(Dia, Allah) Yang
menciptakan mati dan hidup (manusia), untuk menguji kamu (selagi masih hidup),
siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya (ibadah dan pekerjaannya), QS
al-Mulk 67:2.
Pengantar
Danau Maninjau yang
terletak pada 0°19′LS 100°12′BT berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya
Kabupaten Agam dengan ketinggian 461,50 meter diatas permukaan laut. Luas
permukaan Danau Maninjau ± 99,5 km2 dengan luas daerah tangkapan
air mencapai 24.800 ha. Sementara kedalaman maksimum
mencapai ± 165 m. Secara garis besar, wilayah Danau Maninjau
ini dapat dibagi atas 2 yaitu: 1). Kawasan Danau Maninjau, merupakan
kawasan dalam punggung danau. 2). Kawasan pengaruh, merupakan
kawasan di luar punggung danau.
Bentuk Danau Maninjau memanjang dari
arah utara ke selatan dengan panjang ± 17 km dan lebar sekitar 8 km, danau ini
memiliki sebuah outlet alami yaitu Sungai Batang Antokan yang mengalir ke arah
barat. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa bagian tengah Gunung Maninjau
ditempati oleh kaldera dengan ukuran panjang ± 20 km dan lebar ± 8 km. Di dalam
Danau Maninjau ini terdapat beberapa buah pulau kecil dengan luas hanya ratusan
m2. Semakin kearah bagian selatan danau, kedalaman semakin tinggi dengan lereng
(slope) yang semakin curam. Titik-titik terdalam dari danau ini berada di
wilayah bagian selatan.
Hidrologi
Kondisi hidrologi
kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu air
permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau sebagaian besar
mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air Danau
Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang DAS yang
bermuara ke danau dan air hujan. Di kawasan danau
terdapat 88 buah sungai besar dan
kecil dengan lebar maksimum 8 meter yang mengalir ke danau.
Kebanyakan dari sungai tersebut (61,4%) kering pada waktu musim kemarau,
sedangkan sungai-sungai yang berair sepanjang tahun hanya 34 buah sungai.
Sungai-sungai tersebut mengalir dengan debit yang relatif kecil. Sungai-sungai yang
bermuara ke Danau Maninjau memiliki pola linier (lurus atau tidak bercabang),
sedangkan sungai di sebelah barat danau pada umumnya berpola dendritik
(bercabang). Dengan demikian maka inflow air Danau Maninjau sebagian besar
bersumber dari aliran sungai dan dari dasar danau.
Topografi
dan Tata Guna Lahan
Keadaan tutupan lahan
di kawasan Danau Maninjau sangat beragam, hal ini terjadi sebagai akibat
proses geologi dan geomorfologi yang terjadi dan
interaksi manusia dengan lingkungannya. Tutupan lahan dibagian
lereng kaldera Danau Maninjau yang curam didominasi oleh tanaman keras tahunan.
Sedangkan pada bagian lereng yang lebih landai dijumpai tanaman tahunan alami
dan tanaman kebun yang dibudidayakan oleh masyarakat seperti cengkeh, lada, jeruk,
pisang dan kayu manis. Pada kawasan yang datar di bagian utara, tutupan lahan
didominasi oleh padi sawah dan diselingi oleh palawija seperti cabe.
Secara keseluruhan, penggunaan tanah
hutan masih mendominasi (sekitar hampir 50%). Kemudian berturut-turut pemanfaatan
untuk kegiatan perkebunan (termasuk kebun campuran), dan sawah (perairan dan
tadah hujan). Total ketiga penggunaan tanah tadi masih mendominasi
penggunaan tanah disekitar Danau Maninjau. Sementara
itu pengguna tanah lainnya cukup menonjol dan cukup signifikan
perkembangannya adalah kegiatan permukiman, pariwisata, dan perikanan.
Perikanan kelihatannya yang cukup progresif dan Danau Maninjau di bagian
terbagi outlet Danau Maninjau menempati lahan yang cukup luas. Penggunaan lahan
di kawasan danau Maninjau terbagi dalam bentuk tegalan, sawah, hutan dan
pekarangan atau permukiman.
Fungsi
dan Manfaat Danau
Pemanfaatan sumber
daya air Danau Maninjau hingga saat ini terutama adalah untuk pembangkit
listrik tenaga air (PLTA Maninjau) dengan kapasitas terpasang sebesar 66 MW.
