Interaksi sosial kita dalam hidup bermasyarakat hendaklah sesuai
dengan cara-cara dan adab Islam yang diajarkan Rasulullah saw yang termaktub
dalam Al-Hadits dan yang tercantum pula dalam firman Allah swt dalam Kitab Suci
Al-Qur’an.
“Demi waktu (masa).
Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling
menasehati untuk kesabaran”, QS Al-‘Ashr 103:1-3.
Rasul saw pernah
berdoa: "Ya Allah, barangsiapa
menguasai salah satu urusan umatku, lalu menyusahkan mereka, maka berilah
kesusahan padanya". Riwayat Muslim dari 'Aisyah ra.
KESIMPULAN HIKMAH DAN PELAJARAN
YANG MESTI DIPETIK
“Barangsiapa yang berpegang pada
sunnahku ketika (meratanya) kerusakan ummatku, maka baginya pahala seratus
orang yang mati syahid”, Riwayat Imam Baihaqi dari Ibnu Abbas ra.
“Barang siapa mengajak kepada suatu kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti
orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala-pahala
mereka. Dan barang
siapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti orang
yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka”, HR Muslim.
SALING MENASEHATI DAN MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN
K
|
ita semua tahu bahwa kita adalah insan, yang
selain diberi hati nurani yang senantiasa menegakkan ciri ketuhanan (al-khuluq), dalam diri kita juga
terdapat hawa nafsu yang cenderung tergiur oleh materi yang nisbi dan instan.
Setiap saat terjadi tarik menarik antara
keduanya. Jika kemenangan di pihak nafsu, manusia akan turun derajat dan
moralnya. Sedangkan, jika hati nurani mampu mengungguli nafsu, orang tersebut
akan naik derajatnya, moralnya terpuji dan melebihi makhluk Tuhan lainnya.
Menyadari hal tersebut maka perlu juga kita
ingat kembali, dimana salah satu dari makna insan itu sendiri adalah 'lupa'
atau lalai, sebuah tabiat yang melekat pada setiap insan biasa, yang tak lepas
dari kekeliruan (tidak maksum). Disinilah kemudian pentingnya seorang muslim
dengan muslim lainnya untuk saling nasehat-menasehati. Allah swt berfirman yang artinya:
“Demi waktu (masa).
Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling
menasehati untuk kesabaran”, QS Al-‘Ashr 103:1-3.
Kata moral sering diidentikkan dengan budi
pekerti, adab, etika, tata krama dan sebagainya. Dalam bahasa Arab sering
disebut dengan kata al-akhlaq atau al-adab. Al-Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata ‘al-khuluq’,
artinya budi pekerti atau moralitas. Jika
nasehat-nasehat tak dianggap, apa gerangan yang terjadi? Bukankah ini
menunjukkan kemerosotan akhlaq yang
paling mengerikan?
Pada umumnya, tidaklah seseorang itu menolak
suatu nasehat (yang benar) melainkan karena ia 'melecehkan', yakni ia
menganggap bahwa dirinya lebih dari orang lain, baik dari sisi kecerdasan
(ilmu), kedudukan, atau harta dan sebagainya, atau ia merasa bahwa dirinya
lebih mendapat hidayah dalam perkara kebenaran yang ditolaknya. Dari Ibn Mas’ud
ra, beliau berkata:
“Barangsiapa yang
datang kepadamu dengan kebenaran maka terimalah kebenaran itu darinya, meskipun
ia adalah orang yang jauh dan dibenci. Dan barangsiapa yang datang kepadamu
dengan kebathilan maka tolaklah, meskipun ia adalah orang yang dicintai dan
dekat.”
Maka marilah kita bersama-sama untuk terus saling ingat-mengingatkan, saling
menasehati, memberi masukan agar menuju kepada kebaikan, bahkan walaupun hanya
satu ayat saja, yang kesemuanya semakin mendekatkan kita kepada Allah dan
Rasul-Nya, menjaga agar kita tetap teguh kepada ajaran Islam, menjauhi
larangan-Nya serta mentaati seluruh perintah-Nya.
Jika secara pribadi kita lemah memahami Islam,
marilah kita mendatangi majelis para guru, bergabung dan berkumpul bersama
orang-orang shaleh, dan dengan istiqamah menghadiri, mendengarkan taklim,
pengajian para Habaib, Ustadz, Kayai, Tuan Guru dan Buya, atau siapapun mereka
yang 'Alim (berilmu agama) di dalam kerabat maupun sahabat kita (dalam hal ini,
tentunya dari kalangan ahlus sunnah wal-jamaah, bermadzhab dan bertasawwuf).
