Al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: “Andaikan pintu pujian dan
sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah
semua kertas dan nafas. Ia bagaikan lautan tak bertepi.”
Pendahuluan
N
|
ama lengkap Bukhari atau Al-Bukhari
adalah Abū 'Abd Allāh Muḥammad ibn Ismā'īl ibn
Ibrāh ibn al-Mughīrah ibn Bardizbah al-Ju'fī al-Bukhāri (dituliskan dalam bahasa Arab: أبو عبد الله محمد بن اسماعيل بن ابراهيم بن المغيرة بن بردزبه الجعفي البخاري). Panggilan kehormatan atau gelar (kunyah) [1] beliau ialah
Abu Abdullah.
Bukhari lahir di kota Bukhara, Uzbekistan. Kota
Bukhara ini mengalami masa kejayaannya pada abad ke-9 M sampai abad ke-13 M
sebagai pusat peradaban Islam dan perdagangan di Asia Tengah. Beliau dilahirkan
pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawwal 194 H bertepatan dengan 19 Juli 810 M.
Al-Bukhari
atau Bukhari, biasanya disebut sebagai Imam Al-Bukhari atau Imam Bukhari, adalah seorang ulama (sarjana)
Islam menulis koleksi hadits
yang dikenal sebagai Shahih al-Bukhari, yang dianggap oleh Muslim Sunni sebagai
salah satu koleksi hadits yang paling otentik (shahih). Dia juga menulis
buku-buku antara lain buku Al-Adab al-Mufrad.
Nasab
beliau adalah Al Ju’fi, nisabah Al Ju’fi adalah nisbah
Arabiyyah. Faktor penyebabnya adalah, bahwasanya al Mughirah kakek Bukhari yang
kedua masuk Islam berkat bimbingan dari Al Yaman Al Ju’fi. Maka nisbah beliau
kepada Al Ju’fi adalah nisbah perwalian Al Bukhari yang merupakan nisbah
kepada negri Imam Bukhari lahir.
Masa kecil Bukhari dididik dalam keluarga yang berilmu. Bapaknya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits, Bukhari menyebutkan di dalam kitab tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin Al Mubarak, dan dia telah mendengar dari imam Malik, karena itulah dia termasuk ulama bermadzhab Maliki.
Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak Imam Bukhari berkata ketika menjelang kematiannya: “Aku tidak mengetahui satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan dari hal yang syubhat.” Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
Ketika masa kecilnya, kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Khalilullah Nabi Ibrahim ‘Alaihi wa Sallam berujar kepadanya: “Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.” Menjelang pagi harinya ibu imam Bukhari mendapati penglihatan anaknya telah sembuh. Dan ini merupakan kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang di berikan kepada imam Bukhari di kala kecilnya.
Sewaktu menginjak usia 16 tahun, Bukhari bersama
ibu dan kakaknya mengunjungi kota suci Makkah, kemudian dia tinggal di Makkah
dekat dengan Baitulah beberapa saat guna menuntut ilmu.
Perjalan Al-Bukhari Dalam Menuntut Ilmu
K
|
ecerdasan Bukhari nampak semenjak masih kecil.
Allah Subhana wa Ta’ala menganugerahkan
kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat
kuat, sedikit sekali orang yang memiliki kelebihan seperti dirinya pada
zamannya tersebut. Ada satu riwayat yang menuturkan tentang dirinya, bahwasanya
dia menuturkan: “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih
berada di sekolah baca tulis.” Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepadanya;
“saat itu umurmu berapa?”. Dia menjawab; “Sepuluh tahun atau kurang dari itu.
