PERAN AGAMA
DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Oleh: A. Faisal Marzuki
Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepadaKu (kepada Allah). (QS
Adz-Dzāriyāt 51:56).
Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. (QS
Fāthir 35:39).
Dialah yang menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya. (QS Hūd 11:61).
A
|
gama merupakan pedoman hidup dan menjadi tolok
ukur yang mengatur tingkah laku penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik
atau tidaknya kualitas tindakan seseorang tergantung pada pengetahuan dan
pembelajaran (learning) tentang agama
yang didapat atau dipelajarinya. Yaitu seberapa paham dan seberapa dalam
penghayatan terhadap pengetahuan agama yang diyakininya itu akan mempengaruhi
kualitas ketaatan dan kedisiplinan atas ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip yang
diperoleh dari pembelajaran yang diterimanya.
Agama berperan sangat penting dalam mengatur
kehidupan insan dan mengarahkannya kepada kebaikan individu (pribadi) dan
sosial (masyarakat), dan kemajuan sains dan peradaban, baca klik ---> Pengertian
Nilai Hidup Bermasyarakat Dalam Islam.
Manusia sebagai insan membutuhkan agama, karena
agama mampu melestarikan hubungan yang baik dan harmonis antar manusia dan
lingkungan hidupmya. Secara lebih terperinci dapat dapat diikuti uraian
selanjut sebagai berikut.
Pertama, agama menghidupkan nilai
moralitas
Moralitas yang mulia itu adalah akhlak (أخلاق,
akhlāq), perilaku atau tindakan mana yang baik (lakukan) dan buruk
(jangan lakukan). [1] Diturunkannya agama kepada manusia mempunyai agenda
menghidupkan moralitas dalam rangka mengatur kehidupan manusia yang mestinya berperilaku baik [2], baca klik ---> Makna
Akhlaq. Agama menyuruh dan sangat
mendukung nilai mulia dari prinsip kebaikan seperti, keadilan, kejujuran,
tolong-menolong dan toleransi dalam hal khilafiyah furu’iyah (perbedaan yang
tidak prinsipil) dan agama (lakum dīnukum
waliadīn - Untukmu agamamu, dan untukku agamaku). [3]
Dalam proses kehidupan yang dijalani manusia,
agama sangat menyuruh dan mendukung tindakan kebaikan. Artinya, agama tidak
hanya memberikan nilai-nilai yang bersifat moralitas, namun juga menjadikannya
sebagai pondasi keyakinan. Agama mensyarakatkan moralitas sebagai bagian iman
secara keseluruhan. Artinya nilai moralitas atau akhlak [2] yang ditekankan
agama ini bersifat mengikat yang mesti dilaksanakan oleh setiap penganutnya.
Jadi, tanpa bantuan agama, dapat dipastikan
bahwa nilai-nilai kebajikan atau moralitas tersebut niscaya akan kehilangan
maknanya dan akan menjelma menjadi serangkaian nasihat yang bersifat tidak
mengikat. Yakni sekedar anjuran atau seruan belaka, sementara kita sendiri bebas
untuk menerima atau menolaknya.
Kedua, agama memberi kekuatan
Agama menghidupkan kekuatan dalam diri manusia
untuk mampu menghadapi pelbagai cobaan atau penderitaan hidup dan berperan
sebagai benteng kokoh yang melindunginya dari serangan keputusasaan dan
hilangnya harapan. Berkat keimanan yang kuat dan keyakinan bahwa Allah pasti
memberi pertolongan, setiap masalah yang muncul dan setiap jalan buntu yang
ditemui dalam kehidupannya dapat dipecahkan dan diatasi. Dengan itu, manusia
akan mampu menghindar dari rongrongan keputusasaan dan kesiasiaan.
Jadi, selain peran iman sebagai kekuatan
pendorong atau motivasi kehidupan, tetapi juga merupakan faktor yang
memungkinkan manusia sanggup menghadapi dan menanggung cobaan atau penderitaan hidup
dengan penuh ketegaran dan menyelamatkannya dari kepahitan (kegetiran) hidup
akibat kegagalan dan kekecewaan yang alami, sambil tetap proaktif dalam ikhtiar
atau berusaha mengatasi atau mencari jalan keluarnya.
Ketiga, agama menjadi pegangan dan
pedoman hidup
Al-Qur'an merupakan putunjuk [4] yang bisa dipegangan
dan dijadikan pedoman hidup yang tidak pernah berubah dalam setiap zaman.
Meskipun terdapat berbagai perbedaan tafsiran dalam memahaminya, namun tidak
pernah ada perubahan kebenaran yang dikandung dalam prinsip-prinsip pokok ajaran
yang telah ditetapkan dari Rabb
Al-‘Ālamīn, Almighty God - Allah,
Tuhan Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta, Yang Mahakuasa dalam Kitab Suci-Nya
serta Sunnah Rasul-Nya.
