S
|
etelah kejatuhan Uni Soviet dari Perang
Dingin dengan Amerika - kemudian Uni Soviet pecah menjadi Rusia yang lainnya
menjadi negara-negara berdiri sendiri seperti: ● Di
daerah Baltik menjadi, Estonia, Latvia, Lituania; ● Di
daerah Asia Tengah menjadi, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan,
Turkmenistan, Uzbekistan ; ●
Di daerah Eropa Timur menjadi, Belarus,
Moldova, Ukraina; ●
Di daerah Kaukus Selatan menjadi, Armenia,
Azerbaijan, Georgia; ●
Di daerah Rusia menjadi, Rusia. Rusia
sekarang tanpa negara-negara yang disebutkan sebelumnya.
Dengan itu sebenarnya
kesempatan ini digunakan Chechnya untuk melaksanakan aspirasi rakyat Chenchen, hampir saja tercapai,
ketika rakyat Chenchen memenangkan Perang Chenchen pertama atas Russia. Namun
kemudian, ketika Vladimir Putin melancarkan perang kedua kalinya atas Chechnya,
Moskow kembali menguasai Chechnya secara de facto, dan menempatkan seorang
presiden boneka yang mengakibatkan segala kekacauan, melancarkan kampanye media
propaganda, dan menerapkan taktik pecah belah pada perjuangan rakyat Chenchen.
Namun, rakyat
Chenchen tak pernah berhenti. Mereka berjuang dari desa ke kota di seantero
Chechnya, dan kebijakan pro-Moskow di negara ini tak pernah mempan. Anak-anak
muda Chenchen tetap pergi ke hutan, bergabung dengan para pejuang. Chechnya
masih terjajah oleh Russia.
Sejarah Rakyat Chenchen
Rakyat Chenchen
dikenal sebagai Nokhchi, yaitu orang yang berasal dari desa dimana terjadi
peperangan dengan Russia di abad ke-18. Mereka menghuni sebelah utara wilayah
Kaukasus. Jumlahnya sangat kecil, namun mereka sangat vokal dalam melawan
penjajahan Russia waktu itu. Rakyat Chenchen juga dikenal sebagai orang Ingush,
dan secara kolektif disebut “Vainakh” yang artinya “rakyat kami.”
Pada abad ke-16, datanglah
orang-orang Cossaks ke wilayah itu. Orang Cossaks adalah orang-orang Russia
yang menyebar ke seantero Russia. Mereka adalah para penjahat dan bandit yang
tinggal di perbatasan selatan kerajaan Russia. Jumlah asalnya mereka sangat
sedikit, namun karena dukungan dari kerajan Russia, maka mereka berani
mengambil hak dari rakyat Kaukasus asli. Inilah yang melatarbelakangi perang
Chechnya dan Russia sampai saat ini.
Pada Februari 1943,
rakyat Chenchen diangkut dengan kereta roda untuk ternak ke Sentral Asia oleh
para tentara Russia. Ini terjadi pada masa pemerintahan Stalin dan diikuti oleh
para pemimpin Russia lainnya. Ini dikenal sebagai deportasi paksa rakyat
Chenchen. Mereka dipaksa untuk membuat jalan dan jembatan. Namun yang didapat
mereka kemudian adalah desa mereka dibakar. Banyak yang tewas saat itu, mungkin
hampir sekitar 30% dari jumlah keseluruhan mereka 400.000 orang di wilayah itu.
Perang Chechnya I dan II
Perang Chechnya
sebenarnya adalah bentuk rasa malu Russia pada decade 1990-an. Kedua perang ini
dipicu oleh kepentingan berbeda, namun hasil perang pertama memengaruhi
terjadinya perang kedua.