Dari Abu Umamah ra berkata, bahwa Rasulullah saw
bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Luqman al-Hakim berkata kepada puteranya yang
artinya: 'Wahai anakku! Hendaklah
engkau senantiasa duduk bersama para ulama dan dengarkanlah perkataan
orang-orang bijak'. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati
dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang tandus dengan hujan
yang lebat”, HR Thabrani.
Firman Allah swt
yang artinya:
“Dan (tetaplah) memberi
peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman”, QS Adz-Dzāriyāt 51: 55.
Nabi Muhammad, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya: ‘Agama adalah
nasehat’.
Apabila ada suatu pesan atau nasihat penting
yang telah didapat sepulang dari majelis (yakni yang diberikan oleh guru),
jangan lupa untuk meneruskannya kepada kerabat, teman dan sahabat, jadilah
'saluran' curahan berkah yang menghantarkan kebaikan bagi muslim lainnya.
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Hendaklah orang yang hadir di antara
kamu sekalian, menyampaikan kepada orang yang tidak hadir”, Al-Hadits
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Barangsiapa yang
menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya”,
HR Muslim.
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Barang siapa mengajak
kepada suatu kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya,
dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka. Dan barang siapa yang
mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti orang yang
mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka”, HR Muslim.
Mengenai ajakan kebaikan, Al-Habib Muhammad bin
Husein Al-Habsyi memberikan nasehat:
“Kelak orang-orang
bodoh tidak akan ditanya mengapa mereka bodoh, tetapi yang berilmu akan ditanya
mengapa membiarkan yang bodoh tetap dalam kebodohan. Tumbuhkan semangat dalam
hati kita untuk mencerdaskan umat. Adakan kajian ilmu di rumah, kantor,
sekolah, kampung dan lain-lain, atau ajak teman, kerabat dan tetangga anda
untuk rajin menghadiri majelis ilmu. Maka anda akan termasuk sebagai orang yang
memperjuangkan misi Nabi Muhammad shallallhu alaihi wasallam”.
Sahabat Nabi saw Ali Bin Abi Thalib ra berkata:
"Kezhaliman di
muka bumi ini akan selalu ada bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi
karena diamnya orang baik."
Seorang mukmin tentunya telah mengetahui, bahwa menganjurkan manusia agar berbuat yang baik dan berusaha mencegahnya dari melakukan kejahatan (amar ma'ruf dan nahi munkar) itu wajib sesuai kemampuannya. Ia juga mengetahui bahwa orang yang meninggalkan kewajiban ini, akan menerima siksa yang berat dari Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Demi Allah, hendaklah kamu beramar ma'ruf nahi munkar, atau Allah akan menurunkan azab kepadamu, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, maka Allah tidak akan mengabulkan doamu”, HR at-Tirmidzi, Hadits ini Hasan.
Seorang mukmin, tatkala ia menyeru kepada kebaikan dan melarang kejahatan, ia telah tahu pasti, bahwa kemungkaran akan menimbulkan kerusakan besar, dan sebaliknya, kebaikan akan menimbulkan yang lebih baik lagi.
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”, para Sahabat
bertanya, “Bagaimana kalau terpaksa untuk duduk dan mengobrol?” Rasulullah
menjawab, “Bila terpaksa, maka tunaikan semua hak jalan”. Mereka bertanya, “Apa
haknya wahai Rasulullah?” Beliau saw
menjawab: “Menundukkan pandangan mata, menjauhkan bahaya, menjawab salam, amar
makruf dan nahi mungkar”, HR Bukhari dan Muslim.
Dalam memberi peringatan, saran atau nasehat, maka sampaikanlah dengan elegan, damai, penuh kesejukan dan menyenangkan, tidak lantas dengan menekan, menakut-nakuti, apalagi sampai memaksa-maksa.
Dari Anas ra, beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Berikanlah kemudahan dan jangan mempersukar. Berilah
kegembiraan (khabar gembira) dan jangan menyebabkan orang lari”, Muttafaq
'alaih.
Abuya Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki menasehatkan:
“Amar ma'ruf nahi munkar harus dilakukan dengan sikap bijak,
lembut dan bertahap”.