Kemudian setelah lulus dari sekolah akupun bolak-balik menghadiri majelis hadits Ad-Dakhili dan ulama hadits yang lainnya. Ketika sedang membacakan hadits di hadapan murid-muridnya, Ad-Dakhili berkata: ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku menyelanya; ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Tapi dia menghardikku, lalu aku berkata kepadanya: ‘Kembalikanlah kepada sumber aslinya, jika anda punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata: ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab: ‘Dia adalah Az Zubair. Nama aslinya Ibnu ‘Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku: ‘Kamu benar.’ Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepada Bukhari: “Ketika kamu membantahnya berapa umurmu?”. Bukhari menjawab: “Sebelas tahun.”
Kemudian setelah lulus dari sekolah akupun bolak-balik menghadiri majelis hadits Ad-Dakhili dan ulama hadits yang lainnya. Ketika sedang membacakan hadits di hadapan murid-muridnya, Ad-Dakhili berkata: ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku menyelanya; ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Tapi dia menghardikku, lalu aku berkata kepadanya: ‘Kembalikanlah kepada sumber aslinya, jika anda punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata: ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab: ‘Dia adalah Az Zubair. Nama aslinya Ibnu ‘Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku: ‘Kamu benar.’ Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepada Bukhari: “Ketika kamu membantahnya berapa umurmu?”. Bukhari menjawab: “Sebelas tahun.”
Hasyid bin Isma’il menuturkan: bahwasanya Bukhari selalu ikut bersama kami mondar-mandir menghadiri para masayikh Bashrah, dan saat itu dia masih anak kecil. Tetapi dia tidak pernah menulis (pelajaran yang dia simak), sehingga hal itu berlalu beberapa hari. Setelah berlalu 6 hari, kamipun mencelanya. Maka dia menjawab semua celaan kami: “Kalian telah banyak mencela saya, maka tunjukkanlah kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits kami. Tetapi dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dan dia membaca semua hadits-hadits tersebut dengan hafalannya di luar kepala. Maka akhirnya kami mengklarifikasi catatan-catatan kami dengan berpedoman kepada hafalannya.
Permulaannya Dalam Menuntut Ilmu
A
|
ktifitas beliau dalam menuntut ilmu di mulai
semenjak sebelum menginjak masa baligh, dan hal itu di tunjang dengan
peninggalan orang tuanya berupa harta, beliau berkata: “Aku menghabiskan setiap
bulan sebanyak lima ratus dirham, yang aku gunakan untuk pembiaan menuntut
ilmu, dan apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih eksis.”
Dia bergegas mendatangi majelis-majelis ilmu,
ketika dia sudah menghafal Al-Qur’an dan menghafal beberapa karya tulis para
ulama, dan yang pertama kali karya tulis yang beliau hafal adalah buku Abdullah
bin Al Mubarak, buku Waki’ bin al Jarrah dalam masalah Sunan dan Zuhud, dan
yang lainnya. Sebagaimana beliau juga tidak meninggalkan disiplin ilmu dalam
masalah fikih dan pendapat.
Rihlah Bukhari
R
|
ihlah [1] atau pengembaraan dalam rangka
menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling
menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena posisi Bukhari dalam masalah
ilmu ini merupakan satu kesatuan pada diri seorang ahlul hadits, maka dia pun
mengikuti sunnah para pendahulunya dan dia pun meniti jalan mereka. Dia tidak
puas dengan hanya menyimak hadits dari penduduk negrinya, sehingga tidak terelakkan
lagi bagi dirinya untuk mengadakan dalam rangka menuntut ilmu, dia berkeliling
ke negri-negri Islam. Dan pertama kali dia mengadakan perjalanannya adalah pada
tahun 210 hijriah, yaitu ketika umurnya menginjak 16 tahun, pada tahun
kepergiannya dalam rangka menunaikan ibadah haji bersama dengan ibundanya dan
saudara tuanya.
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah sebagai berikut: Khurasan dan daerah yang bertetangga dengannya, Bashrah, Kufah, Baghdad, Hijaz (Makkah dan Madinah), Syam, Al Jazirah (kota-kota yang terletak di sekitar Dajlah dan Eufrat), dan Mesir.