Perang
pertama Chechnya terjadi pada Desember 1994, dilakukan oleh
pemerintahan Yeltsin. Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Chechnya sebagai
bagian dari Russia. Presiden Dzhokhar Dudaev, memenangkan pemilu yang jujur dan
bersih pada Oktober 1991, mendeklarasikan kemerdekaan Chechnya pada November di
tahun yang sama, dan menolak Moskow. Sampai musim semi 1994, Chechnya adalah
satu-satunya negara yang tak mau bergabung. Maka perang pun berkumandang
terhadap Muslim Chenchen.
Putin mengklaim bahwa
Russia sedang memerangi teroris. Perang pertama berakhir pada Agustus 1996.
Perang ini menewaskan lebih dari 100.000 rakyat sipil dan tentara Chenchen.
Perang kedua yang meletus pada musim
gugur 1999, adalah sebagai balas dendam perang yang terjadi selama 1994-1999.
Russia mengklaim, bahwa Shamil Basayev, seorang pejuang Chechnya telah membom
serangkaian apartemen di Russia, sesuatu yang tak pernah terbukti sampai
sekarang.
Sampai sekarang,
jumlah korban Muslim Chenchen tidak pernah diketahui. Namun yang pasti, korban
mulai dari umur 10 sampai 60 tahun. Jika perang pertama didasari oleh kalkulasi
yang salah, maka perang kedua dilakukan lebih brutal dan sinis sebagai
pembentukan kekuatan rejim baru di sekitar Putin.
Akar Gerakan Rakyat Chenchen
Gerakan Islam rakyat
Chenchen muncul ketika Mikhail Gorbachev menerapkan perestroika, atau semacam
reformasi Russia. Momentum gerakan Islam Chenchen terjadi pada tahun 1991.
Dzhokhar Dudayev, presiden terpilih Chechnya, baru saja kembali dari Estonia
setelah mengikuti perayaan Angkatan Udara Russia. Di Estonia, Dudayev melihat 1,6 juta
rakyatnya—hanya lebih banyak sedikit dari Chechnya—berani mendeklrasikan
kemerdekaan dari Soviet. Sedangkan selama ini, Chechnya telah menderita dan
dijajah selama hampir dua dekade lamanya.
Kaum Sufi juga
disebut sebagai pihak yang banyak berandil besar dalam perjuangan rakyat
Chechnya. Rakyat Chehcnya mulai memeluk Islam pada abad 17 sampai abad 19.
Tidak heran kemudian jika sufisme menjadi identitas yang paling dominan dalam
masyarakat Chenchen. Paham Sufi Nqshabandiyah banyak tersebar di Chechnya.
Namun operasi perang Chechnya pada tahun 1994, Russia banyak menghabisi kaum
Salafi yang saat itu tengah menjadi trend.
Berikut tahapan-tahapan dalam sejarah
perlawanan bangsa Chechen terhadap Rusia
Periode Pertama
Dimulai pada pertengahan abad 16 dan berakhir pada akhir
abad 17, ditandai dengan kolonisasi yang damai di daerah tersebut. Ciri khas
daerah ini pada masa itu adalah hubungan sekutu antar vassal (daerah kekuasaan
dengan raja-raja kecil yang berkumpul menjadi satu kesatuan di bawah penguasa
yang lebih besar) yang dipimpin oleh pemimpin-pemimpin bangsa Chechen dengan
keluarga Tsar di Moscow. Moskow sudah mulai bermaksud meluaskan pengaruhnya di
bidang politik dan ekonomi. Pada masa itulah banyak penduduk dan pemimpin
Chechen yang tertarik dengan pendekatan-pendekatan Moskow, dan mulai mengakui
(dengan sukarela) kekuasaan Moskow di daerah mereka.
Periode Kedua
Masa ini terjadi selama abad ke 18, ditandai dengan
ekspansi militer pertama Rusia ke wilayah Utara pegunungan Kaukasus. Di bawah
pimpinan Peter I, dan kemudian Catherine II, Rusia mulai berhasil
mengkolonisasi daerah pegunungan itu.
