"Bukanlah orang kuat itu dengan
menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai
dirinya ketika marah". Shahih Muslim #4723.
"Tahukah engkau semua,
apakah kedustaan besar itu? Yaitu ‘namimah’ atau banyak bicara adu domba antara
para manusia", Hadits Riwayat Muslim.
INTERAKSI SOSIAL
I
|
nteraksi sosial kita dalam hidup bermasyarakat
hendaklah sesuai dengan cara-cara dan adab Islam yang diajarkan Rasulullah saw.
Adapun “Pokok-pokok Paradigma Ajaran Islam Dalam Bermasyarakat”, dan “Ideal
Masyarakat Islam Yang Kita Tuju” yang telah diterangkan dalam serial pertama
adalah sebagai pendahualan untuk menggambarkan “potret” dari dasar-dasar dan
tujuan dari masyarakat yang hendak dibentuk.
Berikut ini adalah pembahasan "Hidup Bermasyarakat
Dalam Ajaran Islam 2" yang merupakan kelanjutan tulisan yang sebelumnya,
yaitu pada dasarnya suatu pekerjaan itu adalah “don’t do it” - jangan kerjakan.
Selanjutnya “do
it” - kerjakan.
Dengan prinsip seperti tersebut diatas, maka
selamatlah kita dalam "berlalu lintas" dalam bermasyarakat. Karena
bermasyarakat itu layaknya seperti berada di jalan raya besar yang banyak
simpang dan belokannya, dan diisi dengan berbagai macam kendaraan dan pejalan
kaki. Maka dari itu perhatikan tanda-tanda dan rambu-rambunya. Tanda-tanda dan
rambu-rambu "lalulintas berorganisasi" inilah yang dibahas berikut
ini.
JANGAN MARAH! TINGGALKAN DENDAM DAN HASUD
D
|
ari Abu Hurairah ra bahwasanya ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi saw, "Ya Rasulullah, Berikanlah wasiat
padaku!" Nabi saw
menjawab: "Janganlah
engkau marah", Orang itu mengulang-ulangi lagi permintaan wasiatnya
sampai beberapa kali, tetapi Beliau saw
tetap menjawab: "Janganlah
engkau marah." [HR Muslim].
Dengan itu kita jangan mengunakan kata-kata atau
cara-cara yang mengakibatkan orang lain menjadi marah.
Hadist riwayat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
"Bukanlah orang kuat itu dengan
menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai
dirinya ketika marah". Shahih Muslim #4723.
Cabang iman 43-44 disebutkan dalam bait:
"Tinggalkan
dan cegahlah olehmu setiap dendam dan hasud, haramkan bagi kehormatan
orang-orang muslim, maka engkau akan selamat".
Dendam adalah buah dari kemarahan, sedangkan
letak dari kekuatan marah adalah hati. Marah adalah mendidihnya darah hati
untuk menuntut hukuman. Arti dendam ialah apabila hati selalu merasa berat dan
benci, sedangkan perasaan tersebut langgeng dan tetap. Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Orang mukmin itu bukanlah
pendendam".
Definisi dari dendam adalah benci terhadap
kenikmatan (kesuksesan, keberhasilan) yang ada pada orang lain dan senang
apabila kenikmatan (kesuksesan, keberhasilan)
lenyap dari orang tersebut.
Sayyidina Hasan bin Ali ra meriwayatkan, dari Rasulullah bersabda yang artinya:
"Dendam dan hasud memakan amal
kebajikan, sebagaimana api memakan kayu bakar".
Hasud adalah buah dari dendam, sedangkan dendam
adalah buah dari marah. Jadi hasud adalah cabang dari cabang, sedangkan marah
adalah asal dari asal. Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
"Janganlah kamu sekalian saling
berbuat hasud. Janganlah saling menambah penawaran. Janganlah saling membenci.
Janganlah bercerai-berai. Janganlah salah seorang dari kamu sekalian saling
berebut pembeli. Dan jadilah kamu sekalian para hamba Allah yang bersaudara.
Orang muslim adalah saudara orang muslim".
Di antara
hikmah dari hadits di atas ialah agar kita sekalian jangan saling
mengangan-angankan nikmat (kesuksesan, keberhasilan) yang ada pada orang lain hilang.
Kita hendaknya menyibukkan diri untuk melaksanakan ajaran agama Islam
seolah-olah kita sekalian adalah berasal anak-anak dari satu orang, sebagaimana
sesungguhnya kita adalah para hamba Allah swt.
Hal tersebut didasarkan dari kalimat ini, “Bahwa sesungguhnya
orang muslim adalah saudara dari orang muslim lainnya dalam agama”.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin
Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik
bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda yang artinya:
“Janganlah kalian saling membenci,
janganlah saling mendengki dan janganlah kalian saling membelakangi dan jadilah
kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang muslim
mendiamkan (tidak berbaikan, tidak bertegur sapa) saudaranya melebihi tiga
malam”, Shahih Bukhari #5612.
