Friday, March 9, 2018

ZEALOT


HIDUP DAN KEADAAN PADA MASA YESUS DARI NAZARET



Pada batas tertentu dalam keadaan kezaliman yang telah merajalela pantas di cegah bukan dalam hati saja, atau melalui mulut saja, tapi pada saat yang kritis, (tak pelak lagi) perlu dengan tangan. [Al-Hadits]



Pendahuluan

S
ungguh menarik, penulisan buku “Zealot” oleh Reza Aslan yang mensintesis Kitab Suci Injil dan data kesejarahan yang dengan keilmuan sarjananya menghasilkan karya sahih (valid). Ia, seorang yang cerdas dan jernih dalam mengolah halaman demi halaman menjadi sebuah buku. Buku tersebut, menarik dan meyakinkan, tidak pernah dituliskan sebelumnya.

   Aslan boleh jadi berusaha menulis sebaik mungkin untuk menaruh rasa simpati kepada orang-orang yang menghormati Yesus sebagai putra sejati Tuhan yang cinta perdamaian, namun dalam temuan data yang kemudian mengisi tulisannya itu wajahnya berbalik kesisi - wajah yang lain, yang tidak seperti halnya yang digambarkan dalam Kekristenan abad modern sekarang ini, bahkan ia menggambarkan sisi lain dari citra yang hanya diketahui selama ini - tidak tinggal diam dimana dengan sendirinya kedamaian itu muncul sendiri, melainkan melawan secara pisik dari kemungkaran yang ada di hadapannya yang dengan itu orang akan damai.

Bakat sastra Reza Aslan sama pentingnya dengan efekZelotseperti juga makanan keilmiahan dan kejurnalistikannya. Sebuah potret yang jelas dan meyakinkan – bahwa “perlawanan itu ada”.  [1] [2] Kupasan uraiannya yang kenyal (tidak kaku) dan penuh pemikiran ini benar-benar memberikan keadilan penuh kepada Yesus yang sebenarnya, dan menghormatinya dalam proses kebijakan meyampaikan dakwahnya. Pada batas tertentu kezaliman yang telah merajalela pantas di cegah bukan dalam hati saja, atau melalui mulut saja, tapi pada saat yang kritis - tak pelak lagi - perlu dengan “tangan”. Hal inilah yang diungkapkan dalam buku Reza Aslan yang tidak tertulis di dalam Injil, tapi prakteknya  dilaksanakanya untuk menghadapi kezaliman yang telah merajalela ketika itu.

Ajaran semua agama langit bukan saja tergantung di langit untuk langit, tapi untuk bumi (membumi) yang dengan itu “tujuan langit (baru) dapat dicapai” dengan perbuatan kita di bumi. Itulah fitrah agama yang juga fitrah manusia, karena agama yang diturunkan dari langit sesuai dengan fitrah manusia.

Untuk itu mari ikuti buah pena Reza Aslan yang bertajuk: Zelot: Hidup dan keadaan pada Masa Yesus dari Nazaret - Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth.


ZEALOT
Hidup Dan Keadaan Pada Masa Yesus Dari Nazaret
Disarikan Dari Tulisan Reza Aslan


B
uku Zelot: Hidup dan keadaan pada Masa Yesus dari Nazaret (Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth) dari penulis buku terlaris internasional "No god but God" Reza Aslan [3]  hadir ketengah publik pembaca dengan sangat menarik, provokatif, dan teliti (dari hasil penelitannya yang seksama). Biografi yang menantang asumsi lama tentang pria yang kita kenal sebagai Yesus dari Nazaret yang hidup dua ribu tahun yang lalu, seorang pendakwah Yahudi dan diberkahi pula dengan mukjizat [4] [5], Ia berjalan melintasi Galilea, mengumpulkan pengikut untuk menetapkan apa yang dia sebut "Kerajaan Allah". Gerakan revolusioner yang dia lancarkan “melawan kezaliman” sangat mengancam tatanan mapan “penguasa ketika itu” yang membawanya sampai ditangkap, disiksa, dan dieksekusi sebagai penjahat negara.