Selain sebagai penunjang utama sektor pariwisata di Kabupaten Agam, Danau
Maninjau juga dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan mata
pencaharian, berupa berupa kegiatan perikanan Kolam Jaring Apung (KJA) dan
Kolam Air Deras (KAD). Transek skematik kawah Maninjau, menunjukkan pola utama
penggunaan lahan di sekitar Danau Maninjau yang didominasi oleh hutan lindung
dan perkebunan.
Dari penelitian
yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Finlandia pada tahun
1992 – 1994 terhadap 19 buah danau alamiah di Indonesia diperoleh hasil bahwa
pada beberapa danau sudah mengalami masalah antara lain terjadi sedimentasi,
(berkurangnya kedalaman), berkurangnya volume, berkurangnya luas, terjadinya
pencemaran organik, berkurangnya populasi ikan bahkan beberapa jenis ikan
endemik hampir hilang.
Penggunaan Lahan
Penggunaan
lahan di sekitar dan dalam kawasan
Danau Maninjau ini antara lain dimanfaatkan untuk :
a). Permukiman.
Di sekitar kawasan Danau Maninjau ini banyak ditemui bangunan- bangunan
permukiman penduduk. Luas lahan permukiman dan kampung di sekitar kawasan danau
Kecamatan Tanjung Raya ini lebih kurang 1.000 ha. Pemanfaatan lahan bagi
permukiman, masih ditemukan ada rumah-rumah yang berada cukup dekat dengan
daerah tepian danau. Dari sisi kelayakan tata ruang dan keseimbangan lingkungan,
hal ini sangat tidak sesuai. Namun seiring dengan perluasan lahan bagi
permukiman penduduk, pembangunan permukiman ini sudah banyak yang berada cukup
jauh dari pinggir Danau Maninjau.
b). Hutan.
Luas kawasan hutan yang berada yang melingkari kawasan Danau Maninjau ini lebih
kurang 1.335 ha.
c). Perikanan Air Danau. Kegiatan perikanan merupakan salah satu aktifitas harian yang banyak dilakukan oleh penduduk di sekitar kawasan danau khususnya dan di Kecamatan Tanjung Raya umumnya. Kegiatan perikanan yang dilakukan ini baik menggunakan cara tradisional maupun dengan cara yang sudah cukup moderen. Kegiatan perikanan air danau yang cukup banyak dilakukan oleh penduduk di sekitar kawasan danau adalah perikanan keramba dan jaring apung, baik yang dilakukan dalam jumlah besar dan berkelompok maupun dalam skala kecil dan milik perorangan. Danau Maninjau memiliki fungsi ekologi, sosial dan ekonomi antara lain sebagai sumber plasma nutfah, tempat siklus hidup flora dan fauna, tempat penyimpanan kelebihanair, memelihara iklim mikro, sarana transportasi, sumber air bersih, kawasan resapan (DAS), daerah pariwisata, sumber energi daerah Sumbar dan Riau.
Daerah Danau Maninjau
memiliki potensi antara lain sebagai berikut:
● Kawasan Pariwisata (Wisata Alam dan Air, Sejarah dan Budaya).
● Budidaya Pertanian,
Perkebunan dan Peternakan.
● Budidaya Perikanan Air
Tawar.
● Sumber Energi Kelistrikan
(PLTA).
● Jasa Lingkungan lainnya.
d). Pertanian.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Agam, baik
berupa pertanian padi sawah maupun padi ladang. Tidak terkecuali pada lahan-
lahan di sekitar kawasan Danau Maninjau ini. Dengan kata lain kegiatan
pertanian di sekitar kawasan Danau Maninjau ini merupakan mata pencaharian
sebagian besar penduduk disini disamping sebagai sektor perikanan air tawar
(danau).
e). Pemanfaatan
Lahan Lainnya Pemanfaatan lain dari
lahan-lahan yang ada di sekitar Danau Maninjau ini adalah untuk sarana wisata,
dimana di bagian pinggir jalan yang melingkar Danau Maninjau ini banyak
dibangun bangunan pelayanan jasa wisata, hotel dan restoran yang ditujukan
untuk mendukung kegiatan wisata Danau Maninjau ini.
●●●
K
|
esan
Maninjau yang terletak di Kabupaten Tanjung Raya, Sumatera Barat bukan hanya
kampung halaman tempat nenek moyang berasal, tapi Maninjau adalah danau vulcanic
dengan pemandangan terindah, lihat Gambar-1. Apalagi jika melihat Danau
Maninjau dari kelok 44, Puncak Lawang, makin elok pemandangannya.
