.

Ia menambahkan, kerugian petani pada 2014 ini cukup besar dibandingkan pada 2013 sekitar Rp 200 juta dengan kematian ikan sekitar delapan ton. Sementara pada 2012 sekitar Rp 6,6 miliar dengan kematian ikan sekitar 300 ton.

Dibawah ini, Gambar-8, adalah data kematian Ikan Masal di danau yang terjadi tahun 2009 sampai dengan 2011. Dengan demikian hampir setiap tahun kematian Ikan Masal terjadi di danau Maninjau (disamping kejadian tahun 2016, 2015, 2014, 2013, 2012 seperti dipaparkan diatas.)




Danau Maninjau Dan Cagar  Biosfer


M
enyikapi peristiwa, ketika masyarakat Tanjung Raya menggugat pemerintah atas kerusakan lingkungan Danau Maninjau. Dimana mereka menuntut Pemerintah Daerah Kabupaten Agam atas kerusakan, sawah, kolam pinggir danau, kolam jala apung dan keramba mereka. Begitu juga atas kerusakan lingkungan danau atas keberadaan PLTA.

Sebagai orang yang beriman dan beragama, ketika dasar akidah kita telah mengatakan “tidak akan terjadi kerusakan dimuka bumi, kecuali atas perbuatan mereka sendiri” begitu juga “tidak akan berubah suatu kaum, kecuali atas usaha mereka sendiri” 

Untuk mencari solusi kerusakan Danau Maninjau tidak akan selesai dengan saling tuntut, apalagi kalaupun menang, hasil ganti rugi akan dibagikan kepada masyarakat yang merasa dirugikan, lalu kapan dan kemana nasib lingkungan Danau Maninjau yang rusak itu setelah kasus ini dimenangkan (seandainya)?

Alangkah baiknya kita mencari solusi bersama, usaha mengatasi kerusakan lebih lanjut dan berupaya memperbaiki kerusakan tersebut. Sampai dimanalah dana Rp. 1 Triliun, kalaupun kita dedikasikan seluruhnya untuk memperbaiki lingkungan Danau Maninjau, tidak akan begitu berarti. Untuk itu, sebelum mencari solusi untuk jalan keluarnya, mari kita lihat bagaimana kearifan penduduk Salingka Danau Maninjau tiga - dua dasawarsa yang lalu.

Pola penggunaan lahan

(a) Pertanian

Daerah Maninjau didominasi hamparan areal usahatani menetap, yang terdiri dari dua bentuk yang utama. Pertama, budidaya padi pada sawah irigasi yang tersebar di teras danau dan dasar lereng, meliputi 13 sampai 75% lahan pertanian pedesaan (atau 3,5 sampai 30% dari tanah pedesaan). Produksi padi terutama untuk konsumsi sendiri, tetapi di beberapa desa terdapat kelebihan yang dijual. Panen umumnya dilakukan sekali sampai tiga kali setahun tergantung dari ketersediaan air dan tenaga kerja.

Di antara dua masa tanam sawah juga ditanami sayuran seperti cabai, terong, dan mentimun. Kedua, kebun pepohonan campuran berupa agroforest yang terletak pada lereng-lereng di antara desa dan kawasan hutan lindung. Kebunkebun ini oleh penduduk Maninjau disebut parak, mencakup 50 sampai 88% keseluruhan lahan pertanian (13 sampai 33% dari keseluruhan lahan). Parak memiliki keanekaragaman spesies dan kerapatan pohon yang tinggi serta struktur vertikal yang kompleks dan berlapis-lapis.

Agroforest parak menghasilkan aneka hasil hutan baik untuk dijual maupun untuk kebutuhan rumah tangga termasuk kayu bangunan, kayu bakar, dan hasil-hasil non kayu seperti buah dan sayuran hutan, obat, dan lain-lain. Parak ditanami juga dengan tanaman pertanian komersil seperti kulit manis, pala, kopi, dan buah buahan, serta tanaman musiman seperti cabai, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.

Pola produksi dan regenerasi spesies mirip dengan yang terjadi pada ekosistem hutan alam, campur tangan manusia hanya terbatas pada pemetikan hasil dan aktivitas penanaman dan perawatan sebagian kecil spesies saja. Selain parak ada juga kebun pekarangan di sekitar pemukiman yang merupakan komponen minor kawasan budidaya, tetapi tidak semua rumah memiliki kebun pekarangan. Lahan pekarangan umumnya ditanami tanaman hias (di muka rumah) dan pohon buah-buahan komersil yang karena alasan keamanan tidak ditanam di lereng.