Syiarkan dan tebarkanlah kebaikan di manapun dan kapanpun, semoga Allah memberi hidayah dan taufiq-Nya kepada kita semua.
TIDAK MEMPERSULIT URUSAN KAUM MUSLIMIN DAN LARANGAN BERBUAT DZALIM
H
|
adist riwayat Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda yang artinya: “Seorang muslim itu adalah
saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzhaliminya dan menghinakannya.
Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi
keperluannya. Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka
Allah akan melapangkan satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat
nanti. Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan
menutupi aibnya pada hari kiamat”, Shahih Muslim #4677.
Rasul saw pernah berdoa yang artinya:
"Ya Allah, barangsiapa menguasai salah satu urusan umatku,
lalu menyusahkan mereka, maka berilah kesusahan padanya", Riwayat Muslim
dari 'Aisyah ra.
Apabila ditanganmu terdapat urusan saudaramu
(sesama muslim) maka semampunya permudahlah, percepatlah kepadanya akan
selesainya hajatnya, atau engkau akan mengalami kesusahan hidup (yakni dipenuhi
dengan permasalahan yang memberatkan hati ataupun kesedihan.
Firman Allah swt
yang artinya:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu
sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu
untuk dirimu sendiri”, QS Al-Isrā’ 17:7.
Saudaraku, dengan menolong mewujudkan hajat
orang lain, Allah swt akan menolong
dan mewujudkan pula segala hajat-hajatnya, ini telah dijamin oleh Rasulullah saw dengan sabda Beliau yang artinya:
“Dan Allah senantiasa akan mewujudkan hajat seorang hamba,
selama hamba itu mau mewujudkan hajat saudaranya”, HR Nasa’i.
Arti Dzalim
Dzalim secara
bahasa (lughawi) mengandung
pengertian aniaya. Dzalim secara istilah
mengandung pengertian ‘berbuat aniaya’ (mencelakakan) terhadap diri sendiri atau orang lain
dengan cara-cara bathil yang keluar
dari jalur syariat agama Islam'. Di sisi lain dzalim bisa berarti 'menempatkan sesuatu tidak sesuai dengan tempatnya'.
Adapun dzalim merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah Ta'ala dan termasuk dari salah satu dosa-dosa besar. Manusia yang berbuat dzalim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya:
“Sesungguhnya kesalahan (dosa besar) hanya ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih”, QS Asy-Syūrā 42:42.
Dari Ibnu Umar ra, beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya kedzaliman itu akan mendatangkan kegelapan-kegelapan
pada hari kiamat kelak”, Shahih Muslim #4676.
Hadist riwayat Abu Musa ra, beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung akan
mengulur-ulur waktu bagi orang yang dzalim, tetapi ketika Allah akan
menyiksanya, maka Dia tidak akan melepaskannya“. Kemudian Beliau saw membaca firman Allah: “Dan begitulah
azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzalim.
Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”, Shahih Muslim #4680.
Dari
Abdullah bin Umar ra, beliau berkata
bahwa Rasulullah saw bersabda yang
artinya:
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lain, tidak mendzaliminya
dan menyerahkan dia kepada orang yang berbuat dzalim. Barangsiapa memenuhi
kebutuhan saudaranya, maka Allah swt
akan memenuhi kebutuhannya dan barangsiapa menyulitkan
saudaranya, maka Allah swt akan
menyulitkannya di hari kiamat nanti, dan
barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah swt akan menutupi aibnya di hari kiamat nanti”, HR Abu Daud dan
Turmudzi.
Islam menganjurkan seseorang memberi pertolongan kepada yang didzaIimi maupun yang mendzalimi karena keduanya sama-sama menderita kerugian. Mencegah seseorang dari berbuat dzalim merupakan salah satu bentuk pertolongan kepada orang yang berbuat dzalim, agar tak terulang sehingga orang lain terhindar dari kedzaliman, inilah prinsip Islam yang memberi jaminan kedamaian kepada seluruh penduduk negeri tanpa terkecuali.
Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam, bahwasannya Beliau bersabda yang artinya:
“Hendaklah kamu menolong saudaramu yang menganiaya (dzalim) dan yang teraniaya (madzlum).” Sahabat bertanya: "Wahai
Rasulullah, (benar) aku akan menolong apabila ia dianiaya, maka bagaimana cara
menolongnya apabila ia menganiaya?" Beliau saw menjawab: “Engkau cegah dia dari (berbuat) penganiayaan, maka yang
demikian itulah berarti menolongnya”, HR Bukhari.