Tak hanya
pemandangan, Danau Maninjau juga kaya akan hasil perikanan dan sejenis kerang,
khas Maninjau. Banyak hasil danau yang hanya ada di Maninjau, seperti: Ikan Bada;
Ikan Rinuak; Kerang Pensi, lihat Gambar-2. Ikan Bada ada dua jenis. Bada basah
dan Bada masiak. Bada masiak yakni bada yang di asapi dengan daun kelapa. Ikan
Bada ini besarnya hanya setelunjuk tangan orang dewasa. Kemudian Ikan Rinuak.
Ikan Rinuak adalah ikan kecil yang panjangnya hanya 1 cm.
Selanjutnya sejenis kerang atau remis dimana orang Maninjau menyebutnya Pensi yaitu jenis kerang air tawar. Kerang Pensi ini sering disebut Pensi saja. Pensi ini adalah kerang mini namun lezat
rasanya, melebihi lezat kerang sejenis yang ada selama ini. Rinuak digoreng
atau dipalai (dipepes) amboi lamaknyo. Bada masaik, yakni Bada asap yang “tiado
duo lamak nyo”. “Apo lai dicampua balado merah”, rona merah campur ke
hitam-hitaman Bada masiak wah, “Salero tabiak yang indak bisa ditahan lai”,
“Mitou lalu, indak tasapo lai”, lihat Gambar-3.
Walupun kami dirantau tiap
tahun selalu saja mendapati Bada masaik ini. Kalau anak penulis datang. Kata
penulis: “Makannya sedikit-sedikit saja. Ikan ini ikan mahal, hanya raja-raja
saja yang bisa makan”. Bertanyalah anak penulis: “Siapa rajanya pap”. Jawab
penulis: “Ya Raja-nya, Papa sendiri” Demikian seloroh kami bersama anak dan
istri. Nah, semua hasil danau tersebut menjadi sumber lauk pauk penduduk dan
oleh-oleh bagi wisatawan, bahkan kami di rantau dapat bagian juga.
Sadar
akan potensi perikanan Maninjau, banyak penduduk yang mencari penghasilan dari
perikanan. Bermula dengan pesi, ikan bada dan rinuak kemudian penduduk setempat
mencari peluang bisnis untuk budidaya perikanan.
Keramba
Jaring Apung yang biasa disebut penduduk setempat dengan
"karamba jariang tarapuang" menjadi bisnis budidaya perikanan
di Maninjau. Keramba adalah sarana pemeliharaan ikan berbentuk persegi yang
terapung di air. Jenis ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan Nila dan Mas.
Keramba Danau Maninjau terbuat dari kerangka bambu (batuang) dengan media jaring.
Yang lainnya kerangka besi dengan media pelampung berupa drum plastik. Untuk
keramba batuang dibutuhkan 18 batang batuang sedangkan keramba besi dibutuhkan
16 drum. Ukuran keramba keseluruhan 6x6 meter dengan luas jaring 5x5 meter,
lihat Gambar 4.
Budidaya keramba dimulai dengan sterilisasi benih. Caranya dengan merendam dalam larutan Kalium Permanganat selama 15-30 menit. Setelah itu, tebarkan benih pada sawah pembibitan. Setelah 1 bulan pembibitan, tebarkan bibit ikan (biasanya berukuran 1 inchi - 2.5 cm) ke keramba. Penebaran bibit dilakukan pagi hari supaya ikan tidak kaget atau mati akibat perbedaan suhu. Lama budidaya ikan keramba sekitar 3-4 bulan sampai ikan siap panen. Selama pemeliharaannya, diberikan pakan berupa pelet selama 3 kali sehari: pagi, siang, dan malam.
Budidaya
keramba Maninjau sangat menguntungkan. Penduduk tidak khawatir dengan sempitnya
lahan tanah karena budidaya keramba dilakukan di danau. Modal budidaya keramba
juga tidak terlalu mahal. Budidaya keramba tidak hanya untuk konsumsi pribadi
dengan keluarga tapi juga dapat dijual dengan laba yang lumayan. Penjualannya
sampai ke luar Maninjau bahkan luar provinsi Sumatera Barat seperti Riau dan
Jambi.
Melihat
potensi bisnis budidaya keramba Maninjau, banyak pengusaha luar yang tertarik.
Saat ini, budidaya keramba justru lebih banyak milik pengusaha luar Maninjau
daripada penduduk setempat. Bahkan, keramba sudah over capacity. Jumlah
ideal keramba Maninjau 3.000 petak. Saat ini, jumlah keramba sudah lebih 30.000
petak. Dengan ini menjadikan Danau Maninjau sebagai lahan pertanian ikan dengan
ribuan keramba, lihat Gamar-5.