LARANGAN MENCELA DAN MENGADU DOMBA ORANG MUSLIM
J
|
angan meremehkan orang lain, karena
masing-masing manusia sudah diberikan kelebihan dan kekurangan. Tidak mutlak
seseorang yang berpenampilan menarik, berhati baik. dan jangan mengira yang
berpakaian compang-camping atau terlihat sederhana, di sisi Allah lantas mereka
hina. Manusia menjadi mulia karena takwanya bukan karena faktor dunia, pangkat
jabatan atau lainnya. Allah swt
berfirman yang artinya:
"Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa", QS Al Hujurāt 49:13.
Makna Kata Taqwa
Kata taqwa itu sendiri yang sudah menjadi bahasa
Indonesia, sebenarnya diambil dari lughowi
(bahasa) Al-Qur’an itu sendiri yakni bahasa ‘Arab yang langsung diterjemahkan
ke bahasa Indonesia. Sebahagiannya boleh jadi ada yang kurang tahu makna dari
kata ‘taqwa’ itu. Untuk itu akan dijelaskan sebagai berikut:
Taqwa atau Takwa (ىتقو taqwā)
adalah istilah dalam Islam yang merujuk kepada kepercayaan akan adanya Allah,
membenarkannya, dan ‘takut’ akan Allah. Istilah ini sering ditemukan dalam
Al-Qur’an, Al-Muttaqin (لِّلْمُتَّقِينَ Al-Muttaqin)
yang merujuk kepada orang-orang yang bertaqwa, atau dalam perkataan Ibnu Abbas,
"orang-orang yang meyakini (Allah) dengan menjauhkan diri dari perbuatan
syirik dan patuh akan segala perintah-Nya."
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, arti dasar dari
"taqwa" adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak
disukai-Nya. Umar bin Khattab ra bertanya
kepada Ubay bin Ka’ab mengenai taqwa. Ubay bertanya, "Pernahkah kamu
berjalan di jalan yang penuh dengan duri?" Umar menjawab, "Ya."
Ubay bertanya lagi, "Apa yang engkau lakukan?" Umar menjawab,
"Aku menggulung lengan bajuku dan berusaha (melintasinya)." Ubay
berkata, "Inilah (makna) taqwa, melindungi seseorang dari dosa (kesalahan,
kekeliruan) - berjalan di jalan “yang
lurus”, dalam perjalanan kehidupan yang berbahaya sehingga ia mampu melewati
jalan itu tanpa terkena dosa (melanggar peraturan)."
Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat
kepada baginda Rasulullah saw, maka
pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu
adalah ‘taqwa’. Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
"Saya wasiatkan kepadamu,
bertaqwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala
perkara", Tanbihul Ghofilin, Abi Laits
As-Samarkindi.
Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: "Orang-orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang
kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah."
Selanjutnya Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati (qalb, perasaan atau kesadaran yang
paling dalam) bukan taqwa anggota badan." [Al-Fawaid].
Menurut hadits Nabi saw, pengertian takwa berintikan pelaksanaan perintah Allah swt atau kewajiban agama:
"Laksanakan segala apa yang
diwajibkan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling bertakwa", HR Ath-Thabrani.
Pengertian takwa menurut sahabat Nabi saw dan ulama di atas tentu saja merujuk
pada Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an menyebutkan, takwa
itu adalah beriman kepada yang ghaib (Yang Mahagaib: Allah swt), Hari Akhir, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, beriman
pada kitab-kitab Allah, dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam
menjalankan hidupnya, QS Al-Baqarah 2:2-7.
Orang bertaqwa senantiasa meluangkan waktu untuk
beribadah dalam pengertian ibadah mahdhah
seperti kewajiban utama seperti shalat dan zakat, serta puasa Ramadhan dan Haji
bagi yang mampu. Dan ibadah lainnya seperti beradab atau berakhlaq dalam
bermasyarakat dan bernegara bahkan berantar negara, menuntut ilmu, dst.
Demikian gambaran dari makna bertaqwa itu.
DALAM HIDUP BERMASYARAKAT SERING KALI TERJADINYA “GESEKAN-GESEKAN”,
AKAN TETAPI PERMASALAHAN YANG MUNCUL ITU TIDAK BOLEH MENJADI MUNCULNYA
KERETAKAN DAN PERMUSUHAN.
G
|
esekan-gesekan dalam hidup bermasyarakat bisa
saja terjadi. Gesekan-gesekan itu timbul bila ada orang terhadap orang lain
melakukannya, seperti: mencaci; menghina;
mempermalukan; mencela; ghibah; mengejek; mengumpat; mengutuk; berkata keji;
dan berkata kotor; mengadu domba dst. Perbuatan-perbuatan seperti
tersebut akan dibahas berikut ini.