Ternak yang umum dipelihara adalah ayam dan domba atau kambing. Di beberapa desa juga dipelihara kerbau untuk dipekerjakan di sawah. Lereng-lereng daerah Maninjau didominasi dua bentuk sistem usahatani utama, yakni sawah beririgasi yang meliputi 13-50% lahan pertanian pedesaan dan agroforest parak yang mencakup 50-88% lahan pertanian pedesaan. Agroforest parak pada umumnya didominasi pohon durian, memiliki keanekaragaman spesies dan kerapatan pohon yang tinggi, serta struktur vertikal yang kompleks dan berlapis-lapis.

(b) Hutan

Tidak ada hasil hutan yang diambil penduduk dari hutan alam, kayu untuk bangunan dan kebutuhan umum tersedia di kebun. Sebagian besar hutan alam berada di atas ketinggian 900 m dpl pada lereng-lereng yang sangat terjal yang berstatus kawasan hutan lindung yang dikuasai pemerintah. Penetapan status sebagai kawasan hutan lindung dimulai sejak zaman kolonial Belanda, tetapi batas-batas kawasan telah sedikit dimekarkan mulai beberapa tahun yang lalu oleh petugas kehutanan untuk tujuan perlindungan hutan. Menurut undang-undang, pengambilan kayu dan rotan dari dalam kawasan hutan dilarang keras.

(c) Danau

Danau dimanfaatkan untuk usaha penangkapan ikan terutama di bagian selatan dan barat kawah. Ikan ditangkap untuk konsumsi sendiri dan dijual di pasar-pasar setempat. Jenis ikan khas danau Maninjau, yaitu bada, rinuak dan satu spesies remis kecil (pensi) dijual ke luar desa.

Keadaan Sekarang

Begitulah sekilas tentang kehidupan masyarakat salingka Danau Maninjau sampai tahun 80 an. Danau belum begitu diekploitasi. Mungkin generasi tersebut tahu, bahwa Danau Maninjau memiliki keterbatasan, sehingga tidak dapat di bebani sebagai pegangan kehidupan.

Seiring berjalannya waktu, hasil perkebunan bukan primadona lagi, maka Danau Maninjau menjadi sasaran empuk untuk di eksploitasi. Sekarang sebagaiman diketahui, keramba jala apung telah membebani Danau, pernahkan pengusaha kita itu melakukan AMDAL sebelum menambah dan menambah KJA? Sedangkan ketika PLTA didirikan, telah dilakukan kajian AMDAL yang matang.

Sudahkan kita mengembangkan semua itu dengan memperhitungkan daya dukung Danau itu sendiri? Karena ikan itu perlu bernafas, sudah mendukungkah kadar oksigen dalam air danau untuk kapasitas ikan yang semakin hari semakin bertambah, baikkah pakan yang diberikan untuk lingkungan, karena pakan yang diberikan adalah hasil pengolahan kimia, dll.

Banyak memang masalah, dan kajianpun selama ini cenderung tidak menyeluruh, tergantung kepada siapa yang “mengorder” si peneliti, tapi yang pasti dari fakta dan dari sudut pandang orang awam saja, mari kita kaji sedikit masalah di danau yang kita banggakan ini.


1. Sistem pertanian yang dilakukan telah begitu optimal, dengan menggunakan pupuk, racun dll, kalau dilihat semua jalur air salingka Danau bermuara ke danau ini, maka dapat dibayangkan berapa banyak sisa-sisa pupuk, racun dana bahan kimia lainnya dari usaha pertanian yang telah menumpuk di dalam Danau tersebut?

2. Pengembangan KJA yang begitu intensif, dengan menggunakan pakan bauatan, yang sangat diyakini, tidak akan termakan seluruhnya oleh ikan, maka sudah berapa pula yang tertumpuk di dasar danau?

3. Belum lagi limbah manusia, yang semakin banyak di salingka danau maninjau ini. 



Melihat hal diatas, maka alangkah baiknya kita menyarankan dengan beberapa pertimbangan:

1. Keunikan asal muasal Danau Maninjau alamnya (yang merupakan Danau Vulkanik), 2. Memiliki banyak spesies lokal yang endemic, 3. Sekeliling Danau Maninjau yang rawan bencana alam, 4. Tidak adanya dana untuk memperbaiki kerusakan, 5. Kurangnya sarana prasarana dan personil, 6. Sekeliling Danau Maninjau telah berstatus Hutan Lindung.