Kerambak Melebihi Daya Tampung Danau
Masalah
over capacity mengakibatkan berkurangnya keindahan wisata Danau
Maninjau. Selain itu, mengakibatkan berlebihnya jumlah pakan yang masuk ke
danau. Karena terlampau banyaknya pakan yang ditebar, ikan pun tak sanggup
memakannya. Sehingga seperlima dari pakan yang tidak dimakan ikan (sekitar
18.000 ton) mengendap di dasar danau sebagai sedimen kimia. Sisa pakan
mengakibatkan peningkatan kadar fosfat dan nitrogen sehingga menimbulkan
ledakan organisme mikro yang dapat menguras sumber daya oksigen. Para peneliti
menyebut kondisi tersebut menjadikan ekosistem air danau, mati.
Masalah
lain dari keramba Maninjau adalah peristiwa alam berupa angin atau hujan yang
membuat danau berombak dan membuat sedimen pakan menyebar ke permukaan.
Peristiwa tersebut disebut tubo. Tubo dengan sedimen yang
bertumpuk-tumpuk ini (sebenarnya secara alami dapat keluar melalui alirannya sungai Antokan) terhambat oleh bendungan PLTA, makanya luapan air dari dasar danau yang keluar kepermukaan air mengandung zat kimia dari sisa atau rembesan pakan makanan
ikan, sampah-sampah dari air sungai yang mengandung pestisida dan pupuk
kimia pertanian, serta sampah kotoran buangan dari rumah tangga dan hotel dan
penginapan, menambah parah ekosistim biota yang mengakibatkan kematian masal
ikan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.
Ribuan Ikan Mati Mendadak
Sebanyak sekitar 20
ton ikan budidaya milik petani keramba jaring apung di Danau Maninjau,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat, ditemukan mati, lihat Gambar-6. Cuaca buruk
angin kencang yang melanda beberapa hari terakhir dituding sebagai penyebabnya.
"Ikan mati karena angin kencang yang terjadi sejak Senin ini," ujar
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Agam, Ermanto, Selasa 27 Januari
2016.
Menurutnya, angin badai menyebabkan pembalikan arus di perairan danau. Angin Badai membuat endapan-endapan kotoran dan sisa-sisa pakan ikan, bahan kimia dan kotoran lainnya yang menumpuk di dasar laut terangkat ke permukaan meracuni dan mengurangi kadar oksigen air sehingga ikan mati. Angin kencang juga yang disebutnya menyebabkan seratusan Keramba Jaring Apung hancur sehingga isinya lepas dan berenang bebas di danau vulkanik tersebut.
"Ada sekitar 266 ton ikan yang
lepas. Terutama di Tanjung Sani, Maninjau dan Koto Malintang," ujarnya.
Ermanto memperkirakan, petani mengalami kerugian akibat ikan yang mati dan
lepas itu mencapai Rp 5,1 miliar.
Sebagian bangkai ikan masih mengapung di danau dan sebagian lain sudah dibuang. Akibat ini pasokan ikan nila dan mas untuk daerah Riau, Jambi, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat terganggu. Nelayan mengalami kerugian hingga Rp 10 miliar, lihat Gambar-7.
Sekitar 16,5 ton ikan
keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mati
mendadak akibat kadar oksigen berkurang di dasar perairan danau vulkanik itu
sejak 27 Januari hingga 3 Februari 2015. Ia menambahkan kematian ikan keramba
jaring apung ini merupakan yang pertama pada 2015. Sementara pada 2014 sebanyak
1.087,38 ton, pada 2013 sebanyak delapan ton, pada 2012 sebanyak 300 ton, pada
2011 sebanyak 500 ton dan 2010 sebanyak 500 ton.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam, Ermanto, di Lubuk Basung, Rabu, mengatakan bahwa sekitar 16,5 ton ikan ini mati mendadak di daerah Gasan dan Koto Kaciak dengan jumlah sekitar 10 unit keramba jaring apung.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Agam,
Ermanto di Lubuk Basung mengatakan selama tahun 2014, kerugian sekitar Rp 22,42
miliar ini berasal dari kerugian ikan mati sekitar 747,38 ton dari jenis nila
dan mas, karena harga ikan dipasaran sebesar Rp 30.000 perkilogram. Kematian
ikan mendadak ini, akibat kadar oksigen berkurang di perairan itu setelah curah
hujan tinggi disertai angin kencang.
Ia menambahkan, kerugian petani pada
2014 ini cukup besar dibandingkan pada 2013 sekitar Rp 200 juta dengan kematian
ikan sekitar delapan ton. Sementara pada 2012 sekitar Rp 6,6 miliar dengan
kematian ikan sekitar 300 ton.
