KATA PENGANTAR
Salah
satu sebab hancurnya Daulah Umayyah adalah karena menyerahkan urusan bukan pada
ahlinya. [Catatan Sejarah]
M
|
engambil pelajaran sejarah amat penting, karena
sejarah bukanlah sekedar catatan-catatan yang ditulis kemudian menghafalnya.
Melainkan menjadi pelajaran bahkan peringatan bagi orang yang paham arti
sejarah. Biasanya sejarah dulu kala bisa berulang lagi, kalau tidak diwaspadai,
terutama sejarah yang membuat terpuruknya suatu bangsa.
Keterpurukan itu terjadi bukan dengan
sendirinya, melainkan karena salah urus, menejemen pemerintahannya tidak
berjalan baik karena bukan ahlinya. Dan faktor-faktor negatif lainnya dalam
memahami arti keadilan, kejujuran, niat, sumpah, janji dst. Yaitu hal yang
menyangkut dengan masalah akhlak atau moral integritas dalam memimpin.
Sementara mayoritas penduduknya ‘masa bodoh’ atau seperti ‘kerbau dicucuk
hidungnya’. Kemana tuannya pergi, ia turuti saja yang penting dapat ‘makan’.
Kemana angin bertiup, kesana mereka mengarah. Nah, maukah kita berperilaku seperti
itu?
Dasar atau bahan tulisan ini diambil dari al-Ustadz
Muhammad Rijal, Lc diantara banyak sumber-sumber lainnya sabagai bahan penulisan
tajuk diatas, dipelajari pula. Semoga apa yang dituliskan ini menjadi pelajaran yang sangat
berharga bagi generasi milenial ke-3 menghadapi masa depan dalam menata
kehidupan sosial bermasyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Jangan
terpuruk, melainkan berantisipasi tumbuh maju, berkembang yang membentuk
peradaban “Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun
Ghofur”.
PETAKA RUWAIBIDHAH
Fenomena Zaman Berulang
M
|
ari ikuti uraian ini yang terlebih dahulu
mengetengahkan sebuah Hadits Nabi yang bertalian dengan apa yang kita bahas
dari tajuk seperti tersebut diatas. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ؛ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ.
قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الرَّجُلُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Artinya:
“Sungguh, akan datang kepada manusia tahun-tahun yang sangat menipu. Para
pendusta pada zaman itu dianggap sebagai orang yang jujur, sementara orang yang
jujur dianggap pendusta. Para pengkhianat pada zaman itu dipercaya, sementara
orang-orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada zaman itu pula Ruwaibidhah banyak berbicara.” Rasulullah pun ditanya,
“Siapa Ruwaibidhah, wahai Rasulullah?” Beliau
kemudian menjawab, “Orang dungu yang membicarakan urusan manusia.”
Makna Hadits [1]
Dalam Hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mengabarkan akan datangnya tahun-tahun yang disifati beliau dengan سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ, tahun-tahun yang
sangat menipu. Masa itu disifati demikian karena kondisinya benar-benar
terbalik, sebagaimana ditafsirkan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Saat itu, yang benar tampak batil
(salah), sebaliknya kebatilan tampak sebagai kebenaran. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda yang artinya:
“… (1) Para pendusta di zaman itu
dianggap sebagai orang yang jujur, (2) orang yang jujur dianggap pendusta. (3) Para
pengkhianat di zaman itu dipercaya, (4) orang-orang yang amanah dianggap
pengkhianat….”
Inilah empat hal yang akan terjadi pada zaman
tersebut. Beliau juga menyebutkan yang kelima:
وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ
Artinya:
“… pada zaman itu Ruwaibidhah banyak
berbicara….”
Para sahabat lalu menanyakan tentang siapa Ruwaibidhah. Beliau Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab:
الرَّجُلُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Artinya:
“… Orang dungu yang membicarakan urusan manusia.”
Pada sebagian riwayat Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
menjelaskan tentang siapa mereka.
الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Artinya:
“Orang yang sangat fasik (lagi hina), membicarakan urusan publik (umum).”
Menjelaskan makna Ruwaibidhah,
al-Imam al-Baghawi berkata dalam Syarhus
Sunnah (1/12): “Ruwaibidhah secara
bahasa adalah bentuk tashghir
(pengecilan/perendahan) dari kata ar-Rabidhah,
maknanya adalah penggembala kambing. Rabidh sendiri
bermakna kambing/domba.”
Nubuat Nabi Muhammad SAW
Dalam Hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mengabarkan kepada kita berita gaib (nubuat),
yaitu beberapa hal yang akan terjadi di akhir zaman. Kabar beliau ternyata benar-benar
terjadi, ini disebut nubuat - tanda
kenabiannya. Berita-berita seperti ini termasuk tanda dan bukti kenabian beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan
betapa banyak yang serupa.
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam memang tidak mengerti perkara gaib. Itulah
keyakinan Ahlus Sunnah. Kita meyakini hanya Allah ‘Azza wa Jalla lah yang mengetahui perkara gaib. Akan
tetapi, Allah ‘Azza wa Jalla
mewahyukan sebagian perkara gaib kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلَىٰ غَيۡبِهِۦٓ أَحَدًا ٢٦ إِلَّا مَنِ ٱرۡتَضَىٰ مِن رَّسُولٖ فَإِنَّهُۥ يَسۡلُكُ مِنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ رَصَدٗا ٢٧
Artinya:
“(Karena Dia) Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa
pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhoi-Nya, maka
sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di
belakangnya.” [QS
Al-Jinn 72:26-27]
Perhatikan fenomena di zaman kita. Betapa
sesuainya keadaan zaman ini dengan berita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Betapa
banyak orang jujur lagi mulia yang didustakan. Banyak pula para pendusta yang
ucapannya dianggap kebenaran. Sebagaimana sabda beliau:
يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ
Artinya:
“… para pendusta di zaman itu dianggap sebagai orang yang jujur, sementara
orang yang jujur dianggap pendusta….”
Mungkin contoh nyata yang bisa kita saksikan
adalah perlakuan ahlul bid’ah kepada ulama-ulama Ahlus Sunnah. Sosok al-Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah,
imam Ahlus Sunnah wal Jamaah, murid terkemuka al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, diperlakukan demikian
kasar. Beliau disiksa, dipenjara, bahkan hendak dibunuh.
Apa sebab beliau disiksa? Ternyata karena beliau
sedemikian gigih mempertahankan kebenaran, mempertahankan akidah Ahlus Sunnah.
Beliau mempertahankan keyakinan bahwa al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah
‘Azza wa Jalla), bukan makhluk. Al-Qur’an
adalah kalamullah, sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab, as-Sunnah, dan ijma’.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَإِنۡ أَحَدٞ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ أَبۡلِغۡهُ مَأۡمَنَهُۥۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَوۡمٞ لَّا يَعۡلَمُونَ ٦
Artinya:
“Dan jika di antara musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah agar dia dapat mendengarkan firman Allah, kemudian antarkanlah dia
ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum
yang tidak mengetahui.” [QS At-Taubah 9:6]
Kebenaran mana yang melebihi kebenaran firman-firman
Allah ‘Azza wa Jalla dalam al-Qur’an?
Kejujuran mana yang melebihi sabda-sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam? Namun, pada zaman al-Imam
Ahmad rahimahullah kebenaran ini
didustakan dan ditolak.
Demikian pula keadaan ulama Ahlus Sunnah di
zaman ini, semisal asy-Syaikh al-Albani, asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali, dan
masyayikh Ahlus Sunnah lainnya. Ucapan-ucapan mereka yang penuh hikmah
didustakan. Nasihat-nasihat mereka memperingatkan umat dari kesyirikan dan
penyerunya, kebid’ahan dan pengusungnya dianggap sebagai kedunguan, ghibah, dan
memecah belah umat. Padahal maksud mereka adalah memberi nasihat yang tulus
bagi umat.