Pada faktanya, manusia tidak dapat hidup tanpa
adanya pegangan atau pedoman yang menjadi acuan dalam hidupnya. Untuk itu, ia
akan cenderung berusaha mengisi hidupnya berdasarkan agama yang menjadi
pegangan dan pedoman hidupnya.
Dalam kehidupan intelektual, lebih mengutamakan
atau cenderung dengan suatu keyakinan yang masuk akal dan ajaran yang sehat.
Dalam hal ini khususnya agama Islam dapat menjadi pegangan hidup baik bagi awam
(orang biasa) maupan intelektual (ulil
albab, baca klik ---> Ulil
Albab adalah Intelektual Muslim) karena ajaran-ajarannya
meliputi juga pengetahuan tentang alam semesta (sains, ayat kauniyyah) yang terkait
serta bertalian dengan kebenaran ajaran
hidup bagi insan yang beriman kepada-Nya. [4]
Keempat, agama mendorong kemajuan
ilmu pengetahuan dan peradaban
Selain memberikan pedoman hidup yang bersifat
spiritual, agama juga mendorong kemajuan ilmu pengetahuan atau sains dan
peradaban sebagaimana yang disebutkan oleh Carli Fiorina, CEO dari Hewlett
Packard produsen Industri komputer Amerika tentang kemajuan ilmuan muslim sebagai
berikut: “Para arsitek yang merancang bangunan-bangunan yang mampu melawan
gravitasi adalah mereka para matematikawan yang menciptakan aljabar dan
algoritma yang dengan itu komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Mereka
para dokter yang memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk
menyembuhkan penyakit. Mereka para astronom yang melihat ke langit, memberi
nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi perjalanan dan eksplorasi
antariksa” - mereka itu adalah para ilmuan dan penemu Muslim [5] pada zaman
kejayaan Islam di abad tengah, baca (klik) ---> Bagaimana
Penemu Muslim Mengubah Dunia
Keyakinan agama mengajarkan kepada manusia bahwa
pengetahuan tak terbatas merupakan sumber dari keteraturan alam yang berlaku di
jagat raya ini - yang menjadi dasar dari teori ilmu pengetahuan (sains), seperti
yang diibaratkan sebagai sebuah buku maha besar yang dikarang seorang sarjana
yang sangat cerdas. Setiap halamannya berisi serangkaian paragraf dan kalimat
yang mengandung cahaya kebenaran yang mendorong kita untuk mempelajari dan
merenungkannya dengan membaca - iqro’, mempelajarinya. [6]
Kelima, agama sebagai integrator
Agama sebagai integrator (menyatu padukan), baik individual maupun sosial, dalam arti
bahwa agama mengintregasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik
sebagai perseorangan (individu) maupun anggota masyarakat (sosial), yaitu
integrasi dan keserasian sebagai insan yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
serta integrasi dan keserasian antara manusia sebagai makhluk sosial dalam
hubungannya dengan sesama dan lingkungannya. Dengan kata lain, integrasi dan
keserasian antara mengejar kebaikan dunia dan akhirat. [7]
Keenam, agama sebagai sublimator
Agama sebagai sublimator (perubahan ketingkat
yang lebih baik) dari segala perbuatan manusia, sehingga perbuatan manusia,
bukan hanya yang bersifat keagamaan (spiritual) saja, tetapi setiap perbuatan yang
dijalankan dengan tulus ikhlas dan penuh pengabdian karena keyakinan agama, maka
segala pekerjaan yang baik merupakan bagian pelaksanaan ibadah insan terhadap
Sang Pencipta atau Al-Kholiqnya atau Tuhan Yang Maha Esa dan Mahakuasa.
Ketujuh, agama sebagai sumber
inspirasi
Agama sebagai sumber inspirasi (ilham) budaya dan
peradaban yang melahirkan hasil budaya fisik berupa cara pakaian yang sopan dan
indah, gaya arsitektur bangunan, seni tulis kaligrafi, ilmu pengetahuan (sains)
yang digunakan kepada hal-hal yang baik (bukan merusak), dan lain-lain, serta
hasil budaya nonfisik yang menafaskan kehidupan beragama yang ber akhlaq al-karimah
[8], serta jauh dari perbuatan syirik dan musyrik.
PENUTUP
Dari sudut pandang teori fungsional, agama
menjadi atau penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang
diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan yang memang
merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal ini fungsinya
ialah menyediakan tiga hal sebagai berikut:
Pertama, suatu
cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia, dalam
artian dimana ‘deprivasi frustasi’ [9] dapat dialami sebagai sesuatu yang
mempunyai ‘makna’ sebagaimana terjadi sekarang ini dari coronavirus epidemic (wabah dari epidemik virus corona), baca
(klik) --->Menyikapi
wabah Covid-19 Dalam Islam.