Dibawah ini, Gambar-8, adalah data kematian
Ikan Masal di danau yang terjadi tahun 2009 sampai dengan 2011. Dengan demikian
hampir setiap tahun kematian Ikan Masal terjadi di danau Maninjau (disamping
kejadian tahun 2016, 2015, 2014, 2013, 2012 seperti dipaparkan diatas.)
Danau Maninjau Dan Cagar
Biosfer
M
|
enyikapi peristiwa, ketika masyarakat
Tanjung Raya menggugat pemerintah atas kerusakan lingkungan Danau Maninjau.
Dimana mereka menuntut Pemerintah Daerah Kabupaten Agam atas kerusakan, sawah,
kolam pinggir danau, kolam jala apung dan keramba mereka. Begitu juga atas
kerusakan lingkungan danau atas keberadaan PLTA.
Sebagai orang yang beriman dan beragama,
ketika dasar akidah kita telah mengatakan “tidak akan terjadi kerusakan dimuka
bumi, kecuali atas perbuatan mereka sendiri” begitu juga “tidak akan berubah
suatu kaum, kecuali atas usaha mereka sendiri”
Untuk mencari solusi kerusakan Danau
Maninjau tidak akan selesai dengan saling tuntut, apalagi kalaupun menang,
hasil ganti rugi akan dibagikan kepada masyarakat yang merasa dirugikan, lalu
kapan dan kemana nasib lingkungan Danau Maninjau yang rusak itu setelah kasus
ini dimenangkan (seandainya)?
Alangkah baiknya kita mencari solusi bersama,
usaha mengatasi kerusakan lebih lanjut dan berupaya memperbaiki kerusakan
tersebut. Sampai dimanalah dana Rp. 1 Triliun, kalaupun kita dedikasikan
seluruhnya untuk memperbaiki lingkungan Danau Maninjau, tidak akan begitu
berarti. Untuk itu, sebelum mencari solusi untuk jalan keluarnya, mari kita
lihat bagaimana kearifan penduduk Salingka Danau Maninjau tiga - dua dasawarsa
yang lalu.
Pola
penggunaan lahan
(a)
Pertanian
Daerah Maninjau didominasi hamparan
areal usahatani menetap, yang terdiri dari dua bentuk yang utama. Pertama,
budidaya padi pada sawah irigasi yang tersebar di teras danau dan dasar lereng,
meliputi 13 sampai 75% lahan pertanian pedesaan (atau 3,5 sampai 30% dari tanah
pedesaan). Produksi padi terutama untuk konsumsi sendiri, tetapi di beberapa
desa terdapat kelebihan yang dijual. Panen umumnya dilakukan sekali sampai tiga
kali setahun tergantung dari ketersediaan air dan tenaga kerja.
Di antara dua masa tanam sawah juga
ditanami sayuran seperti cabai, terong, dan mentimun. Kedua, kebun pepohonan
campuran berupa agroforest yang terletak pada lereng-lereng di antara desa dan
kawasan hutan lindung. Kebunkebun ini oleh penduduk Maninjau disebut parak,
mencakup 50 sampai 88% keseluruhan lahan pertanian (13 sampai 33% dari
keseluruhan lahan). Parak memiliki keanekaragaman spesies dan kerapatan pohon
yang tinggi serta struktur vertikal yang kompleks dan berlapis-lapis.
Agroforest parak menghasilkan aneka
hasil hutan baik untuk dijual maupun untuk kebutuhan rumah tangga termasuk kayu
bangunan, kayu bakar, dan hasil-hasil non kayu seperti buah dan sayuran hutan,
obat, dan lain-lain. Parak ditanami juga dengan tanaman pertanian komersil
seperti kulit manis, pala, kopi, dan buah buahan, serta tanaman musiman seperti
cabai, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.
Pola produksi dan regenerasi spesies
mirip dengan yang terjadi pada ekosistem hutan alam, campur tangan manusia
hanya terbatas pada pemetikan hasil dan aktivitas penanaman dan perawatan
sebagian kecil spesies saja. Selain parak ada juga kebun pekarangan di sekitar
pemukiman yang merupakan komponen minor kawasan budidaya, tetapi tidak semua
rumah memiliki kebun pekarangan. Lahan pekarangan umumnya ditanami tanaman hias
(di muka rumah) dan pohon buah-buahan komersil yang karena alasan keamanan
tidak ditanam di lereng.