Alangkah baiknya pengembangan dan pembangunan di danau Maninjau untuk dapat dibatasi, tidak harus dikembangkan sebagaimana daerah yang yang lingkungannya mendukung untuk dieksploitasi secara besar-besaran. Kami mengusulkan untuk Kecamatan Tanjung Raya ini dijadikan Cagar Biosfer saja, karena dengan dijadikan cagar biosfer, pemerhati dan banyak stakholder akan memberikan perhatian kepada Danau Maninjau ini, sehingga pendanaan dan sarana prasarana akan lebih mudah didapatkan. 

Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam, cagar biosfer adalah kawasan yang ideal untuk menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah kepada pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional.


Sinergi Budidaya Ikan dan Parawisata

Kegiatan budidaya ikan di danau Maninjau dengan menggunakan  keramba jaring apung (KJA) dimulai dengan uji coba pada tahun 1992. Ternyata uji coba tersebut berhasil, sehingga menarik minat masyarakat dan pengusaha untuk berusaha budidaya ikan dengan KJA. Dari tahun ke tahun peminat usaha budidaya ikan semakin banyak, sehingga unit KJA yang ditempatkan di danau Maninjau semakin banyak. Setelah usaha budidaya ikan itu dilaksanakan selama 5 tahun, maka pada tahun 1997 pertama kali bencana kematian ikan massal terjadi sampai ratusan ton.

Semula pembudidayaan menduga kematian ikan itu disebabkan oleh racun belerang, hal ini mengingat danau Maninjau adalah danau yang berasal dari letusan  gunung berapi. Kalau racun itu berasal dari belerang harus terjadi setiap tahun, oleh sebab itu seperti terjadi di tempat lain yaitu seperti di danau buatan (dam) Cirata terjadi kematian ikan yang terutama disebabkan oleh penumpukan kotoran ikan yang berlangsung bertahun tahun. Di danau Maninjau dengan kekuatan angin darek (darat), kotoran ikan dan rembasan pakan dari jaring serta buangan aliran sungai yang mengandung pestisida, zat kimia dari pupuk, detergent dan sampah lainnya dari dasar danau terangkat ke permukaan sehingga mematikan ikan.

Walaupun kematian ikan yang dibudidayakan terjadi setiap tahun, tidak menyebabkan para pembudidaya ikan putus asa dan berhenti berusaha. Hal ini menunjukkan mungkin setelah dihitung masih menguntungkan atau pembudidaya masih punya modal kerja untuk tetap melaksanakan usaha. Setelah cuaca tenang, para pembudidaya ikan yang biasanya dimulai oleh kelompok perempuan melaksanakan usaha budidaya ikan kembali. Keputusan untuk melaksanakan usaha kembali adalah perempuan sebagai istri dan pengelola keuangan keluarga, sedangkan bapak-bapaknya masih stres karena kegagalan usaha.

Apabila kematian ikan yang dibudidayakan di danau Maninjau tidak dihindarkan atau dicegah maka kematian ikan akan terus terjadi setiap tahun. Kejadian ini merupakan suatu pemborosan modal usaha dan lama kelamaan simpanan modal usaha akan habis, sehingga pembudidaya dan keluarganya akan jatuh miskin. Akibat lain dari kematian ikan di danau yang tidak ditangani secara tuntas membuat lingkungan tidak nyaman, karena bau busuk   menyebar ke sekeliling danau. Sedangkan di pinggir danau terdapat hotel dan restoran tempat menginap dan makan para wisatwan. Bau busuk ikan ini berdampak terhadap berkurangnya minat wisatawan untuk berkunjung ke danau Maninjau.

Kematian ikan terjadi secara beraturan yaitu pada akhir tahun (sekitar Desember) dan awal tahun (sekitar Januari) yaitu pada saat datang angin kencang seperti badai, kalau di laut disebut angin barat. Oleh sebab itu kematian ikan di danau dapat dihindari dengan tidak membudidayakan pada bulan bulan datang angin kencang. Jadwal usaha budidaya ikan di danau Maninjau dalam setahun cukup 8 bulan saja, sedangkan 4 bulan untuk istirahat atau usaha lain. Dengan mengistirahatkan danau dari usaha budidaya ikan, maka lingkungan air danau kembali bersih dan udara sekitar danau kembali segar dan sejuk, sehingga tidak menggangu kegiatan pariwisata.