Mereka, ulama Ahlus Sunnah yang penuh kejujuran
dan semangat justru dicela dan dipojokkan dengan tuduhan-tuduhan yang jauh dari
kenyataan. Mereka penuh kejujuran, namun didustakan oleh penyeru kesyirikan,
pengusung kebid’ahan dan kesesatan.
Sebaliknya, banyak para pendusta, tokoh-tokoh
penyesat, pembawa panji-panji kesyirikan, kebid’ahan dan pemikiran-pemikiran
sesat, ucapan mereka justru dibenarkan.
Melalui berbagai media cetak dan elektronik,
tokoh-tokoh pendusta diorbitkan. Dengan seenaknya mereka melecehkan sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
mengolok-olok agama Islam. Ucapan mereka yang sedemikian keji dianggap sebagai
sebuah kebenaran hanya karena dia menyandang gelar profesor doktor. Sejatinya,
dia hanyalah pendusta, dajjal yang penuh dengan kehinaan.
Ucapan mereka seakan-akan kebenaran.
Sesungguhnya mereka memutarbalikkan fakta. Tersebarlah kedustaan di tengah umat
ini dan dianggap sebagai sebuah kebenaran yang harus diterima secara mutlak.
Rasulullah SAW, Sosok Penyayang
Siapa pun yang merenungi hadits ini akan melihat
betapa sayang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam kepada umatnya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ ١٢٨
Artinya:
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” [QS At-Taubah 9:128]
Bukti kasih sayang beliau sangat banyak. Demi
Allah, semua perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam adalah bukti kasih sayang beliau.
Mungkin Anda masih ingat, suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
shalat. Sedianya beliau ingin memperlama bacaan, tiba-tiba terdengar tangisan
anak kecil. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
pun menyegerakan shalatnya. Beliau mengurungkan niat untuk memperlama bacaan
sebagaimana kebiasaan beliau.
Beliau sangat khawatir ibu sang bocah ikut
shalat bersama beliau, sehingga kegelisahan menimpanya di tengah shalat. Beliau
tidak ingin kegelisahan menimpa ibu dan sang bocah.
Di antara bentuk kasih sayang beliau adalah
semangat beliau memperingatkan umat dari segala kejelekan yang beliau ketahui,
seperti Hadits yang sedang kita telaah.
Beliau mengabarkan keadaan zaman sepeninggal
beliau. Beliau menyebutkan suatu zaman yang demikian besar fitnahnya. Semua itu
adalah kasih sayang beliau agar umat bersiap dan mengantisipasi dalam menghadapi
kejelekan bila tiba.
Hikmah Peringatan Akhir
Zaman
Hadits ini bukan satu-satunya Hadits yang
berbicara tentang kejelekan di akhir zaman.
Alhamdulillah, semua Hadits yang dibutuhkan umat
untuk mengenal kejelekan akhir zaman terjaga dalam kitab-kitab Ahlul Hadits,
kitab-kitab shahih, sunan, musnad, dan Kitab Hadits lainnya yang semestinya
kita buka dan telaah.
Peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari
berbagai kejelekan di akhir zaman memiliki faedah-faedah besar, di antaranya menambah
keimanan.
Orang yang membaca berita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
tentang fitnah akhir zaman, kemudian mendapatkan kebenaran sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tentu
kebenaran berita tersebut akan menambah keimanannya.
Arti atau maksudnya dari nubuat Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bagi seorang
mukmin akan lebih waspada (mengantisipasi) dari berbagai kejelekan, kemudian
segera menyiapkan berbagai upaya untuk menghadapi kejelekan tersebut sesuai
bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Seorang mukmin semakin meyakini akan datangnya
Hari Kiamat ketika menyaksikan tanda-tandanya bermunculan sebagaimana
dikabarkan. Tanda-tanda hari kiamat akan mengingatkan orang-orang yang lalai
untuk bersegera menuju ampunan Allah ‘Azza wa
Jalla dan keridhaan-Nya.