Ternak yang umum dipelihara adalah ayam
dan domba atau kambing. Di beberapa desa juga dipelihara kerbau untuk
dipekerjakan di sawah. Lereng-lereng daerah Maninjau didominasi dua bentuk
sistem usahatani utama, yakni sawah beririgasi yang meliputi 13-50% lahan
pertanian pedesaan dan agroforest parak yang mencakup 50-88% lahan pertanian
pedesaan. Agroforest parak pada umumnya didominasi pohon durian, memiliki
keanekaragaman spesies dan kerapatan pohon yang tinggi, serta struktur vertikal
yang kompleks dan berlapis-lapis.
(b)
Hutan
Tidak ada hasil hutan yang diambil
penduduk dari hutan alam, kayu untuk bangunan dan kebutuhan umum tersedia di
kebun. Sebagian besar hutan alam berada di atas ketinggian 900 m dpl pada
lereng-lereng yang sangat terjal yang berstatus kawasan hutan lindung yang
dikuasai pemerintah. Penetapan status sebagai kawasan hutan lindung dimulai
sejak zaman kolonial Belanda, tetapi batas-batas kawasan telah sedikit
dimekarkan mulai beberapa tahun yang lalu oleh petugas kehutanan untuk tujuan
perlindungan hutan. Menurut undang-undang, pengambilan kayu dan rotan dari
dalam kawasan hutan dilarang keras.
(c)
Danau
Danau dimanfaatkan untuk usaha
penangkapan ikan terutama di bagian selatan dan barat kawah. Ikan ditangkap untuk
konsumsi sendiri dan dijual di pasar-pasar setempat. Jenis ikan khas danau
Maninjau, yaitu bada, rinuak dan satu spesies remis kecil (pensi) dijual ke
luar desa.
Keadaan
Sekarang
Begitulah sekilas tentang kehidupan
masyarakat salingka Danau Maninjau sampai tahun 80 an. Danau belum begitu
diekploitasi. Mungkin generasi tersebut tahu, bahwa Danau Maninjau memiliki
keterbatasan, sehingga tidak dapat di bebani sebagai pegangan kehidupan.
Seiring berjalannya waktu, hasil
perkebunan bukan primadona lagi, maka Danau Maninjau menjadi sasaran empuk
untuk di eksploitasi. Sekarang sebagaiman diketahui, keramba jala apung telah
membebani Danau, pernahkan pengusaha kita itu melakukan AMDAL sebelum menambah
dan menambah KJA? Sedangkan ketika PLTA didirikan, telah dilakukan kajian AMDAL
yang matang.
Sudahkan kita mengembangkan semua itu
dengan memperhitungkan daya dukung Danau itu sendiri? Karena ikan itu perlu
bernafas, sudah mendukungkah kadar oksigen dalam air danau untuk kapasitas ikan
yang semakin hari semakin bertambah, baikkah pakan yang diberikan untuk
lingkungan, karena pakan yang diberikan adalah hasil pengolahan kimia, dll.
Banyak memang masalah, dan kajianpun
selama ini cenderung tidak menyeluruh, tergantung kepada siapa yang “mengorder”
si peneliti, tapi yang pasti dari fakta dan dari sudut pandang orang awam saja,
mari kita kaji sedikit masalah di danau yang kita banggakan ini.
1.
Sistem pertanian yang dilakukan telah begitu optimal, dengan menggunakan pupuk,
racun dll, kalau dilihat semua jalur air salingka Danau bermuara ke danau ini,
maka dapat dibayangkan berapa banyak sisa-sisa pupuk, racun dana bahan kimia
lainnya dari usaha pertanian yang telah menumpuk di dalam Danau tersebut?
2.
Pengembangan KJA yang begitu intensif, dengan menggunakan pakan bauatan, yang
sangat diyakini, tidak akan termakan seluruhnya oleh ikan, maka sudah berapa
pula yang tertumpuk di dasar danau?
3.
Belum lagi limbah manusia, yang semakin banyak di salingka danau maninjau
ini.
Melihat hal diatas, maka alangkah
baiknya kita menyarankan dengan beberapa pertimbangan:
1. Keunikan asal muasal Danau Maninjau
alamnya (yang merupakan Danau Vulkanik), 2. Memiliki banyak spesies lokal yang endemic,
3. Sekeliling Danau Maninjau yang rawan bencana alam, 4. Tidak adanya dana
untuk memperbaiki kerusakan, 5. Kurangnya sarana prasarana dan personil, 6.
Sekeliling Danau Maninjau telah berstatus Hutan Lindung.