   Dalam beberapa dasawarsa setelah kematiannya yang memilukan, pengikutnya memanggil “almarhum”, Tuhan. Dengan memilah-milah pembuatan cerita-cerita mitos yang telah tertanam berabad-abad lamanya, Reza Aslan menyoroti salah satu karakter sejarah yang paling berpengaruh dan penuh teka-teki adalah dengan memeriksa kisah Yesus melalui lensa era hiruk pikuk di mana dia tinggal,  Palestina pada abad pertama kalendar Masehi itu merupakan suatu zaman yang penuh dengan semangat apokaliptik. [6] Sejumlah nabi Yahudi, berdakwah supaya mengikuti ajaran yang dibawanya, dan calon mesias ini mengembara sepanjang jalan melalui Tanah Suci yang membawa pesan dari Tuhan. Inilah zaman zelotih - nasionalisme yang sungguh-sungguh yang membuat perlawanan terhadap pendudukan Romawi atas tanah Palestina, untuk itu merupakan suatu kewajiban suci bagi semua orang Yahudi membebaskannya. Dan beberapa tokoh lebih baik mencontohkan asas ini daripada orang Galilea yang karismatik dan menentang otoritas kekaisaran dan sekutu mereka dalam hierarki agama Yahudi.

Untuk menyeimbangkan kisah Yesus dari sumber yang dikemukakan dalam kitab Injil ternyata bertentangan (maksudnya tidak ada diceritakan) dengan sejarah (dari sumber-sumber yang ada dalam sejarah), Aslan menggambarkan seorang pria yang penuh dengan keyakinan dan semangat perdamaian, namun penuh kontradiksi (dalam fakta sejarahnya); seorang (yang disebutkan sebagai orang yang) pendamaian yang (malah) mendesak para pengikutnya untuk mempersenjatai diri dengan pedang (untuk melawan kekaisaran dan pengikutnya); seorang penyembah setan dan (vs) penyembuh iman, mendesak murid-muridnya untuk merahasiakan identitasnya; dan akhirnya "Raja Yahudi" yang “menyuruh melawan” ini, menjanjikan pembebasan atas pendudukan Roma, ironisnya [7] dalam waktu singkat belum berhasil (belum terpenuhi).

Berikutnya, Aslan mengeksplorasi (menelusuri fakta sejarah bahwa) alasan mengapa gereja Kristen mula-mula memilih untuk menyebarkan gambaran tentang Yesus sebagai guru spiritual yang damai daripada seorang (dalam catatan sejarah juga seorang yang) revolusioner yang sadar secara politik (dalam menghadapi keterniayaan umatnya). Dan dia bergulat dengan teka-teki tentang bagaimana Yesus memahami dirinya sendiri, misteri yang menjadi inti dari semua klaim selanjutnya tentang keilahian-Nya. "Zelot" [8] menghasilkan sebuah perspektif baru mengenai salah satu kisah terbesar yang pernah diceritakan dalam sejarah dan sekarang terungkap bahkan saat ia menegaskan sifat radikal (dalam menghadapi penindasan terhadap pengikutnya) dan inilah salah satu sisi yang transformatif dari kehidupan dan misi Yesus Nazaret.

   Hasilnya adalah sebuah biografi yang merangsang pemikiran yang elegan (rapi) dengan nada laiknya sebagai sebuah kisah novel yang serba cepat dari potret seorang pria, waktu, dan kelahiran sebuah agama yang luar biasa cemerlang. Pujian untuk "Zelot" dari pembaca yang mengkaji (review) buku tersebut. [8]


Penutup

D
emikianlah inti sajian dari buku tersebut, semoga kita mendapat pelajaran yang berharga yaitu, tidak semua masalah hanya dipecahkan dengan cara pendekatan lembut dan senyum (damai, evolusi) tapi juga keras dan tegas (revolusi, jihad) - sebagaimana juga dilakukan oleh Yesus pencinta kedamaian, kalau tidak masalah tidak akan selesai-selesai (dalam menghadapi ketidak adilan, memfitnah dengan cara bersilat lidah yang tidak punya moral integritas yang bisa dipertanggung jawabkan - sudah merajalela), maka perlu diselesaikan dengan cerdas dan bertanggung jawab).