Bukhari menuturkan tentang rihlah ilmiah yang
dia jalani: ‘Aku memasuki Syam, Mesir dan al Jazirah sebanyak dua kali, ke
Bashrah sebanyak empat kali, dan aku tinggal di Hijaz beberapa tahun, dan aku
tidak bisa menghitung berapa kali saya memasuki kawasan Kufah dan Baghdad
bersama para muhadditsin.
Guru-Guru Al-Bukhari
I
|
mam Bukhari berjumpa dengan sekelompk kalangan atba’ut tabi’in
muda, dan beliau meriwayatkan hadits dari mereka, sebagaimana beliau juga
meriwayatkan dengan jumlah yang sangat besar dari kalangan selain mereka. Dalam
masalah ini beliau bertutur: “Aku telah menulis dari sekitar seribu delapan
puluh jiwa yang semuanya dari kalangan ahlul hadits.
Guru-guru Imam Bukhari terkemuka yang telah beliau riwayatkan haditsnya: ● Abu ‘Ashim An Nabil; ● Makki bin Ibrahim; ● Muhammad bin ‘Isa bin Ath Thabba’; ● Ubaidullah bin Musa; ● Muhammad bin Salam Al Baikandi; ● Ahmad bin Hambal; ● Ishaq bin Manshur; ● Khallad bin Yahya bin Shafwan; ● Ayyub bin Sulaiman bin Bilal; ● Ahmad bin Isykab, dan masih banyak lagi yang tidak disebutkan disini.
Murid-Murid Al-Bukhari
A
|
l Hafidz Shalih Jazzarah berkata: “Muhammad bin
Isma’il duduk mengajar di Baghdad, dan aku memintanya untuk mendiktekan
(hadits) kepadaku, maka berkerumunlah orang-orang kepadanya lebih dari dua
puluh ribu orang.
Maka tidaklah mengherankan kalau pengaruh dari majelisnya tersebut menciptakan kelompok tokoh-tokoh yang cerdas yang meniti manhaj, diantara mereka itu adalah: ● Al Imam Abu al Husain Muslim bin al Hajjaj an Naisaburi (204-261), penulis buku shahih Muslim yang terkenal; ● Al Imam Abu ‘Isa At Tirmizi (210-279) penulis buku sunan At Tirmidzi yang terkenal; ● Al Imam Shalih bin Muhammad (205-293); ● Al Imam Abu Bakr bin Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (223-311), penulis buku shahih Ibnu Khuzaimah; ● Al Imam Abu Al Fadhl Ahmad bin Salamah An Naisaburi (286), teman dekat imam Muslim, dan dia juga memiliki buku shahih seperti buku imam Muslim; ● Al Imam Muhammad bin Nashr Al Marwazi (202-294); Al Hafizh Abu Bakr bin Abi Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats (230-316); ● Al Hafizh Abu Al Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Baghawi (214-317); ● Al Hafizh Abu Al Qadli Abu Abdillah Al Husain bin Isma’il Al Mahamili (235-330); ● Al Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ma’qil al Nasafi (290); ● Al Imam Abu Muhammad Hammad bin Syakir al Nasawi (311); ● Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Mathar al Firabri (231-320).
Karakter Imam Bukhari
M
|
eskipun Imam Bukhari sibuk dengan menuntut ilmu
dan menyebarkannya, tetapi dia merupakan individu yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya,
menegakkan keta’atan kepada Rabbnya, terpancar pada dirinya ciri-ciri seorang
wali yang terpilih dan orang shalih serta berbakti, yang dapat menciptakan
karismatik di dalam hati dan kedudukan yang mempesona di dalam jiwa. Dia
merupakan pribadi yang banyak mengerjakan shalat, khusyu’ dan banyak membaca al
Qur’an.
Muhammad bin Abi Hatim menuturkan: “Dia selalu
melaksanakan shalat di waktu sahur sebanyak tiga belas raka’at, dan menutupnya
dengan melaksanakan shalat witir dengan satu raka’at”.