Alangkah baiknya pengembangan dan
pembangunan di danau Maninjau untuk dapat dibatasi, tidak harus dikembangkan
sebagaimana daerah yang yang lingkungannya mendukung untuk dieksploitasi secara
besar-besaran. Kami mengusulkan untuk Kecamatan Tanjung Raya ini dijadikan
Cagar Biosfer saja, karena dengan dijadikan cagar biosfer, pemerhati dan banyak
stakholder akan memberikan perhatian kepada Danau Maninjau ini, sehingga
pendanaan dan sarana prasarana akan lebih mudah didapatkan.
Cagar Biosfer adalah situs yang
ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO untuk
mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan,
berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal.
Sebagai kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara ● pembangunan ekonomi, ● pemberdayaan masyarakat dan ● perlindungan lingkungan, melalui
kemitraan antara manusia dan alam, cagar biosfer adalah kawasan yang ideal
untuk menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah kepada
pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional.
Sinergi
Budidaya Ikan dan Parawisata
Kegiatan
budidaya ikan di danau Maninjau dengan menggunakan keramba jaring apung
(KJA) dimulai dengan uji coba pada tahun 1992. Ternyata uji coba tersebut
berhasil, sehingga menarik minat masyarakat dan pengusaha untuk berusaha
budidaya ikan dengan KJA. Dari tahun ke tahun peminat usaha budidaya ikan
semakin banyak, sehingga unit KJA yang ditempatkan di danau Maninjau
semakin banyak. Setelah usaha budidaya ikan itu dilaksanakan selama 5 tahun,
maka pada tahun 1997 pertama kali bencana kematian ikan massal terjadi sampai
ratusan ton.
Semula
pembudidayaan menduga kematian ikan itu disebabkan oleh racun belerang, hal ini
mengingat danau Maninjau adalah danau yang berasal dari letusan gunung
berapi. Kalau racun itu berasal dari belerang harus terjadi setiap tahun, oleh
sebab itu seperti terjadi di tempat lain yaitu seperti di danau buatan (dam)
Cirata terjadi kematian ikan yang terutama disebabkan oleh penumpukan kotoran
ikan yang berlangsung bertahun tahun. Di danau Maninjau dengan kekuatan angin
darek (darat), kotoran ikan dan rembasan pakan dari jaring serta buangan aliran
sungai yang mengandung pestisida, zat kimia dari pupuk, detergent dan sampah lainnya
dari dasar danau terangkat ke permukaan sehingga mematikan ikan.
Walaupun
kematian ikan yang dibudidayakan terjadi setiap tahun, tidak menyebabkan para
pembudidaya ikan putus asa dan berhenti berusaha. Hal ini menunjukkan mungkin
setelah dihitung masih menguntungkan atau pembudidaya masih punya modal kerja
untuk tetap melaksanakan usaha. Setelah cuaca tenang, para pembudidaya
ikan yang biasanya dimulai oleh kelompok perempuan melaksanakan usaha budidaya
ikan kembali. Keputusan untuk melaksanakan usaha kembali adalah perempuan
sebagai istri dan pengelola keuangan keluarga, sedangkan bapak-bapaknya masih
stres karena kegagalan usaha.
Apabila
kematian ikan yang dibudidayakan di danau Maninjau tidak dihindarkan atau
dicegah maka kematian ikan akan terus terjadi setiap tahun. Kejadian ini
merupakan suatu pemborosan modal usaha dan lama kelamaan simpanan modal usaha
akan habis, sehingga pembudidaya dan keluarganya akan jatuh miskin. Akibat lain
dari kematian ikan di danau yang tidak ditangani secara tuntas membuat
lingkungan tidak nyaman, karena bau busuk menyebar ke sekeliling
danau. Sedangkan di pinggir danau terdapat hotel dan restoran tempat menginap
dan makan para wisatwan. Bau busuk ikan ini berdampak terhadap berkurangnya
minat wisatawan untuk berkunjung ke danau Maninjau.
Kematian
ikan terjadi secara beraturan yaitu pada akhir tahun (sekitar Desember) dan
awal tahun (sekitar Januari) yaitu pada saat datang angin kencang seperti
badai, kalau di laut disebut angin barat. Oleh sebab itu kematian ikan di danau
dapat dihindari dengan tidak membudidayakan pada bulan bulan datang angin
kencang. Jadwal usaha budidaya ikan di danau Maninjau dalam setahun cukup 8
bulan saja, sedangkan 4 bulan untuk istirahat atau usaha lain. Dengan
mengistirahatkan danau dari usaha budidaya ikan, maka lingkungan air danau
kembali bersih dan udara sekitar danau kembali segar dan sejuk, sehingga tidak menggangu
kegiatan pariwisata.