Dalam persitiwa tersebut, agama memberi kekuatan
dalam menanggung penderitaan hidup. Agama menghidupkan kekuatan dalam diri
manusia untuk mampu menghadapi pelbagai penderitaan hidup dan berperan sebagai
benteng kokoh yang melindunginya dari serangan keputusasaan dan hilangnya
harapan. Berkat keimanan yang kuat dan keyakinan bahwa Allah pasti memberi
pertolongan, setiap masalah yang muncul dan setiap jalan buntu yang ditemui
dalam kehidupannya dapat dipecahkan dan diatasi. Alhasil, ia akan mampu
menghindar dari rongrongan keputusasaan dan kesia-siaan.
Kedua,
sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan Tuhannya dalam
hal diluar jangkauannya yang dengan itu memberikan jaminan dan keselamatan bagi
manusia mempertahankan moral agamanya.
Ketiga, agama sebagai creator (pencipta)
dan innovator (pembaharu), memberikan semangat dorongan untuk bekerja
kreatif (mempunyai kemampuan untuk mencipta) dan produktif (banyak
menghasilkan) dengan penuh dedikasi (pengabdian) untuk membangun kehidupan
dunia yang lebih baik dan kehidupan khirat yang baik pula. Oleh karena itu,
disamping bekerja kreatif, agama mendorong pula adanya pembaruan dan
penyempurnaan (inovatif).
Jadi, selain peran iman sebagai kekuatan
pendorong/motivasi, tetapi juga merupakan faktor yang memungkinkan manusia
sanggup menghadapi dan menanggung cobaan hidup dengan penuh ketegaran dan
menyelamatkannya dari kepahitan akibat kegagalan dan kekecewaan yang alami.
Demikianlah peran agama terhadap manusia yang
diciptakan-Nya [10] untuk beribadah kepada Rabb
Al-‘Alamin (baca: rabbul ‘ālamīn), sebagai khalifah-khalifah, [11] pemakmurnya
di bumi [12] yang telah membangunkan peradabannya dengan ilmu pengetahuan
(sains) yang diperolehnya dari hasil pembelajaran dan penelitiannya.
Kesimpulannya, bahwa proses terbentuknya
kehidupan manusia sebagai individu dan bersama dalam sosial kemasyarakatannya sepanjang
sejarah hingga saat ini, tidak dapat dilepaskan dari peran agama. Dengan
keimanan agama telah mampu mengarahkan kehidupan manusia kepada kehidupan yang lebih
baik, berkemajuan yang harmonis serta bangunnya suatu peradaban bukan saja diperoleh
di dunia, kelak juga di akhirat. Billāhit
Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD 13 Sha’bān
1441 H / 6 April 2020 M. □ AFM
Catatan Kaki:
[1] Moralitas yang secara leksikal (lexical,
yang berhubungan dengan bahasa) dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang
mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia
dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun
dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup
bermasyarakat.
[2] "Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus
engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam" (QS Al-Anbiya
21:107). Dan dijelaskan sendiri oleh Nabi dalam satu riwayat Hadis Sahih: ‘Sesungguhya
aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia.” Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari). Menebar
rahmat dan memperbaiki akhlak itulah misi antara lain misi kedatangan Nabi
Muhammad saw.
[3] QS Al-Kāfirūn 109:6
[4] Inna
fī khalqis sāmāti wal ardhi wakhtilāfil laili wannahāri laāyātil liūlil albāb
- Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi ulil albab (berakal, inteleletual,
saintis).
Alladzīna
yadzkurūnallāha qiyāmaw waqu’ūdaw wa’alā junūbihim wayatafak karūna fī khalqis
samāwāti wal ardhi; rabbanā mā khalqta hādzā bāthila subhānaka faqinā
‘adzāban nār - (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata “Wahai Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semuanya ini sia-sia; Mahasempurna (Mahasuci) Engkau.
lindungilah kami dari adzab neraka. (QS Āli ‘Imrān 3:190-191). Baca juga klik
---> Menguak
Makna Alam Semesta Dimana Kita Hidup 1
[6] Iqro’
bismi rabbikal ladzī khaloq. khalaqol insāna min ‘aloq. Iqro’ wa rabbukal akrom.
Alladzī ‘allama bil-qolam. ‘Allamal insāna mālam ya’lam. Artinya: Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (alam semesta). Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha
Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahuinya. (QS Al-‘Alaq 96:1-5).