Kematian ikan juga bisa dicegah dengan cara pembuangan kotoran ikan dan sisa pakan serta zat hara dan kimia lainnya secara terus menerus dengan penggelontoran air deras. Pada waktu sebelum ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Maninjau yang diresmikan tahun 1983, penggelontoran alami terjadi lewat muara danau Batang Antokan. Dengan adanya PLTA Maninjau kekuatan penggelontoran berkurang, oleh sebab itu tanpa mengganggu kinerja PLTA Maninjau, penggelontoran yang ada harus dapat membuang kotoran ikan yang mengendap di dasar danau. Teknik yang dapat diterapkan yaitu teknik siphon dimana air yang keluar dari danau membawa kotoran ikan secara terus menerus.

Untuk dapat melaksanakan penghindar dan pencegah kematian ikan di danau Maninjau, perlu temu usaha para pemangku kepentingan (stake holder) yaitu duduk bersama untuk bermusyawarah. Hasil dari musyawarah berupa kesepakatan yang akan dijadikan dasar untuk membuat peraturan daerah (PERDA). Para pemangku kepentingan itu: 1) Kelompok pembudidaya, 2) Para pedagang sarana produksi, 3) Para pedagang ikan grosir, 4) Kelompok pengusaha hotel dan restoran (PHRI), 5) Otoritas PLTA Maninjau, 6) Pemda Kabupaten Agam. Musyawarah ini penting untuk mencegah komplik sosial yang akan merugikan semua pihak.


Penutup

Oleh karena falsafah hidup orang Minangkabau menyebutkan “Adaik Basandikan Sara, Sara Basandikan Kitabullah”, maka kami kutipkan ayat-ayat dari Kitab Allah tersebut yang berkaitan dengan masalah “musibah” yang menimpa Danau Maninjau dan penduduk sekeliling yang hidup disana. Dan juga ayat-ayat itu sebagai peringatan dan sekaligus jalan keluar mengatasinya, lihat Gambar-9.


Mari berkontemplasi, dan setelah itu, baru dapat memahaminya dengan sebetul-betulnya oleh kita sebagai orang Minang baik yang tinggal di kampung dan yang berada dirantau - diaspora. Dan setelah itu aplikasikan ajaran Kitab Allah (Kitabullah) dengan tanpa pamrih untuk kepentingan kita bersama, ayat-ayat mana telah tertulis sebagai berikut:

A’ūdzu billāhi minasy syaithōnir rajīm. Bismillāhir rahmānir rahīm.


Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat  kerusakan di bumi!” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, “Sesunggahnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya,” QS Al-Baqarah 2:11-12. Kemudian, “Jika mereka (masih) berpaling (juga), maka (ketahuilah) bahwa Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan”, QS Āli ‘Imrōn 3:63.

“Kebajikan (kebaikan) apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan perbuatan) dirimu sendiri”, QS an-Nisā’ 4:79. “Yang demikian itu karena sesungguh-nya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui, QS al-Anfal 8:53.


(Dia) Yang menciptakan mati dan hidup (manusia), untuk menguji kamu (selagi masih hidup), siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya (ibadah dan pekerjaannya), QS al-Mulk 67:2.



Nah, ini adalah tulisan yang ketiga. Tulisan pertama dapat dilihat dengan mengklik-> Pencemaran Danau Maninjau. Tulisan kedua dapat dilihat dengan mengklik-> Permasalahan Danau Maninjau, maka dengan alternatif-alternatif dan cara-cara seperti yang telah dipaparkan dari ketiga tulisan itu kita kerjakan bersama-sama hand-in-hand dari semua unsur yang terkait, maka secara total danau Maninjau akan aman dan tercegahlah serta terlindungi dari pencemarannya. Artinya ekosistim dan lingkungan hidupnya menjadi absolutely sehat, berkah, layak tinggal.

Danau Maninjau sungguh indah. Memukau siapapun orang yang tinggal disana, maupun para pengunjungnya, baik dari asal keturunan maupun parawisata. Suatu berkah yang tiada tara nilainya dari Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, yang tiada duanya. Semoga Allah memberkahi penduduk dan ekosistim lingkungan ranah salingka danau Maninjau. Billahi Taufiq wal Hidayah. □ AFM

Sumber:

ANTARA, Liputan 6, SCTV
http://smile-newspaper.blogspot.com/2012/09/danau-maninjau.html
Sumber-sumber lainnya.