Walaupun perlawanan rakyat Chechnya telah dimulai pada
tahun 1781, namun baru pada tahun 1785 perlawanan Chechnya terhadap terjangan
Rusia mulai terasa ketika berada di bawah pimpinan Sheikh Mansur. Pada masa
itulah bangsa Chechen mulai membangkitkan perlawanan bersenjata mereka guna
memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan mereka. Sheikh Mansur-lah yang dikenal
pernah mencoba untuk menyatukan daerah Utara Kaukasus menjadi satu negara Islam
yang merdeka dari Rusia, namun tidak berhasil,namun namanya masih tetap dikenal
hingga sekarang.
Gerakan anti kolonial Chechnya ini dimulai oleh
orang-orang dataran tinggi, yang kemudian dengan cepat menyebar ke
daerah-daerah lain. Perlawanan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang dari
golongan bawah yang merasakan ketidakadilan dalam pemerintahan. Pada awalnya
kaum usahawan dan bangsawan setempat juga ikut menyumbangkan andil mereka lewat
bantuan logistik dan sumbangan orang-orang pekeja mereka dalam peperangan,
namun sejak mulai dicanangkannya gerakan anti-feodal oleh Sheikh Mansur, mereka
mulai bergabung ke dalam faksi-faksi yang pro-Moskow. Imam pertama ini berjuang
hanya sekitar 6 tahun saja, dan meninggal ketika tentaranya kalah di benteng
Schulsselburg pada tahun 1791.
Periode Ketiga
Hubungan antara bangsa Rusia dan Chechen bertambah retak
pada awal abad ke-19, ketika Jenderal A.P. Yermolov menjadi pemimpin pasukan
Rusia di wilayah Kaukasus itu, dimana tentara Tsar mulai masuk ke daerah-daerah
terkecil Chechnya sekalipun. Pasukan perlawanan Chechnya saat itu dipimpin oleh
Beibulat Taimiev, yang sudah berkuasa selama 30 tahun, dimana ia dinilai sangat
berhasil mempersatukan sebagian besar bangsa Chechen ke dalam satu kesatuan
perlawanan. Ia juga mempunyai impian dengan menyatukan gerakan perlawanan
Chechnya-nya dengan pemimpin-pemimpin feodal dari Utara Kaukasus yang sudah
retak. Ia kemudian diajak berunding, dengan tujuan menghindari perang besar
yang berkelanjutan dengan Rusia, tanpa mengesampingkan keinginan Chechnya untuk
merdeka, demi kebebasan bangsanya. Namun ajakan damai itu ternyata merupakan
muslihat pihak Rusia, dan diakhri dengan pembunuhan yang semakin menyulut
perlawanan Chechnya yang lebih besar.
Tahun 1828 menjadi titik tolak dari perang Kaukasia.
Perlawanan kaum pro-kemerdekaan dari daerah dataran tinggi Chechnya dan
Daghestan mulai dipengaruhi “muridisme” yang membuat pemimpin-pemimpin gerakan
perlawanan semacam Imam Gazi-Magomed, Gamzat-Bek, Shamil, dan Tashov-Khadzi
mulai mengobarkan ‘gazavat’, semacam perang jihad. Tahun 1834 Imam Shamil
berhasil mewujudkan impian Sheik Mansur dengan menyatukan bagian-bagian dari
orang-orang gunung Kaukasus Utara dalam satu perlawanan melawan kekuasaan Rusia
dan mendirikan pemerintahan teokratis Sharia, yang dikenal dengan nama imamat
selama 27 tahun.
Pada tahun 1859 Shamil mengalami kekalahan dan menjadi
tahanan istimewa dari Tsar Alexander II. Rakyat Chechnya kemudian berada di
bawah kekuasaan administrasi militer Moskow, namun mendapatkan otonomi dalam
permasalahan regional mereka seperti yang dijanjikan oleh Tsar kepada Shamil.