[7] Dalam ajaran Islam Allah ‘Azza wa Jalla tidak pernah menafikan
kehidupan dunia yang dijelaskannya bagaimana pandangan seorang Muslim tehadap
kehidupan di Akhirat dan kehidupan di Dunia, ditinjau dari hidupnya manusia
yang berada di Bumi. Firman Allah ‘Azza
wa Jalla menyebutkan: Wabtaghi fīmā
ātākalLāhud daral akhirah. Artinya: “Dan carilah negeri Akhirat dengan apa
yang telah dianugerahkan kepadamu. Wa lā
tansa nashībaka minad dunyā, artinya: “Tetapi janganlah kamu lupakan
bagianmu di Dunia (ad-dunyā)”. (QS Al-Qashash 28:77).
Bagi umat kalau dibiarkan menjadi miskin dan
melarat akan berbahaya, karena Rasul Allah saw
berlindung dalam hal kefakiran (kemiskinan) itu yang digandengkan dengan
kekufuran, do’anya berbunyi “Dan aku berlindung kepada-Mu (kepada Allah) dari
kefakiran dan kekufuran”. (Hadits Riwayat an-Nasa’i: 1/198 dan
Ahmad dalam Musnad: 5/36. dishahihkan oleh al-Bani dalam Irwa’ul Gholil:3/357).
Bahkan Allah mengajarkan kita berdoa, yaitu
meminta kepada Allah Yang Rahman lagi Yang Rahim agar hidupnya di Dunia baik
dan juga hidupnya di Akhirat baik serta dijauhkan dari azab neraka. Rabbanā ātinā fid-dunyā hasanataw wa
fil ākhirati hasanataw wa qinā ‘adzāban-nār. Artinya: Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di Dunia (dunyā) dan kebaikan (pula) di Akhirat dan
peliharalah kami dari adzab neraka. (QS Al-Baqarah 2:201)
Dan adalagi do’a yang lainnya: Allōhumma innī as-alukal ‘afwa wal ‘āfiata
fid dīn wa dunyā wa ahlī wa malī, artinya:
Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan (afiat,
kebaikan) mengenai akhiratku, duniaku, maupun mengenai keluarga dan harta
bendaku. (HR Turmidzi).
[8] Sungguh
telah ada pada dirimu (Muhammad) akhlak yang agung. Rasulullah adalah
suri tauladan terbaik, tidak ada yang mampu menandingi keindahan akhlak beliau.
Tidak sedikit perilaku buruk yang harus Rasulullah terima saat berdakwah
menyebarkan Ajaran Islam, namun beliau selalu membalas keburukan (daniaya baik
pisik maupun mental) itu dengan kebaikan (sabar dan tidak membalasnya). Maka
pantaslah bila Allah swt memujinya
dalam sebuah ayat, “Dan sesungguhnya engkau
benar-benar, berbudi pekerti yang luhur” (QS Al-Qalam 68:4).
Bahkan
menurut Ibnu Qayyim “Agama
adalah akhlak”. The religion itself is entirely good
character, so whoever surpasses you
in character has surpassed you in religion. Agama itu sendiri secara
menyeluruh adalah akhlak, barangsiapa mengungguli dirimu dalam akhlak, berarti
ia mengungguli dirimu dalam beragama.
[9] Menurut Brown deprivasi relatif (deprivation,
kehilangan pegangan) adalah keadaan psikologis dimana seorang merasakan
ketidakpuasan atau kesenjangan atau kekurangan yang subyektif pada saat keadaan
diri (individu) atau kelompoknya (sosial) di bandingkan dengan kelompok
(sosial) lainnya.
He is
awed by its fabulous wealth but deeply troubled by what he sees as its moral
depravity. - Ia terpesona oleh kekayaannya yang luar biasa (yang
diperolehnya), tetapi sangat terganggu oleh apa yang ia lihat sebagai (hasil
dari) kebobrokan moral (akhlak) - seperti korupsi, kejahatan atau kesesatan
yang diperbuatnya.
[10] Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu (kepada Allah). (QS
Adz-Dzāriyāt 51:56).
[11] Dialah yang menjadikan kamu sebagai
khalifah-khalifah di bumi. (QS Fāthir 35:39).
[12] Dialah yang menciptakanmu dari bumi dan menjadikanmu pemakmurnya. (QS Hūd 11:61). □□
Kepustakaan:
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2013/11/peran-dan-fungsi-agama-dalam-masyarakat.html?m=1
https://palembang.tribunnews.com/amp/2016/06/16/peranan-agama-dalam-kehidupan-manusia#referrer=https:
https://www.kompasiana.com/septya/5d0cfb7d097f36348f3bcbd6/peran-agama-dalam-kehidupan-bermasyarakat?page=all
dan lain-lain □□□