Yang lainnya menuturkan: “Apabila malam pertama di bulan Ramadhan,
murid-murid Imam Bukhari berkumpul kepadanya, maka dia pun mengimami (memimpin)
shalat mereka. Di setiap rak’at dia membaca dua puluh ayat, amalan ini beliau
lakukan sampai dapat mengkhatamkan Al-Qur`an. Beliau adalah sosok yang gemar
menafkahkan hartanya, banyak berbuat baik, sangat dermawan, tawadhdhu’ dan
wara’.
Persaksian Para Ulama Terhadap Al-Bukhari
S
|
angat banyak sekali para ulama yang memberikan
kesaksian atas keilmuan Imam Bukhari, diantara mereka ada yang dari kalangan
guru-gurunya dan teman-teman seperiode dengannya. Adapun periode setelah
meninggalnya Bukhari sampai saat ini, kedudukan Imam Bukhari selalu bersemayam
di dalam relung hati kaum muslimin, baik yang berkecimpung dalam masalah
hadits, bahkan dari kalangan awwam kaum muslimin sekali pun memberikan
persaksian atas keagungan beliau.
Diantara para tokoh ulama yang memberikan persaksian terhadap beliau adalah:
- Abu Bakar ibnu Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: “Di kolong langit ini tidak ada orang yang lebih mengetahui hadits dari Muhammad bin Isma’il (Al-Bukhari).”
- ‘Abdan bin ‘Utsman Al Marwazi berkata: “Aku tidak pernah melihat dengan kedua mataku, seorang pemuda yang lebih mendapat bashirah dari pemuda ini.” Saat itu telunjuknya diarahkan kepada Bukhari.
- Qutaibah bin Sa’id menuturkan: “Aku duduk bermajelis dengan para ahli fikih, orang-orang zuhud dan ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah melihat semenjak aku dapat mencerna ilmu orng yang seperti Muhammad bin Isma’il (Al-Bukhari). Dia adalah sosok pada zamannya seperti ‘Umar di kalangan para sahabat. Dan dia berkata: “Kalau seandainya Muhammad bin Isma’il adalah seorang sahabat maka dia merupakan ayat”.
- Ahmad bin Hambal berkata: “Khurasan tidak pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il”.
- Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair menuturkan: “Kami tidak pernah melihat orang yang seperti Muhammad bin Ism’ail”.
- Bundar berkata: “Belum ada seorang lelaki yang memasuki Bashrah lebih mengetahui terhadap hadits dari saudara kami Abu Abdillah”.
- Abu Hatim ar-Razi berkata: “Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma’il, juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya.”
- Muslim (pengarang kitab Sahih) berkata ketika Bukhari menyingkap satu cacat hadits yang tidak di ketahuinya: “Biarkan saya mencium kedua kaki anda, wahai gurunya para guru dan pemimpin para ahli hadits, dan dokter hadits dalam masalah ilat hadits.”
- Al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: “Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan lautan tak bertepi.”
Hasil Karya Al-Bukhari
D
|
iantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai
berikut: ● Al Jami’ as Shahih (Shahih Bukhari); ● Al Adab al Mufrad; ● At Tarikh
ash Shaghir; ● At Tarikh al Awsath; ● At Tarikh al Kabir; ● At Tafsir al Kabir;
● Al Musnad al Kabir; ● Kitab al ‘Ilal; ● Raf’ul Yadain fi ash Shalah; ● Birru
al Walidain; ● Kitab al Asyribah; ● Al Qira`ah Khalfa al Imam; ● Kitab adh Dhu’afa;
● Usami ash Shahabah; ● Kitab al Kuna; ● Al Habbah; ● Al Wihdan; ● Al Fawa`id; ●
Qadlaya ash Shahabah wa at Tabi’in; ● Masyīkhah
Wafatnya Al-Bukhari
I
|
mam Bukhari keluar menuju Samarkand, Tiba di
Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi
beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan
Akhirnya beliau meninggal pada hari sabtu tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada
malam Idul Fitri (malam takbiran) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau
dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah selalu
merahmatinya dan ridha kepadanya.