PETAKA RUWAIBIDHAH
R
|
uwaibidhah adalah orang yang fasik lagi hina,
pendosa, dan jahil. Namun, dengan lancang mereka memosisikan diri untuk
membicarakan masalah umat. Apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kabarkan dalam Hadits ini
benar-benar terjadi. Ruwaibidhah bermunculan
berbicara tentang urusan umat.
Betapa banyak manusia dungu dan jahil dalam
urusan agama dengan lancang berbicara dan berfatwa di tengah halayak. Bisa
dibayangkan betapa besar kerusakan yang menimpa umat manusia ketika orang
seperti mereka membicarakan urusan yang bukan kapasitasnya.
Dengan entengnya Ruwaibidhah
berbicara tentang agama tanpa ilmu, Dengan seenaknya mereka bicara urusan darah
kaum muslimin. Dengan serampangan mereka berbicara jihad. Muncullah berbagai
kerusakan yang kita saksikan saat ini seperti fenomena takfirul hukkam wal muslimin (pengkafiran
atau pelecehan terhadap penguasa dan kaum muslimin) dan pemikiran lainnya.
Dengan fatwa-fatwa yang tidak bertanggung jawab,
Ruwaibidhah melecehkan para penguasa dan
masyarakatnya. Dengan dalih jihad mereka membunuh orang kafir yang tidak boleh
dibunuh, bahkan orang muslim pun tidak luput menjadi korban kejahatan mereka.
***
Tidak diragukan - wallahu a’lam - bahwa Ruwaibidhah
termasuk golongan ashaghir yang
disebutkan dalam Hadits Abu Umayyah al-Jumahi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الْأَصَاغِرِ
Artinya:
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah diambilnya ilmu dari ashaghir (orang-orang kecil/muda).” [HR
ath-Thabarani, dinyatakan sahih dalam Shahih al-Jami’]
Para ulama menerangkan, di antara makna ashagir adalah ahlul bid’ah. Ya,
ahlul bid’ah, dijadikan sebagai rujukan ilmu. Jika urusan umat dipegang oleh
para ulama, orang-orang yang mumpuni dalam ilmu dan berumur, harapkanlah
kebaikan. Sebaliknya, jika yang berbicara dan dijadikan rujukan adalah
orang-orang fasik lagi jahil, kejelekan akan menimpa umat ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لاَ يَقبِضُ الْعِلمَ انتِزَاعًا يَنتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤَسَاءَ جُهَّالاً، فَسُئِلُوا فَأَفتَوْا بِغَيرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Artinya:
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla
tidak akan mencabut ilmu dari
umat manusia dengan sekali cabut. Akan tetapi, Dia akan mencabut dengan
mematikan para ulama (ahlinya). Sampai apabila Dia tidak menyisakan seorang
alim, umat manusia akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai
pimpinan-pimpinan mereka. Mereka ditanya (oleh umatnya) lantas menjawab tanpa
ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” [Muttafaqun ‘alaih]
Ibnu Qutaibah rahimahullah
berkata, “Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama yang menjadi ulama
(panutan) mereka adalah masyayikh
(orang-orang yang tua, baik dalam hal ilmu maupun usia), bukan
orang-orang yang masih muda. Sebab, orang yang telah berumur, telah hilang
darinya sifat kekasaran, main-main, dan ketergesa-gesaan (yang biasa ada) pada
anak muda.
Orang yang tua juga penuh dengan pengalaman
dalam urusannya. Karena itu, ilmunya tidak tercampur dengan kerancuan
(syubhat), tidak pula hawa nafsu menyimpangkannya, tidak pula mudah
dijerumuskan setan.
Adapun kaum muda, seringkali hal-hal tersebut
menimpanya - yang kaum tua selamat darinya. Apabila hal itu terjadi, kemudian
ia berfatwa, sungguh dia akan binasa dan membinasakan.”
