Monday, April 6, 2020

Peran Agama dalam Kehidupan Bermasyarakat



 
PERAN AGAMA
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Oleh: A. Faisal Marzuki


Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu (kepada Allah). (QS Adz-Dzāriyāt 51:56). 

Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. (QS Fāthir 35:39). 

Dialah yang menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya. (QS Hūd 11:61).


A
gama merupakan pedoman hidup dan menjadi tolok ukur yang mengatur tingkah laku penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik atau tidaknya kualitas tindakan seseorang tergantung pada pengetahuan dan pembelajaran (learning) tentang agama yang didapat atau dipelajarinya. Yaitu seberapa paham dan seberapa dalam penghayatan terhadap pengetahuan agama yang diyakininya itu akan mempengaruhi kualitas ketaatan dan kedisiplinan atas ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip yang diperoleh dari pembelajaran yang diterimanya.

Agama berperan sangat penting dalam mengatur kehidupan insan dan mengarahkannya kepada kebaikan individu (pribadi) dan sosial (masyarakat), dan kemajuan sains dan peradaban, baca klik ---> Pengertian Nilai Hidup Bermasyarakat Dalam Islam.

Manusia sebagai insan membutuhkan agama, karena agama mampu melestarikan hubungan yang baik dan harmonis antar manusia dan lingkungan hidupmya. Secara lebih terperinci dapat dapat diikuti uraian selanjut sebagai berikut.


Pertama, agama menghidupkan nilai moralitas

Moralitas yang mulia itu adalah akhlak (أخلاق, akhlāq), perilaku atau tindakan mana yang baik (lakukan) dan buruk (jangan lakukan). [1] Diturunkannya agama kepada manusia mempunyai agenda menghidupkan moralitas dalam rangka mengatur kehidupan manusia yang mestinya berperilaku  baik [2], baca klik ---> Makna Akhlaq.  Agama menyuruh dan sangat mendukung nilai mulia dari prinsip kebaikan seperti, keadilan, kejujuran, tolong-menolong dan toleransi dalam hal khilafiyah furu’iyah (perbedaan yang tidak prinsipil) dan agama (lakum dīnukum waliadīn - Untukmu agamamu, dan untukku agamaku). [3]

Dalam proses kehidupan yang dijalani manusia, agama sangat menyuruh dan mendukung tindakan kebaikan. Artinya, agama tidak hanya memberikan nilai-nilai yang bersifat moralitas, namun juga menjadikannya sebagai pondasi keyakinan. Agama mensyarakatkan moralitas sebagai bagian iman secara keseluruhan. Artinya nilai moralitas atau akhlak [2] yang ditekankan agama ini bersifat mengikat yang mesti dilaksanakan oleh setiap penganutnya.

Jadi, tanpa bantuan agama, dapat dipastikan bahwa nilai-nilai kebajikan atau moralitas tersebut niscaya akan kehilangan maknanya dan akan menjelma menjadi serangkaian nasihat yang bersifat tidak mengikat. Yakni sekedar anjuran atau seruan belaka, sementara kita sendiri bebas untuk menerima atau menolaknya.


Kedua, agama memberi kekuatan

Agama menghidupkan kekuatan dalam diri manusia untuk mampu menghadapi pelbagai cobaan atau penderitaan hidup dan berperan sebagai benteng kokoh yang melindunginya dari serangan keputusasaan dan hilangnya harapan. Berkat keimanan yang kuat dan keyakinan bahwa Allah pasti memberi pertolongan, setiap masalah yang muncul dan setiap jalan buntu yang ditemui dalam kehidupannya dapat dipecahkan dan diatasi. Dengan itu, manusia akan mampu menghindar dari rongrongan keputusasaan dan kesiasiaan.

Jadi, selain peran iman sebagai kekuatan pendorong atau motivasi kehidupan, tetapi juga merupakan faktor yang memungkinkan manusia sanggup menghadapi dan menanggung cobaan atau penderitaan hidup dengan penuh ketegaran dan menyelamatkannya dari kepahitan (kegetiran) hidup akibat kegagalan dan kekecewaan yang alami, sambil tetap proaktif dalam ikhtiar atau berusaha mengatasi atau mencari jalan keluarnya.