Beberapa hikmah hadist tersebut yang
dapat kita cermati ialah perintah menolong saudara yang teraniaya (terdzalimi),
dengan cara membantu meringankan penderitaannya, baik secara materi maupun non materi,
serta perintah menolong saudara yang menganiaya (mendzalimi), dengan cara
mencegahnya agar tidak berbuat aniaya lagi.
Tiga cara mencegah orang yang berbuat dzalim
menurut pandangan agama Islam yaitu: Dengan tangan, artinya mencegahnya dengan
kekuasaan (jabatan atau kedudukan) maupun dengan harta yang kita miliki. Dengan
lisan, artinya cegah dengan nasehat-nasehat yang baik, baik itu secara langsung
atau tidak langsung (nasehat-nasehat agama, bisa berbentuk tulisan-tulisan,
status posting, atau artikel-artikel agama, dan lain sebaginya). Dengan hati,
artinya cegah dengan doa-doa yang baik kepada Allah Ta'ala, agar orang yang berbuat dzalim itu diberikan hidayah dan
ampunan dari Allah Ta'ala, dan cara
terakhir inilah selemah-lemahnya iman.
Sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Barangsiapa di antara kamu sekalian yang melihat kemunkaran
hendaknya merubah kemunkaran tersebut dengan tangannya, apabila tidak mampu
maka dengan lisannya, apabila tidak mampu maka dengan hatinya, yang demikian
adalah selemah-lemahnya iman”.
Suatu ketika, sahabat Abu Musa ra bertanya kepada Nabi Muhammad saw yang artinya:
"Ya Rasulullah, orang muslim seperti apa yang paling
utama?”
Nabi saw bersabda yang
artinya:
"Muslim yang paling utama adalah seorang muslim dimana
orang-orang muslim (lainnya) selamat dari keburukan mulut dan tangannya”, Al-Hadits.
Jadilah seorang muslim yang tidak
menyusahkan dan merugikan orang lain, baik melalui lisan atau dengan tindakan. Setiap muslim yang hidup di tengah masyarakat
berkewajiban menjaga kerukunan, ketenteraman, dan kebersamaan sebagai warga
masyarakat. Sikap bermusuhan, kebencian,
menyakiti orang lain, apalagi sampai membuat situasi menakutkan (tak aman),
jelaslah bukan cermin dari sikap seorang muslim.
Al-Habib Jamal Ba'agil menasehatkan: "Orang mukmin itu harusnya jadi cahaya yang menerangi sekitarnya atau minyak yang semerbak harumnya ke mana-mana, bukan malah jadi asap atau perusak di mana-mana."
Sebatas kesanggupan dan kemampuan kita secara materi, jiwa, dan pikiran, jadilah penerang bagi orang lain dan berilah perumpamaan tertinggi (kondisi paling ideal) dalam membangun landasan pembentukan masyarakat yang akan datang. Dan sekali-kali janganlah kita mengikuti terhadap gaya hidup yang berdiri di atas permusuhan dan rekayasa karena gaya hidup tersebut menjalankan hukum kekerasan dan kepentingan yang menerapkan sistem individualisme.
Terimalah dengan pikiran terbuka
dan hati yang terang segala pentunjuk dalam Al-Qur'an dan tuntunan Sunnah Nabi
Muhammad saw, di dalam keduanyalah
kita akan meraih kebahagiaan dan keberhasilan di dunia dan akhirat. Atas segala sesuatu yang Rasulullah saw telah tetapkan, kita wajib taat dengan ucapan: “Sami’na wa Atha’na
Ya Rasulullah” - Kami dengar dan kami patuh Ya Rasulullah.
Allah swt
berfirman yang artinya:
"Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka
dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara
mereka, mereka berkata, 'Kami mendengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung", QS An-Nūr 24:51.
Seorang muslim wajib menjadikan Nabi Muhammad saw sebagai panutannya dalam berakhlak,
Beliaulah semulia-mulianya manusia di dunia ini. Akhlak mulia Beliau harus kita
ikuti agar kita bisa merasakan kehidupan yang indah, hidup akan indah bersama
akhlak Nabi Muhammad saw dan tak akan
pernah ada akhlak yang lebih indah daripada akhlak Nabi Muhammad saw junjungan kita.
Rasulullah Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya:
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
luhur", HR al-Baihaqi.