Dahulu, salaf kita bersedih ketika melihat orang
jahil berbicara memberi fatwa. Lantas apa pendapat Anda jika mereka menyaksikan
rusaknya zaman kita ini? Semua orang bebas berbicara, bahkan berfatwa.
Sebebas-bebasnya, tanpa batas.
Ibnu Abdil Barr al-Andalusi rahimahullah meriwayatkan dalam Jami Bayani Ilmi fa Fadhluhi melalui jalan Abdullah
bin Wahb, dari al-Imam Malik, beliau berkata yang artinya:
Seorang
mengabarkan kepadaku: Suatu saat aku masuk menemui Rabi’ah bin Abdur Rahman.
Ketika itu beliau sedang menangis. Aku pun bertanya, “Apa yang membuatmu
menangis?”
Rabi’ah
bertambah tangisnya. Aku bertanya kembali, “Apakah ada musibah yang menimpamu?”
Rabi’ah
menjawab, “Tidak, (bukan karena itu aku menangis). Akan tetapi, saat ini orang
yang tidak berilmu dimintai fatwa, dan muncullah perkara besar dalam Islam.
Sungguh, sebagian dari mereka yang berfatwa (tanpa ilmu itu) lebih pantas untuk
dipenjara daripada para pencuri!”
Mari kita kuatkan semangat mendidik diri kita
dan generasi kita dengan ilmu al-Kitab dan as-Sunnah. Tuntutlah ilmu al-Kitab
dan as-Sunnah sebelum ilmu dicabut dengan wafatnya para ulama.
Bekali generasi kita untuk menghadapi
tahun-tahun yang memilukan dengan al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman salaf
umat ini. Tidak ada benteng yang kokoh kecuali dengan berpegang teguh dengan
keduanya.
Allahul musta’an.
PENUTUP
T
|
anda-tanda dari Petaka Ruwaibidhah telah
dijelaskan seperti tersebut diatas atas perjalan sejarah dari suatu bangsa.
Yaitu salah urus atas ketidak mampuan dari kepengurusannya. Atau karena tidak adanya akhlak atau moral integritas yang mumpuni. Atau pula disebabkan keduanya tidak memadai. Inilah yang disebut Rawaibidhah.
Adanya Petaka Ruwaibidhah yang mesti kita antisipasi sebelum terlambat, kalau
tidak anak bangsa itu sendiri akan mengalami petakanya. Maukah kita seperti
itu? Kalau tidak! Mari kita sebagai anak bangsa melakukan upaya terbaik selaku “agent of change” dan “agent of development” agar bangsa ini
selamat dan maju.
Maju sebagaimana yang dicita-citakan dari
kemerdekaan RI dari penjajah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD
45 yang menyebutkan: “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian dari pada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM
CATATAN:
[1]
Tahkrij Hadits
Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan oleh
al-Imam Ibnu Majah dalam as-Sunan
no. 4042. Diriwayatkan pula oleh Abu Abdillah al-Hakim dalam al-Mustadrak (4/465, 512), Ahmad
bin Hanbal dalam al-Musnad (2/291).
Semuanya melalui jalan Abdul Malik bin Qudamah, dari Ishaq bin Abil Furat, dari al-Maqburi, dari sahabat Abu
Hurairah, Abdur Rahman bin Shakhr ad-Dausi radhiallahu
‘anhu.
Sanad
ini dha’if (lemah) karena di dalamnya
ada Abdul Malik bin Qudamah, seorang yang dha’if (lemah).
Demikian adz-Dzahabi dalam Mizanul
I’tidal menukilkan perkataan sejumlah ulama yang mendha’ifkannya.
Dalam
sanad ini ada illat (cacat)
lain, yaitu Ishaq bin Bakr.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata tentangnya, “Majhul (tidak dikenal).”
Meskipun
demikian, hadits ini bisa dikuatkan karena diriwayatkan melalui jalan lain.