Dengan itu hendaknya kita tambah arif dalam menilai sesuatu. Last but not lease, menambah kita untuk menjadi pelaku dinamis dalam menegakkan rahmat bagi alam semesta. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Mari saksikan Video tvFox  --klik-->  Buku Reza Aslan: Zealot




Catatan Kaki:

[1] “perlawanan itu ada” [Sebalik dari yang tertulis dari Kitab Suci Injil tersebut: “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. [Matius 5:38-39] [2]

[2]http://everyoneneedsjesus.blogspot.com/2010/08/ditampar-pipi-kanan-berikan-pipi-kiri.html

[3] Reza Aslan (lahir 3 Mei 1972) adalah seorang penulis Iran-Amerika, intelektual publik, ilmuwan studi agama, produser, dan pembawa acara televisi. Dia telah menulis tiga buku tentang agama: Tidak ada tuhan selain Tuhan: Asal Usul, Evolusi, dan Masa Depan Islam. Yang lainnya adalah Melampaui Fundamentalisme: Menghadapi Ekstrimisme Keagamaan di Era Globalisasi (Beyond Fundamentalism: Confronting Religious Extremism in the Age of Globalization), dan Zelot: Hidup dan (keadaan pada) Masa Yesus dari Nazaret (Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth). Aslan adalah anggota American Academy of Religion, Society of Biblical Literature, dan Asosiasi Studi Al-Qur'an Internasional. Dia juga seorang profesor, penulisan kreatif di University of California, Riverside.
[https://en.wikipedia.org/wiki/Reza_Aslan]

[4] Mukjizat  Isa diantaranya adalah: Lahir tanpa adanya seorang ayah; Dapat berbicara sewaktu masih bayi, untuk menerangkan bahwa ia seorang nabi yang diutus untuk bani Israel; Bisa mengetahui Taurat asli Musa, yang disembunyikan dan telah mengalamai banyak perubahan yang dilakukan oleh orang-orang cerdik dari kaum Yahudi; Membentuk tanah seperti burung kemudian meniupkanroh, lalu tanah itu menjadi burung; Menyembuhkan orang buta; Menyembuhkan orang yang berpenyakit sopak; Menghidupkan kembali orang yang telah mati; Diberi kemampuan melihat hal-hal yang ghaib melalui panca inderanya meskipun ia tidak menyaksikannya secara langsung; Menurunkan makanan dari langit karena permintaan Hawariyun. [5]

[5] [https://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat_Isa]

[6] Kata "apokaliptik" berasal dari bahasa Yunani yang artinya "menyingkapkan" atau " membukakan". Kata ini merujuk pada sesuatu yang sebelumnya tersembunyi dan sekarang telah tersingkap (Karena disingkapkan, dikupas sehingga tersingkap apa yang sebelumnya tertutupi).

[7] Ironisnya adalah situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi.

[8] Zealot artinya 1). Orang yang fanatik; tekun; rajin. 2). Pengikut yang (Yesus) setia.

Arti kata dan pengucapan zealot ada hubungan dengan sejarah yaitu: a member of an ancient Jewish sect in Judea in the first century who fought to the death against the Romans and who killed or persecuted Jews who collaborated with the Romans, a fervent and even militant proponent of something.