Ketiga, agama menjadi pegangan dan pedoman hidup

Al-Qur'an merupakan putunjuk [4] yang bisa dipegangan dan dijadikan pedoman hidup yang tidak pernah berubah dalam setiap zaman. Meskipun terdapat berbagai perbedaan tafsiran dalam memahaminya, namun tidak pernah ada perubahan kebenaran yang dikandung dalam prinsip-prinsip pokok ajaran yang telah ditetapkan dari Rabb Al-‘Ālamīn, Almighty God - Allah, Tuhan Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta, Yang Mahakuasa dalam Kitab Suci-Nya serta Sunnah Rasul-Nya.

Pada faktanya, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya pegangan atau pedoman yang menjadi acuan dalam hidupnya. Untuk itu, ia akan cenderung berusaha mengisi hidupnya berdasarkan agama yang menjadi pegangan dan pedoman hidupnya.

Dalam kehidupan intelektual, lebih mengutamakan atau cenderung dengan suatu keyakinan yang masuk akal dan ajaran yang sehat. Dalam hal ini khususnya agama Islam dapat menjadi pegangan hidup baik bagi awam (orang biasa) maupan intelektual (ulil albab, baca klik ---> Ulil Albab adalah Intelektual Muslim) karena ajaran-ajarannya meliputi juga pengetahuan tentang alam semesta (sains, ayat kauniyyah) yang terkait serta  bertalian dengan kebenaran ajaran hidup bagi insan yang beriman kepada-Nya. [4]


Keempat, agama mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban

Selain memberikan pedoman hidup yang bersifat spiritual, agama juga mendorong kemajuan ilmu pengetahuan atau sains dan peradaban sebagaimana yang disebutkan oleh Carli Fiorina, CEO dari Hewlett Packard produsen Industri komputer Amerika tentang kemajuan ilmuan muslim sebagai berikut: “Para arsitek yang merancang bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi adalah mereka para matematikawan yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengan itu komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Mereka para dokter yang memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk menyembuhkan penyakit. Mereka para astronom yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi perjalanan dan eksplorasi antariksa” - mereka itu adalah para ilmuan dan penemu Muslim [5] pada zaman kejayaan Islam di abad tengah, baca (klik) ---> Bagaimana Penemu Muslim Mengubah Dunia

Keyakinan agama mengajarkan kepada manusia bahwa pengetahuan tak terbatas merupakan sumber dari keteraturan alam yang berlaku di jagat raya ini - yang menjadi dasar dari teori ilmu pengetahuan (sains), seperti yang diibaratkan sebagai sebuah buku maha besar yang dikarang seorang sarjana yang sangat cerdas. Setiap halamannya berisi serangkaian paragraf dan kalimat yang mengandung cahaya kebenaran yang mendorong kita untuk mempelajari dan merenungkannya dengan membaca - iqro’, mempelajarinya. [6]


Kelima, agama sebagai integrator

Agama sebagai integrator (menyatu padukan),  baik individual maupun sosial, dalam arti bahwa agama mengintregasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai perseorangan (individu) maupun anggota masyarakat (sosial), yaitu integrasi dan keserasian sebagai insan yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, serta integrasi dan keserasian antara manusia sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungannya. Dengan kata lain, integrasi dan keserasian antara mengejar kebaikan dunia dan akhirat. [7]


Keenam, agama sebagai sublimator

Agama sebagai sublimator (perubahan ketingkat yang lebih baik) dari segala perbuatan manusia, sehingga perbuatan manusia, bukan hanya yang bersifat keagamaan (spiritual) saja, tetapi setiap perbuatan yang dijalankan dengan tulus ikhlas dan penuh pengabdian karena keyakinan agama, maka segala pekerjaan yang baik merupakan bagian pelaksanaan ibadah insan terhadap Sang Pencipta atau Al-Kholiqnya atau Tuhan Yang Maha Esa dan Mahakuasa.


Ketujuh, agama sebagai sumber inspirasi

Agama sebagai sumber inspirasi (ilham) budaya dan peradaban yang melahirkan hasil budaya fisik berupa cara pakaian yang sopan dan indah, gaya arsitektur bangunan, seni tulis kaligrafi, ilmu pengetahuan (sains) yang digunakan kepada hal-hal yang baik (bukan merusak), dan lain-lain, serta hasil budaya nonfisik yang menafaskan kehidupan beragama yang ber akhlaq al-karimah [8], serta jauh dari perbuatan syirik dan musyrik.