Ketika Perang Dunia I pecah, Rusia membuat perjanjian dengan Turki Ottoman,
dimana mereka akan mendapatkan bantuan dari penduduk setempat, yang kemudian
dikirimkan sebagai bala tentara yang kuat, dan Rusia mendapat keuntungan dengan
berkurangnya risiko perlawanan dengan berkurangnya bangsa Chechen yang gampang
bergolak.
Menyadari akal Rusia, bangsa Chechen mulai bergolak lagi,
dan ditanggapi secara preventif oleh pasukan Tsar dengan menghilangkan,
mengasingkan, maupun mengusir para pemimpin perlawanan. Pada kenyataannya hal
ini tidak berpengaruh, karena rakyat Chechnya mulai berkaca dan menyadari bahwa
hukum kebebasan yang berlaku pada rakyat Kekaisaran Rusia tidak berlaku
terhadap mereka. Chechnya diperintah oleh kekuasaan militer yang sangat tidak
adil dan manusiawi.
Mengamati penyebab dari Perang Kaukasia ini, dapat
dilihat ini akibat dari ekspansi tentara rezim tsar, dan tidak lepas dari
konflik internal antar pemimpin Chechnya yang menginginkan kekuasaan dan
pengaruh di antara rakyat dataran tinggi/gunung. Perlawanan kaun separatis
Chechnya (yang biasanya berasal dari etnis-etnis keras dan golongan Islam garis
keras) selama berusaha memisahkan diri dari Rusia selalu mendapat perlawanan
dari saudara mereka sendiri yang lebih pro-Rusia (biasanya berasal dari pemimpin-pemimpin
yang sekuler maupun kaum agamis yang tradisional). Perlawanan ini juga tidak
erlepas dari keadaan Chechnya yang sedari dulu diliputi kemiskinan, padahal
daerah mereka kaya akan hasil-hasil tambang dan pertanian, yang hasilnya tidak
pernah mereka nikmati sendiri. Hal ni menunjukkan sistem pemerintahan kolonial
yang tidak baik dan campur tangan dari penguasa-penguasa setempat.
Peperangan antara bangsa Rusia-Chechen ini membuat kita
menyadari bahwa telah terjadi ketidaksamaan tujuan dari pemimpin-pemimpin
setiap pihak tentang bagaimana bentuk daerah Chechnya semestinya. Terlebih
sentimen yang muncul disebabkan oleh perbedaan religiusitas. Gangguan dan
kekerasan yang banyak terjadi sejak pertama kalinya pendudukan Rusia mengusik
pola kehidupan tradisional bangsa Chechen yang sangat dipengaruhi agama mereka,
Islam, sebagai agama minoritas di Rusia. Maka tidak heranlah perlawanan dengan
gampangnya bergolak karena didasari oleh semangat anti kafir yang diteriakkan
lewat jihad yang mereka namakan gazavat.
Seperti yang terjadi di saat Rusia mengerahkan kekuatan
penuh untuk membungkam kekuatan nasionalis Chechnya di mana memang hanya
sedikit yang berpatisipasi langsung dalam peperangan itu, namun mereka semua
(bangsa Chechen) merasa berperang melawan Rusia. Bahkan karena terjadi konflik
kepentingan internal, terjadi juga perang saudara, atau bahkan tidak memilih,
yang berarti melawan kedua kekuatan, Rusia dan Chechen.