Padanan terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah: Seorang anggota sekte Yahudi kuno di Yudea (maksudnya pengikut Yesus) pada abad pertama (yaitu datangnya agama yang dibawa Yesus) yang berjuang dan bersedia untuk mati (jihad) dalam melawan orang-orang Romawi dan orang-orang Yahudi yang berkolaborasi dengan Romawi yang telah membunuh atau menganiaya orang Yahudi (pengikut Yesus). Kemudian pendukung sejati (setia dan gigih) bahkan militan melawan Romawi dan pendukungnya disebut zealot.

Lihat pula Sejarah Perang Salib, PD I, PD II, Perang Kemerdekaan negara-negara terjajah oleh Kolonialisme pada abad ke-20. □□


Sumber:

https://www.betterworldbooks.com/product/detail/zealot-140006922X?utm_medium=onr_paidshopping&utm_source=google
http://everyoneneedsjesus.blogspot.com/2010/08/ditampar-pipi-kanan-berikan-pipi-kiri.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Reza_Aslan
https://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat_Isa
https://www.youtube.com/embed/f_0UkKHy1U4  □□□

Friday, March 2, 2018

Generasi Shalahuddin





Kata Pengantantar

Dalam blog --klik--> afaisalmarzuki blogspot disebutkan: Dalam beberapa masa, peradaban Islam pun memasuki masa kelam, sampai kemudian nampaknya hasil perjuangan yang dilakukan oleh para pembaharu Islam yang melahirkan perbaikan dalam lapangan kehidupan peradaban Islam.

Yaitu usaha yang dilakukan oleh Al Ghazali [1] sehingga melahirkan generasi Shalahuddin lima puluh tahun kemudian.

Apa maksud Generasi Shalahuddin? Kondisi apa sampai perlu dibentuk dan Bagaimana cara membentuknya? Dan apa perannya?

Mari ikuti paparannya. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



GENERASI SHALAHUDDIN


Kaifa Abtasim, wal Qudsu asīr?”
Artinya:
Bagaimana aku bisa tersenyum, sedangkan Al-Quds terjajah?
[Shalahuddin Al-Ayyubi, 1137-1193]


P
emuda itu, saat itu tidak segagah namanya. Ia tak begitu besar, bahkan bisa dibilang seperti anak ingusan. Padahal ayahnya telah lama mendidiknya untuk menjadi pejuang handal yang siap menghadang satuan-satuan musuh dari barat. Ya, hari-hari itu adalah hari yang sulit bagi Muslimin, dihimpit pelbagai kesusahan dari dalamnya, dan bahaya dari 22 negeri Eropa.

Dia, adalah anak seorang gubernur. Lahir di Benteng Tikrit [2] dan tumbuh besar di sana. Ia mengenyam kehidupan dan diajak berjalan melihat keadaan kaum muslimin di penjuru tanah Arab, menyaksikan banyak peristiwa yang memilukan. Kaum muslimin hidupnya terpecah-pecah; Ulama yang rela berfatwa salah, demi nama harum di hadapan Khalifah; Pasukan Salib dari Eropa mencabik-cabik kedigdayaan Al-Quds, Palestina.

Namun ia takut dengan darah, ia takut dengan perang. Ia lebih suka berdamai. Ia khawatir sebilah pisau melukai kulitnya, ia berlindung dibawah ketiak ayahnya ketika datang kabar Pasukan Salib membantai daerah muslimin. Ia dikelilingi keresahan dan kegalauan, padahal ia anak panglima. Ia anak yang dibesarkan di bawah kewibawaan penghuni benteng raksasa Tikrit, tapi sampai beranjak masa remajanya, ia tumbuh jadi remaja yang akut, takut, dan limbung saat berhadapan dengan kata jihad dan perang.