Jika terjadi gesekan dalam kehidupan
bermasyarakat maka diantara satu dengan yang lain haruslah menghindari
terjadinya caci makian, apalagi dilanjutkan menjadi baku hantam, yaitu
perkelahian dari mereka yang bersengketa. Oleh sebab itu hindarilah, karena
dengan perbuatan seperti itu akan memperburuk dan merusak hubungan
masing-masing. Itulah sebabnya mengapa dosa akibat dari
cacian itu dipikul oleh orang yang lebih dahulu memulai. Sebagaimana pada
hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,
bahwa Rasul saw bersabda yang
artinya:
“Apabila dua orang terlibat saling mencaci, dosa cacian itu dipikul oleh yang memulai, selama yang dicaci tidak membalas melampaui batas”, HR Muslim.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
“Jika ada seseorang
yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu,
maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada
padanya. Akibat buruk, biarlah ia yang menanggungnya”, HR Tirmidzi #2722.
Ketahuilah, bahwa seseorang itu dianggap cukup
melakukan kejahatan apabila dia menghina saudaranya sesama muslim,
semisal sebab kemelaratannya atau lainnya. Seorang muslim seharusnya memuliakan
dan menghormati sesama muslim lainnya, semua perbuatan yang menyakitkan orang
muslim lain adalah haram
(terlarang keras), seperti menumpahkan darahnya, mengambil hartanya dan
mencelanya, baik di hadapannya (menghina) maupun pada saat dia tidak hadir
(menggunjing, ghibah).
Sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Seseorang dianggap berbuat jahat
bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim atas orang
muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.
Dalam sebuah hadits disebutkan yang artinya:
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan
bertaubat dari ghibah (menggunjing orang lain), maka dia adalah orang yang terakhir masuk
surga. Dan Barangsiapa yang mati dalam keadaan terus menerus (membandel,
tidak peduli) berbuat ghibah, maka ia
adalah orang pertama yang masuk neraka dalam keadaan menangis”. Tahukah kamu apa ghibah itu? Para Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau saw bersabda: “Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu
hal-hal yang dia tidak sukainya”, HR Muslim.
Imam Qurtubi memberikan penjelasan tentang
firman Allah swt: “Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati”, QS Al-Hujurāt 49: 12.
Allah memberikan perumpamaan mengenai kejelekan ghibah dengan memakan daging orang mati
karena orang mati tidak mungkin mengetahui kalau dagingnya sedang dimakan,
seperti saat ia hidup tidak mengetahui bahwa dirinya sedang digunjingkan
(membicarakan - yang biasanya membicarakan keburukannya tidak dihadapannya).
Baginda Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Mengejek seorang
mukmin adalah perbuatan ‘fasik’ sedangkan membunuhnya termasuk kekafiran.”
Pengertian fasik secara bahasa berarti keluar
dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah fasik berarti seseorang yang
menyaksikan, tatapi tidak menyakini dan melaksakan. Dalam agama Islam orang
yang fasik adalah orang yang telah keluar atau menyimpang dari ketaatannya
kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta
cenderung kepada melaksanakan suatu kemaksiatan.
Sedang maksiat bisa disebut sayyi'ah,
bisa disebut khathi'ah, bisa disebut itsmun, bisa juga disebut dzanbun.
Semua sinonimnya, memiliki makna yang berdekatan. Yang wajib dilakukan adalah
mewaspadainya. Perbuatan maksiat seperti ghibah, bisa disebut dzanbun,
bisa disebut maksiat, bisa juga disebut khathi'ah.
Arti ‘ghibah’ adalah membicarakan kejelekan
orang lain tidak didepannya. Penjelasannya: Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullulah saw bersabda: "Tahukah engkau apa itu ghibah?"
Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Ia berkata:
"Engkau menyebut kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan
orang lain." Beliau ditanya: "Bagaimana jika yang ia sebutkan sesuai
kenyataan?" Jawab Nabi saw: Jika sesuai kenyataan berarti engkau
telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya",
HR Muslim #2589.
Dengan demikian, setiap mukmin wajib menjauhi segala yang Allah haramkan baginya. Baik dia sebut dosa, itsmun, khathi'ah, atau maksiat. Menghindari semua perbuatan buruk yang Allah haramkan. Baik dinamakan khathi'ah, sayyi'ah, maksiat, atau itsmun. Semua harus diwaspadai atau dijauhi, karena semua itu adalah nama untuk segala yang Allah larang.
Dalam ayat-ayat Al - Qur'an telah banyak disebutkan tentang fasik ini. Adapun ciri ciri orang fasik dalam Al-Qur'an ialah: "Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik", QS Al-Baqarah 2:99.