PENUTUP

Dari sudut pandang teori fungsional, agama menjadi atau penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan yang memang merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal ini fungsinya ialah menyediakan tiga hal sebagai berikut:

Pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia, dalam artian dimana ‘deprivasi frustasi’ [9] dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai ‘makna’ sebagaimana terjadi sekarang ini dari coronavirus epidemic (wabah dari epidemik virus corona), baca (klik) --->Menyikapi wabah Covid-19 Dalam Islam.

Dalam persitiwa tersebut, agama memberi kekuatan dalam menanggung penderitaan hidup. Agama menghidupkan kekuatan dalam diri manusia untuk mampu menghadapi pelbagai penderitaan hidup dan berperan sebagai benteng kokoh yang melindunginya dari serangan keputusasaan dan hilangnya harapan. Berkat keimanan yang kuat dan keyakinan bahwa Allah pasti memberi pertolongan, setiap masalah yang muncul dan setiap jalan buntu yang ditemui dalam kehidupannya dapat dipecahkan dan diatasi. Alhasil, ia akan mampu menghindar dari rongrongan keputusasaan dan kesia-siaan.

Kedua, sarana ritual yang memungkinkan hubungan  manusia dengan Tuhannya dalam hal diluar jangkauannya yang dengan itu memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moral agamanya.

Ketiga, agama sebagai creator (pencipta) dan innovator (pembaharu), memberikan semangat dorongan untuk bekerja kreatif (mempunyai kemampuan untuk mencipta) dan produktif (banyak menghasilkan) dengan penuh dedikasi (pengabdian) untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan khirat yang baik pula. Oleh karena itu, disamping bekerja kreatif, agama mendorong pula adanya pembaruan dan penyempurnaan (inovatif).

Jadi, selain peran iman sebagai kekuatan pendorong/motivasi, tetapi juga merupakan faktor yang memungkinkan manusia sanggup menghadapi dan menanggung cobaan hidup dengan penuh ketegaran dan menyelamatkannya dari kepahitan akibat kegagalan dan kekecewaan yang alami.

Demikianlah peran agama terhadap manusia yang diciptakan-Nya [10] untuk beribadah kepada Rabb Al-‘Alamin (baca: rabbul ‘ālamīn), sebagai khalifah-khalifah, [11] pemakmurnya di bumi [12] yang telah membangunkan peradabannya dengan ilmu pengetahuan (sains) yang diperolehnya dari hasil pembelajaran dan penelitiannya.

Kesimpulannya, bahwa proses terbentuknya kehidupan manusia sebagai individu dan bersama dalam sosial kemasyarakatannya sepanjang sejarah hingga saat ini, tidak dapat dilepaskan dari peran agama. Dengan keimanan agama telah mampu mengarahkan kehidupan manusia kepada kehidupan yang lebih baik, berkemajuan yang harmonis serta bangunnya suatu peradaban bukan saja diperoleh di dunia, kelak juga di akhirat. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD 13 Sha’bān 1441 H / 6 April 2020 M. □ AFM