Nama kecilnya Shalahuddin Al-Ayubi adalah Yusuf. Ia masih takut dengan darah sampai akhirnya Sang Paman, Asaduddin Syirkuh mengajaknya, lebih tepatnya, memaksanya untuk melihat langsung bagaimana situasi perang, mengajarinya memanah, berkuda, mendidiknya dengan tegas dan wibawa. Asaduddin adalah panglima besar yang semangat jihadnya menginspirasi pemuda-pemuda muslimin di era Abbasiyah untuk berdiri di garda depan, memasang kuda-kuda, menyiapkan surat wasiat seandainya esok hari mereka telah syahid di tangan Pasukan Salib.

Nyali Yusuf tumbuh, ia dipaksa keluar dari ketakutaannya. Ia dipaksa beranjak dari kegelisahannya. Ia dipaksa pamannya untuk melihat realitas yang ada; bahwa ummatnya kini terguling-guling dalam ketidakpastian; bahwa sekarang matahari Al-Aqsha sedang dihijabi kabut-kabut samar yang menutupi kesucian dan terangnya semasa dulu.

Semenjak tahun 1092, perintah Paus Urbanus II dari Roma telah menggiring ratusan ribu pasukan beringas bersalib nan berpakaian lusuh dari 22 negeri Eropa yang kebanyakannya preman-preman dan narapidana penjara. Mereka datang dan tumpahkan darah 40 ribu jiwa muslimin tak berdosa hanya dalam waktu 4 hari 4 malam.

Ketakutan dan kata damai yang bersemayam di hatinya dahulu, senyum indah dan kenyamanan yang ia alami dahulu, berubah drastis. Kini Yusuf hidup di bawah kilatan pedang, siangnya ia habiskan di atas kudanya, matanya telah tajam melihat, meresapi makna jihad, mengulang hafalan Al-Qur’annya di bawah terik matahari. Asaduddin Syirkuh, pamannya, telah berhasil mendidiknya, lalu membawa Yusuf ke sebuah tempat yang akan jadi pijakan pertamanya menyatukan muslimin, menuju Aqsha! Membebaskan Al-Quds (Yerusalem).

Tempat kemenangan itu bermula dari; Mesir, yang tahun-tahun itu Kerajaan Syi'ah Fathimiyah kehilangan taringnya di sana. Berbagai cara mereka lakukan agar kekuasaannya bertahan, termasuk mengundang Pasukan Salib Eropa untuk membantu Sang Raja yang terlalu rapuh untuk berkuasa. Bukannya membantu, justru Pasukan Salib datangnya memperkeruh suasana Mesir.

Asaduddin dan Yusuf diperintahkan oleh Khalifah dari Baghdad untuk berangkat bersama pasukan terbaiknya menuju Mesir, untuk memperbaiki suasana dan menghadang ekspansi Pasukan Salib yang ingin merebut bumi Islam. Di sanalah Allah anugerahkan keberanian besar, Allah anugerahkan azzam (kebulatan tekad yang) membara dan membuka mata Yusuf untuk melakukan langkah besar yang bukan sekadar mengusir Pasukan Salib, tapi lebih dari itu: membebaskan Quds yang 80 puluh tahun berada dalam kepiluan dan jajahan Kerajaan Salib yang dipimpin Raymond saat itu.

Kemenangan diraih, Asaduddin dan Yusuf berhasil memimpin pasukan terbaik dan menghadang Pasukan Salib dari laut tengah, memukul mundur mereka sampai pantai-pantai Eropa selatan. Rakyat Mesir mencintainya. Yusuf, ia telah merebut hati rakyat Mesir dan membuat mereka mengangkatnya jadi pemimpin sejati. Ia, Yusuf, menemukan jalannya, ia menemukan tempatnya, ia menemukan markasnya untuk membangun kekuatan besar membebaskan Al-Aqsha.

“Ketika Allah menganugerahkanku bumi Mesir, Aku yakin Dia juga bermaksud Palestina untukku”, begitu salah satu kalimatnya yang terjelma menyejarah hingga kini. Dengan segala upaya, pendidikan ketentaraan dan tarbiyah ruhiyah yang menggebu-gebu, Yusuf yang telah menjadi Sultan di Mesir menjadikan Al-Aqsha sebagai slogan-slogan kebangkitan ummat Islam. Ia berkeliling dari kerajaan dan kehilafahan muslim yang terpecah-pecah kemudian menyatukannya.