Penutup
D
|
emikianlah riwayat hidup dari Imam Al-Bukhari
ahli dan pakar Hadits Shahih yang melahirkan buku hadist yang masyhur dengan
Hadits Bukhari yang tidak datang begitu saja, tapi menjalani rihlah yang
panjang dimulai dari berguru, kemudian mencari sumber-sumber hadits yang
berserakan dimana-mana (Makkah, Madinah, Fustat di Mesir, Al-Quds nama lain
dari Jerusalem, Damaskus, Baghdad, Basra, Kufa) dikumpulkan. Selanjutnya diteliti dan diambil yang
shahih saja, kemudian dituliskan dalam bentuk buku dan mengajarkannya.
Dan last
but not lease beliau amalkan pula ajaran-ajaran tersebut ke dalam diri dan
kehidupan sehari-harinya. Beliau seorang tawadhdhu’ dan wara’ pula. Boleh jadi
seorang yang langka di era millennial ini dalam gigihnya mencari ilmu, menuliskan dan mengajarkannya dalam buku-buku yang sepatutnya dari ghirah [3] Imam Bukhari ini menjadi suri
teladan bagi kita selaku ummat Muhammad saw.
Mudah-mudah apa yang menjadi rihlah Al-Bukhari menjadi inspirasi kita
dalam semangat memajukan Islam sesuai dengan kemampuan masing-masing dengan
istiqomah (konsiten) dalam mengamalkannya, āmīn. Billahit
Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Mari
saksikan Video Riwayat Singkat Hidup --klik--> Imam Al-Bukhari
Catatan
Kaki:
[1] Kunya (Arab: كنية;
kuniyah) atau kunyah, adalah
sebuah nama panggilan yang biasa digunakan oleh masyarakat Arab untuk panggilan
kehormatan atau gelar kepada seseorang, sebagai pengganti atas nama asli orang
tersebut.
[2] Rihlah
(Arab: الرحلة,
arti literal
"Perjalanan") adalah istilah dalam bahasa Arab untuk praktik menempuh
perjalanan panjang bahkan hingga ke luar negeri, dengan makna khusus yaitu
sebuah petualangan untuk mencari dan mengumpulkan hadits atau menuntut ilmu
agama, juga makna secara umum untuk perjalanan dalam rangka penelitian
atau melancong. Ar-Rihlah juga kemudian dijadikan judul dari berbagai literatur
yang memuat catatan dan pengalaman sepanjang perjalanan dari para pelakunya.
[3] Ghirah - Buya Hamka yang dinukil dari buku karangannya yang berjudul Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam
(1983). Buya Hamka menjelaskan bahwasanya ghirah itu adalah perasaan cemburunya orang beriman (karena tidak
bisa seperti itu dalam konotasi positf). Juga bisa diartikan sebagai sebuah
semangat. Juga bisa diartikan sebagai sebuah semangat. Bahkan, beliau
menggambarkan ghirah Islam sebagai nyawanya umat muslim. Sampai-sampai beliau
menganggap umat Islam yang kehilangan ghirah
Islam itu serupa mayat. □□
Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Bukhari
Ensiklopedia Kitab 9 Imam Hadits
https://khazanahilmublog.wordpress.com/2013/05/22/biografi-imam-muhammad-bin-ismail-al-bukhari/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kunya
https://id.wikipedia.org/wiki/Rihlah
https://id.wikipedia.org/wiki/Bukhara
https://news.detik.com/kolom/d-3520560/apa-itu-ghirah-islam
Imam
Al-Bukhari - A Brief Biography https://www.youtube.com/embed/9qbIAdQJAlk □□□