Kematian
ikan juga bisa dicegah dengan cara pembuangan kotoran ikan dan sisa pakan serta
zat hara dan kimia lainnya secara terus menerus dengan penggelontoran air
deras. Pada waktu sebelum ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Maninjau
yang diresmikan tahun 1983, penggelontoran alami terjadi lewat muara danau
Batang Antokan. Dengan adanya PLTA Maninjau kekuatan penggelontoran berkurang,
oleh sebab itu tanpa mengganggu kinerja PLTA Maninjau, penggelontoran yang ada
harus dapat membuang kotoran ikan yang mengendap di dasar danau. Teknik yang
dapat diterapkan yaitu teknik siphon dimana air yang keluar dari danau membawa
kotoran ikan secara terus menerus.
Untuk
dapat melaksanakan penghindar dan pencegah kematian ikan di danau Maninjau,
perlu temu usaha para pemangku kepentingan (stake
holder) yaitu duduk bersama untuk bermusyawarah. Hasil dari musyawarah
berupa kesepakatan yang akan dijadikan dasar untuk membuat peraturan daerah
(PERDA). Para pemangku kepentingan itu: 1) Kelompok pembudidaya, 2) Para
pedagang sarana produksi, 3) Para pedagang ikan grosir, 4) Kelompok pengusaha
hotel dan restoran (PHRI), 5) Otoritas PLTA Maninjau, 6) Pemda Kabupaten Agam.
Musyawarah ini penting untuk mencegah komplik sosial yang akan merugikan semua pihak.
Penutup
Oleh
karena falsafah hidup orang Minangkabau menyebutkan “Adaik Basandikan Sara,
Sara Basandikan Kitabullah”, maka kami kutipkan ayat-ayat dari Kitab Allah
tersebut yang berkaitan dengan masalah “musibah” yang menimpa Danau Maninjau dan penduduk sekeliling yang
hidup disana. Dan juga ayat-ayat itu sebagai peringatan dan sekaligus jalan
keluar mengatasinya, lihat Gambar-9.
Mari berkontemplasi, dan setelah itu, baru
dapat memahaminya dengan sebetul-betulnya oleh kita sebagai orang Minang baik
yang tinggal di kampung dan yang berada dirantau - diaspora. Dan setelah itu aplikasikan
ajaran Kitab Allah (Kitabullah) dengan tanpa pamrih untuk kepentingan kita bersama, ayat-ayat mana telah tertulis sebagai
berikut:
A’ūdzu
billāhi minasy syaithōnir rajīm. Bismillāhir rahmānir rahīm.
Dan
apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab:
“Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah,
“Sesunggahnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak
menyadarinya,” QS Al-Baqarah 2:11-12. Kemudian, “Jika mereka (masih) berpaling
(juga), maka (ketahuilah) bahwa Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat
kerusakan”, QS Āli ‘Imrōn 3:63.
“Kebajikan
(kebaikan) apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa
pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan perbuatan) dirimu sendiri”, QS an-Nisā’
4:79. “Yang demikian itu karena sesungguh-nya Allah tidak akan mengubah suatu
nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa
yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui, QS al-Anfal 8:53.
(Dia) Yang
menciptakan mati dan hidup (manusia), untuk menguji kamu (selagi masih hidup),
siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya (ibadah dan pekerjaannya), QS
al-Mulk 67:2.
Nah, ini adalah
tulisan yang ketiga. Tulisan pertama dapat dilihat dengan
mengklik-> Pencemaran Danau Maninjau. Tulisan kedua dapat dilihat dengan
mengklik-> Permasalahan Danau Maninjau,
maka
dengan alternatif-alternatif dan cara-cara seperti yang telah dipaparkan dari
ketiga tulisan itu kita kerjakan bersama-sama hand-in-hand dari semua unsur yang terkait, maka secara total danau Maninjau akan aman dan tercegahlah
serta terlindungi dari pencemarannya. Artinya ekosistim dan lingkungan hidupnya
menjadi absolutely sehat, berkah, layak
tinggal.
Danau Maninjau
sungguh indah. Memukau siapapun orang yang tinggal disana, maupun para pengunjungnya,
baik dari asal keturunan maupun parawisata. Suatu berkah yang tiada tara nilainya
dari Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, yang tiada duanya. Semoga Allah memberkahi penduduk dan ekosistim lingkungan ranah salingka danau
Maninjau. Billahi Taufiq wal Hidayah.
□ AFM
Sumber:
●ANTARA,
Liputan 6, SCTV
●http://smile-newspaper.blogspot.com/2012/09/danau-maninjau.html
●Sumber-sumber
lainnya.