Namanya mulai mencuat sebagai singa yang mengancam keberadaan Salib di kubah-kubah Al-Quds. Angin menyebarkan namanya dan kaum muslimin menyambut panggilan jihad darinya, kuda-kuda seluruh tanah Arab disiapkan begitu sejahtera, anak-anak muda ditempa pendidikan Qur’an sedemikian rupa. Masjid-masjid sungguh jadi tempat para Ulama mendengungkan jihad yang menyala-nyala. Para Ibunda melepas kepergian suami dan anak lelakinya untuk berbaris bersama Yusuf, menuju satu tujuan, menuju kemulian, yaitu mengganti salib di kubah Al-Aqsha menjadi bendera tauhid yang gagah berkibar-kibar!

Hittin, lembah dekat Al-Quds itu, jadi saksi 13.000 pasukan pimpinan Yusuf melawan 60.000 Pasukan Salib pimpinan Reynald De Chatillon dan Guy De Lusignan. Muslimin menang, telak. Beranjak dari Hittin, pasukan Muslim berbaris lurus berkilo-kilo dengan gagah. Manjaniq (Meriam katrol pelempar bongkahan batu api) dipasang bershaf, bersiap dengan batu api. Pasukan panah berjajar, busurnya ditarik dan anak panah diterbangkan menutupi langit. Yusuf, bersama 13.000 pasukan (ada yang mengatakan 60.000, ada yang mengatakan 240.000) muslimin telah meneguk janji kemenangan, mereka jadi saksi nyata Al-Quds kembali ke pelukan kaum muslimin pada tanggal 27 Rajab, di tahun 1187 Masehi.

Kemenangan itu menyebar di saentero kawasan kekuasaan Arab dan membangkitkan kaum muslimin dari malunya yang sungguh tak tertahankan. Yusuf, yang saat itu telah mendirikan kerajaan Ayyubiyyah di Mesir telah mengangkat wajah umat Islam dan membuat Eropa malu. Di Eropa namanya pun berkibar gagah, disegani dan dihormati karena masih sempat-sempatnya mendatangkan dokter untuk mengobati penyakit (seteru Yusuf - “Shalahuddin”) Raymond, Raja Kerajaan Kristen yang bercokol di Yerusalem. Kawan, saksikanlah lelaki itu, Eropa memanggilnya: Saladin The Wise. Malah ada diproduksi Tank Baja (Panzer) handalan British Army nama tanknya Saladin. Kaum Muslimin mengenangnya: Shalahuddin Al-Ayyubi!

Sebenarnya dalam tulisan ini kita membahas tak sekadar biografi seorang tokoh. Memang benar kata Thomas Carlyle “Sejarah tidak lain tidak bukan adalah kumpulan biografi orang-orang besar yang menciptakannya”. Namun saya mengajak pembaca dan kawan sekalian untuk menelaah dan mendalami sebuah pertanyaan: “Bagaimana Shalahuddin tercipta? Apakah dia datang secara tiba-tiba, atau ditempa menjadi seseorang paling berharga?”

“Shalahuddin bukanlah seseorang, ia adalah sebentuk besar generasi. Ya, Generasi Shalahuddin!” Kata Ustadz Adian Husaini dalam salah satu talkshow beliau. Saya dan tentu kawan-kawan mengangguk mengamini pernyataan ini.

Saya pernah mempelajari sebuah buku tentang proses kembalinya Al-Quds menuju pelukan kaum muslimin. Dibalik kegagahan Shalahuddin dan kegemilangan Satria-Satria Hittin yang menampar kedigdayaan Salib, ada banyak elemen yang ikut andil dan punya pengaruh besar menyiapkan orang-orang sehebat itu.