Al-Imam
Ahmad dalam al-Musnad (2/338)
meriwayatkan hadits ini melalui jalan dua guru beliau, Yunus dan Suraih. Keduanya meriwayatkan dari Fulaih bin Sa’id, dari Ubaidillah bin Sabbaq, dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قَبْلَ السَّاعَةِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ يُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ
Artinya:
“Sebelum tegak kiamat, akan datang tahun-tahun yang sangat menipu. Pada zaman
itu, orang yang jujur didustakan, orang yang pendusta dibenarkan, orang yang
tepercaya dianggap berkhianat, dan orang yang berkhianat diberi kepercayaan.
Pada masa itu, Ruwaibidhah berbicara.”
Semua
perawi dalam sanad ini tsiqat,
kecuali Fulaih. Dia adalah Fulaih
bin Sulaiman al-Khuza’i, ada
pembicaraan tentangnya dari sisi hafalannya. Al- Hafizh Ibnu Hajr berkata, “Shaduq yukhti’u katsiran.”
Hadits
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
diperkuat pula oleh adanya syahid (penguat) dari hadits Anas bin Malik yang
diriwayatkan al-Imam Ahmad dalam al-Musnad
(3/220), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ أَمَامَ الدَّجَّالِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ. قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Artinya:
“Sesungguhnya menjelang keluarnya Dajjal, ada tahun-tahun yang menipu. Di zaman
itu orang yang jujur didustakan, para pendusta dianggap benar, para pengkhianat
dipercaya, sementara orang-orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada zaman
itu pula Ruwaibidhah banyak berbicara.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya, “Apa itu Ruwaibidhah, wahai Rasulullah?”
Beliau
kemudian menjawab:
الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Orang
yang sangat fasik (lagi hina), membicarakan perkara publik (masyarakat umum).”
Hadits
Anas ini diriwayatkan Ahmad melalui jalan Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin
al-Munkadir. Para perawinya tsiqat,
hanya saja dalam sanad ini ada ‘an’anah
Ibnu Ishaq, dan ia seorang mudallis.
□□
Sumber lain menyebutkan:
Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda:
سَيأتي على الناسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ ، يُصَدَّقُ فيها الكَاذِبُ ، و يُكَذَّبُ فيها الصَّادِقُ ، و يُؤْتَمَنُ فيها الخَائِنُ ، وَيُخَوَّنُ فيها الأَمِينُ ، ويَنْطِقُ فيها الرُّوَيْبِضَةُ . قيل : وما الرُّوَيْبِضَةُ ؟ قال : الرجلُ التَّافَهُ ، يتكلَّمُ في أَمْرِ العَامَّةِ
Artinya: “Akan
tiba kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan dan tipudaya. Saat
itu para pendusta dianggap jujur. Orang jujur dianggap pendusta. Penghianat
dianggap amanah. Orang amanah dianggap penghianat. Ketika itu yang banyak
bicara adalah ‘rawaibidhah’. Ada yang bertanya: “Siapa ‘rawaibidhah’ itu?” Nabi
SAW menjawab: “Orang bodoh lagi fasik yang mengurusi urusan orang banyak. (Riwayat Ibn Majah, kitab al-Fitan, bab zaman yang dahsyat. Hadits
# 4026. Imam Ahmad, Sahabat yang
banyak meriwayatkan hadith, musnad Abu Hurairah Hadits # 7571. Al-Hakim,
Mustadrak ‘ala al-Sahihayn, 5:659) [Hadith ini dinilai sahih oleh al-Albani RA
di dalam Silsilahnya, Hadits # 1887].
SUMBER:
http://asysyariah.com/ruwaibidhah-fenomena-akhir-zaman/
http://muftiwp.gov.my/en/artikel/irsyad-al-hadith/1553-irsyad-al-hadith-siri-ke-7-maksud-al-ruwaibidhah-di-dalam-hadith
Dan sumber-sumber lainnya. □□□