Catatan Kaki:
[1] Moralitas yang secara leksikal (lexical, yang berhubungan dengan bahasa) dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
[2] "Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam" (QS Al-Anbiya 21:107). Dan dijelaskan sendiri oleh Nabi dalam satu riwayat Hadis Sahih: ‘Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia.” Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari). Menebar rahmat dan memperbaiki akhlak itulah misi antara lain misi kedatangan Nabi Muhammad saw.
[3] QS Al-Kāfirūn 109:6
[4] Inna fī khalqis sāmāti wal ardhi wakhtilāfil laili wannahāri laāyātil liūlil albāb - Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi ulil albab (berakal, inteleletual, saintis).
Alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw waqu’ūdaw wa’alā junūbihim wayatafak karūna fī khalqis samāwāti wal ardhi; rabbanā mā khalqta hādzā bāthila subhānaka faqinā ‘adzāban nār - (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semuanya ini sia-sia; Mahasempurna (Mahasuci) Engkau. lindungilah kami dari adzab neraka. (QS Āli ‘Imrān 3:190-191). Baca juga klik ---> Menguak Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup 1
[6] Iqro’ bismi rabbikal ladzī khaloq. khalaqol insāna min ‘aloq. Iqro’ wa rabbukal akrom. Alladzī ‘allama bil-qolam. ‘Allamal insāna mālam ya’lam. Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (alam semesta). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-‘Alaq 96:1-5).
[7] Dalam ajaran Islam Allah ‘Azza wa Jalla tidak pernah menafikan kehidupan dunia yang dijelaskannya bagaimana pandangan seorang Muslim tehadap kehidupan di Akhirat dan kehidupan di Dunia, ditinjau dari hidupnya manusia yang berada di Bumi. Firman Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan: Wabtaghi fīmā ātākalLāhud daral akhirah. Artinya: “Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu. Wa lā tansa nashībaka minad dunyā, artinya: “Tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di Dunia (ad-dunyā)”. (QS Al-Qashash 28:77).
Bagi umat kalau dibiarkan menjadi miskin dan melarat akan berbahaya, karena Rasul Allah saw berlindung dalam hal kefakiran (kemiskinan) itu yang digandengkan dengan kekufuran, do’anya berbunyi “Dan aku berlindung kepada-Mu (kepada Allah) dari kefakiran dan kekufuran”. (Hadits Riwayat an-Nasa’i: 1/198 dan Ahmad dalam Musnad: 5/36. dishahihkan oleh al-Bani dalam Irwa’ul Gholil:3/357).
Bahkan Allah mengajarkan kita berdoa, yaitu meminta kepada Allah Yang Rahman lagi Yang Rahim agar hidupnya di Dunia baik dan juga hidupnya di Akhirat baik serta dijauhkan dari azab neraka. Rabbanā ātinā fid-dunyā hasanataw wa fil ākhirati hasanataw wa qinā ‘adzāban-nār. Artinya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di Dunia (dunyā) dan kebaikan (pula) di Akhirat dan peliharalah kami dari adzab neraka. (QS Al-Baqarah 2:201)
Dan adalagi do’a yang lainnya: Allōhumma innī as-alukal ‘afwa wal ‘āfiata fid dīn wa dunyā wa ahlī wa malī, artinya: Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan (afiat, kebaikan) mengenai akhiratku, duniaku, maupun mengenai keluarga dan harta bendaku. (HR Turmidzi).
[8] Sungguh telah ada pada dirimu (Muhammad) akhlak yang agung. Rasulullah adalah suri tauladan terbaik, tidak ada yang mampu menandingi keindahan akhlak beliau. Tidak sedikit perilaku buruk yang harus Rasulullah terima saat berdakwah menyebarkan Ajaran Islam, namun beliau selalu membalas keburukan (daniaya baik pisik maupun mental) itu dengan kebaikan (sabar dan tidak membalasnya). Maka pantaslah bila Allah swt memujinya dalam sebuah ayat, “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur” (QS Al-Qalam 68:4).
Bahkan menurut Ibnu Qayyim “Agama adalah akhlak”. The religion itself is entirely good character, so whoever surpasses you in character has surpassed you in religion. Agama itu sendiri secara menyeluruh adalah akhlak, barangsiapa mengungguli dirimu dalam akhlak, berarti ia mengungguli dirimu dalam beragama.
[9] Menurut Brown deprivasi relatif (deprivation, kehilangan pegangan) adalah keadaan psikologis dimana seorang merasakan ketidakpuasan atau kesenjangan atau kekurangan yang subyektif pada saat keadaan diri (individu) atau kelompoknya (sosial) di bandingkan dengan kelompok (sosial) lainnya. 
He is awed by its fabulous wealth but deeply troubled by what he sees as its moral depravity. - Ia terpesona oleh kekayaannya yang luar biasa (yang diperolehnya), tetapi sangat terganggu oleh apa yang ia lihat sebagai (hasil dari) kebobrokan moral (akhlak) - seperti korupsi, kejahatan atau kesesatan yang diperbuatnya.
[10] Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu (kepada Allah). (QS Adz-Dzāriyāt 51:56).
[11] Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. (QS Fāthir 35:39).
[12] Dialah yang menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya. (QS Hūd 11:61). □□


Kepustakaan:
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2013/11/peran-dan-fungsi-agama-dalam-masyarakat.html?m=1
https://palembang.tribunnews.com/amp/2016/06/16/peranan-agama-dalam-kehidupan-manusia#referrer=https:
https://www.kompasiana.com/septya/5d0cfb7d097f36348f3bcbd6/peran-agama-dalam-kehidupan-bermasyarakat?page=all
dan lain-lain □□□