Yang ada bukanlah Shalahuddin saja dan orang-orang mengikutinya, lalu bersatu dan menang. Tidak! Melainkan sebentuk generasi yang dipersiapkan berpuluh tahun, tepat sejak Al-Quds dijajah oleh Kaum Salib di tahun 1096. Tepat setelah mendengar kabar kejatuhan Quds di tangan pasukan Salib itu, ulama-ulama mendengungkan jihad, mendidik anak-anak, memenuhi masjid-masjid. Karena para Ulama sadar, dibalik jatuhnya Quds di tahun 1096, mempunyai sebuah nilai dalam: bahwa Allah ingin ingatkan umat Islam atas kelalaian mereka dan keberpecah-belahan mereka.

Adalah deretan nama ini yang merintis pendidikan generasi Shalahuddin: Imaduddin Zanki, Nuruddin Mahmud, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, dan penguasa Sholeh juga Ulama jenuis lain mempersiapkan serentak, sebuah angkatan raksasa manusia untuk dikemudian hari menjadi tentara terbaik dalam pembebasan Quds. Sebuah langkah visioner! Sebuah gerak tepat merespon kejatuhan.

Urusan Sejarawan Eropa dan Arab yang terkagum-kagum dengan kejeniusan taktik perang Shalahuddin itu nomor sekian. Di balik kejeniusan dan kebrilianannya Shalahuddin, tentulah pasukannya juga pastinya pasukan terbaik, dengan keshalihan tingkat tinggi, dengan ketakwaan yang menjadi-jadi, dengan kualitas tahajjud yang tak kenal absen di malam hari.

Itulah sebentuk besar generasi. Generasi, bukan hanya satu orang. Kita menamainya “Generasi Shalahuddin”, dan nama itu juga yang akan kita dengungkan ke penjuru bumi muslimin hari ini. Bahwasanya bukan satu orang tampil ke depan, lalu membuat takjub manusia dan kemudian mengikutinya. Tapi, “ia adalah sebentuk generasi yang besar. Ya, Generasi Shalahuddin!” Lagi-lagi mengamini kata Ustadz Adian Husaini. [3] □


Mari saksikan Video ---klik---> Shalahuddin al-Ayyubi



Catatan Kaki:
[1] Al-Ghazali nama lengkap Abū āmid Muammad ibn Muammad al-Ghazālī (bahasa Arab أبو حامد محمد بن محمد الغزالي; bahasa Latin - Algazelus atau Algazel, c. 1058 - 19 Desember 1111) adalah seorang ahli teologi Muslim abad pertengahan, ahli hukum, filsuf , dan sufi asal Persia.
[2] Benteng Tikrit terletak di Tikrit (تكريت, juga dieja Takrit atau Tekrit) adalah sebuah kota di Irak, terletak sekitar 140 km di sebelah barat laut Baghdad di Syngai Tigris. Tikrit adalah pusat pemerintahan provinsi Salah ad-Din (Salahuddin).
[3] Adian Husaini, lahir di Desa Kuncen, Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur, pada 17 Desember 1965. Saat ini, menetap di Pesantren at-Taqwa Depok, Adian Husaini masih mendapat amanah sebagai Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, dan Pembina Pesantren at-Taqwa Depok. Gelar doktor dalam bidang Peradaban Islam diraihnya di International Institute of Islamic Thought and Civilization -- Internasional Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), dengan disertasi berjudul “Exclusivism and Evangelism in the Second Vatican Council: A Critical Reading of The Second Vatican Council’s Documents in The Light of the Ad Gentes and the Nostra Aetate. □□


Sumber:
https://www.dakwatuna.com/2014/11/03/59338/generasi-shalahuddin/#axzz58coYWst0
https://id.wikipedia.org/
https://id.wikipedia.org/wiki/
https://www.youtube.com/embeded/djOqoOwVCVg
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2018/03/sebab-kemunduran-umat-islam-dan.html  □□□