Rasulullah saw
adalah teladan terbaik, terindah, termulia, terpuji dan terlengkap sebagai
teladan dari berbagai sisi kehidupan Beliau saw. Keluhuran budi pekerti
Nabi saw ini adalah cermin yang
bersih dan indah yang membawa kita untuk bisa berkaca dengannya di dalam
kehidupan kita sesama manusia dalam segala lapisannya. Mudah-mudahan kita
semua berada dalam kehidupan yang akhlaqi, selalu memperoleh pancaran nur
akhlak manusia termulia Rasulullah Muhammad saw.
Al-Habib Quraisy Baharun menasehatkan: “Jika anda tidak bisa menjadi orang pandai, jadilah orang yang baik. Jika anda tidak bisa menjadi orang yang ‘Alim (berilmu agama), setidaknya anda punya banyak kesempatan menjadi seseorang yang mulia akhlaknya”.
Di zaman sekarang ini, saat banyak terjadi kerusakan akhlak pada ummat Nabi Muhammad saw, dan ketika itu ada yang masih berpegang teguh pada sunnah Beliau saw, maka baginya pahala 100 orang mati syahid, sebagaimana sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya:
- “Barangsiapa yang berpegang pada sunnahku ketika (meratanya) kerusakan ummatku, maka baginya pahala seratus orang yang mati syahid”, Riwayat Imam Baihaqi dari Ibnu Abbas ra.
Disabdakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang artinya:
“Di zaman yang akan datang, amal ummatku akan lebih baik 50
derajat dibanding para sahabatku”. Para sahabat pun bertanya, “Kenapa begitu,
ya Rasulullah?” Rasul saw menjawab,
“Karena di zamanku jika kalian ada permasalahan, maka datang wahyu yang
menjawab pertanyaan tersebut, (sedangkan) jika ummat (di
zaman) yang akan datang, mereka sedikit penolongnya”.
Allah swt
memerintahkan agar mengambil setiap yang diberikan Rasul kepada kita dan
meninggalkan apa yang Beliau saw
larang sebagimana Firman Allah swt menyebutkan
yang artinya:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah", QS Al-Hasyr 59:7.
Dengan itu, berbahagialah mereka yang memahami kehendak Allah dan Rasul-Nya,
berbahagialah mereka yang memahami apa yang mulia di sisi Allah, berbahagialah
mereka yang memahami apa yang hina di sisi Allah, berbahagialah mereka, dan
tiada kebahagiaan selain atas mereka yang memahami Tuhannya. Inilah puncak
keimanan, kemurnian dan kesucian.
PENUTUP
W
|
al akhir, marilah kita tutup dengan sebuah
riwayat dan nasehat: Suatu ketika berkata Abu Idris
Al-Khaulani kepada Muadz bin Jabal ra yang artinya: Sesungguhnya aku mencintai anda karena Allah“. Maka Mu'adz
berkata: “Sampaikanlah berita gembira dan bergembiralah. Sesungguhnya aku telah
mendengar dan Rasulullah saw, Beliau
berkata: “Suatu kelompok manusia kelak akan memperoleh kursi di sekitar Arsy
pada hari kiamat, wajah mereka bagaikan bulan purnama pada malam Lailatul
Qadar. Waktu itu manusia terkejut padahal mereka tidak merasa terkejut, dan
manusia takut padahal mereka tidak merasa takut. Mereka itu adalah Auliya Allah
yang tidak pernah takut terhadap mereka (musuh-musuh Allah) dan tidak pernah
merasa khawatir. “Kemudian aku (Mu'adz) bertanya: “Siapakah mereka itu, ya
Rasulullah?” Beliau saw menjawab: “Mereka adalah yang berkasihan karena Allah”,
HR Ahmad dan Hakim.
Al-Habib Umar bin Hafidz dalam untaian nasehatnya mengatakan:
“Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya
akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah.”
Atas perhatian dari tajuk yang diuraikan untuk
hadirin pembaca yang membaca serta mengambil pelajarannya, mudah-mudahan Allah swt berkenan memberikan hidayah dan
taufiq-Nya kepada kita semua sehingga hidup kita selalu dibina, dibimbing
menuju ridha-Nya, āmīn Allāhumma āmīn. [Tamat]. □ AFM
Sumber:
nurulmakrifat.blogspot.com
Wikipedia
afaisalmarzuki.blogspot.com
kuncikeyakinan-faisal.blogspot.com
dan sumber-sumber lainnya. □□□