WASIAT-WASIAT RASULULLAH SAW
D
|
i antara wasiat-wasiat Rasulullah saw adalah janganlah menghina orang
lain. Suatu ketika Abu Jurayy berkata kepada Rasulullah saw, “Berilah wasiat kepadaku, Ya Rasulullah”, Nabi saw pun memberi
wasiat yang artinya: “Janganlah engkau menghina seorang pun.”
Setelah Rasul saw menyampaikan wasiat ini, sahabat ini tidak pernah lagi menghina
seorang pun, walau pada seorang budak bahkan hewan, Abu Jurayy berkata: “Aku tidak
pernah lagi menghina seorangpun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka,
seorang budak, seekor unta maupun domba.”
Allah swt
memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik:
“Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan
pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi
perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang
mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lainnya, dan janganlah
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”, QS Al-Hujurāt
49:11.
Menjaga Lisan dan Hati
Berhati-hatilah dalam menjaga lisan dan hati ini
daripada menghina atau melecehkan orang lain, terkadang apa yang kita benci
malah itu baik untuk kita dan begitu juga sebaliknya sesuatu yang kita suka
padahal itu tidak ada kebaikannya untuk kita. Belajarlah hidup sehat dan islami
dengan tidak menyakiti pada sesama, saling menghormati, rukun dan damai.
Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
"Barangsiapa
yang menjaga kehormatan saudaranya muslim di dunia, niscaya Allah Ta'ala akan
mengutus malaikat pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka".
Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah saw yang artinya:
“Wahai Rasulullah, si
fulanah sering shalat malam dan puasa, namun lisannya pernah (atau
sering) menyakiti tetangganya“.
Rasulullah saw bersabda: ‘Tidak ada
kebaikan padanya, ia di neraka”, HR Al-Hakim.
Imam al-Ghazali ra menasehatkan: “Jika engkau melihat orang jahat, jangan
anggap kita lebih mulia karena mungkin satu hari nanti dia akan insyaf dan
bertaubat atas kesalahannya.” Sesungguhnya,
jika kita benar-benar takut kepada Allah, maka hati dan lisan ini akan selalu
terjaga dari mengotori dengan cacian makian kepada orang lain, bahkan kepada
orang yang belum insyaf sekalipun.
Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
“Seorang mukmin
bukanlah seorang pengumpat, pengutuk, yang suka berkata keji dan berkata kotor”,
HR Turmudzi.
Mengadu Domba
Janganlah merusak hubungan di antara sesama
dengan mengadu domba, membicarakan keburukannya dan hal-hal lain yang
menyebabkan perpecahan, karena hal itu termasuk dosa yang amat besar di sisi
Allah swt Nabi Shalallahu Alaihi wa Ālihi wa Shahbihi wa Salam bersabda yang
artinya:
“Orang yang paling dibenci
oleh Allah di antara kalian adalah yang selalu mengadu domba di antara
orang-orang yang saling kasih sayang, yang membuat perpecahan di antara
saudara-saudara.”
Di dalam Islam, telah dijelaskan mengenai haramnya mengadu domba, yaitu memindahkan kata-kata antara para manusia dengan tujuan hendak membuat perpecahan di antara mereka, membuat mereka saling bermusuhan, merusak (hubungan kedekatan atau persaudaraan) dan dengan memfitnah mereka. Sabda Rasulullah saw yang artinya: “Tidak akan masuk surga seorang pengadu domba.”
Dari Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Tidak dapat masuk syurga seorang yang gemar mengadu domba”, Muttafaq 'alaih.
Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra: Sesungguhnya Nabi Muhammad saw pernah bersabda yang artinya:
"Maukah kamu sekalian
aku beritahukan tentang apa itu adhhu?
Adhhu adalah perkataan adu-domba yang selalu diucapkan di antara orang banyak".
Dan sesungguhnya Nabi Muhammad saw juga pernah bersabda:
"Sesungguhnya
seseorang selalu berkata jujur sehingga dia tercatat sebagai orang jujur dan seseorang selalu
berdusta sehingga dia dicatat sebagai seorang pendusta", Shahih Muslim #4718.
Dari Ibnu Mas'ud ra, bahwasanya Nabi saw
bersabda:
"Tahukah engkau semua,
apakah kedustaan besar itu? Yaitu ‘namimah’ atau banyak bicara adu domba antara
para manusia", Hadits Riwayat Muslim.
Maka apa yang telah diterangkan diatas jauhilah
sejauh-jauhnya segala sifat-sifat yang negatif itu, karena merugikan kita
semua. Merugikan persatuan yang tidak mudah memeliharanya. Untuk itu mari
berpegang denga sifat-sifat “akhlakul karimah”
(segala sesuatu yang baik-baik) yang di ajarkan oleh ajaran Islam. Billahit
Taufiq wal-Hidayah. [Bersambung ke-3]. □ AFM