Periode Keempat
Dimulai pada akhir abad ke-19, dimana secara
konstitusional Chechnya merupakan bagian dari Rusia, pada masa ini rezim tsar
di Chechnya banyak melakukan penipuan dan perampokan semena-mena. Hal ini
dengan cepat ditanggapi oleh pemerintahan tsar yang mulai berpikir bahwa
kekerasan tidak akan berhasil mengatasi masalah orang-orang gunung ini. Yang
diperlukan adalah kebudayaan dan modernisasi, yang dituangkan dengan jalan
membentuk kesatuan polisi daerah dari orang-orang Chechen yang tunduk kepada
Rusia, dan mendirikan sekolah Rusia di sana, yang secara tidak langsung
mengajak orang-orang gunung untuk lebih memfokuskan diri kepada perekonomian,
bukan lagi perang semata. Di Grozny minyak bumi mulai disedot dan disuling,
jalur kereta api dibuat. Pada masa ini pulalah kekuatan Chechnya dikomandoi
oleh Kunta-Khadzhi, Solet-Khadzhi, Deni-Sheikh Arsanov, Bammat-Girei Mitaev,
Ali Mitaev, Sugaip-Mulla, dan penganut agama Islam tradisional mereka saja.
Masa ini juga dikenal sebagai masa damai yang dikarenakan kondisi pemerintahan
yang mulai melonggarkan peraturan pendudukan etnis yang menandakan gerakan
liberasisasi sistem sosial Rusia menuju monarki konstitusional.
Para pemuka Chechnya saat ini mencoba berkompromi dengan
membiarkan pembangunan berjalan terus di daerahnya, dan mengikutsertakan
pejuang-pejuang tangguhnya dalam hampir semua perang Rusia, walau dengan
perlakuan diskriminatif terhadap etnis mereka yang terus berlangsung. Dalam
peperangan ini, khususnya melawan Turki, Jepang, dan Jerman, resimen Chechnya
dan Ingush merupakan pasukan elite yang bahkan mendapatkan pujian dari Tsar
Nicholas II sendiri.
Di tempat kelahiran mereka, awal abad ke-20 ditandai
dengan tekanan-tekanan terhadap perlawanan orang-orang gunung yang tidak
habis-habis, yang tentu saja dibalas dengan sikap berani mati oleh sebagian
besar bangsa Chechen. Pada masa ini pula mulai berkembang pengaruh Partai
Sosial Demokrat yang menyaingi ideologi Islam.
Periode Kelima
Ketika terjadi revolusi dan Perang Saudara (dari 1917
sampai 1925) Chechnya semakin panas, karena rakyatnya terbagi lagi menjadi tiga
kubu:
1.
Nasionalis yang menginginkan bergabungnya Chechnya ke dalam Soviet (Komunis).
2.
Nasionalis Demokrat yang menginginkan bergabungnya orang-orang gunung dan
tetangga Barat mereka ke dalam sebuah kesatuan negara.
3.
Nasionalis radikal yang berorientasi hanya kepada Islam dan bersemangat
menggabungkan Chechnya ke dalam Turki.
Perjuangan rakyat Chechnya banyak bermunculan, contohnya
dengan usaha membentuk sebuah negara teokratik merdeka buatan Sheikh
Uzunkhadzhi, juga pembuatan sebuah negara yang lebih sekuler (Repulik
Mountaineers pada tahun 1918). Kedua-duanya memang gagal, namun pihak Chechnya
lain yang tidak sependapat akhirnya memutuskan umtuk mengabdikan diri mereka
kepada Sovyet yang menjanjikan kebebasan, persamaan, tanah, dan kekuasaan. Pada
kenyataannya, slogan Sovyet pada masa revolusi “masa depan yang lebih baik”
tidak pernah terwujud juga di Chechnya. Bangsa Chechen akhirnya angkat senjata
juga pada masa razim Stalin. Kekacauan dan kerusuhan semakin berubah menjadi
perang gerilya. Pada masa ini banyak terjadi genocide (pemusnahan banyak orang
dalam satu waktu) dan pengusiran kepada beberapa petinggi Chechnya. Hampir 40%
orang Chechnya yang hilang atau tidak jelas keberadaannya.
Setelah masa Stalin, muncul pemikiran untuk membangkitkan
lagi Republik Mandiri Sosialis Sovyet Chechnya-Ingush, sebagai salah satu
negara satelit Sovyet. Pejuang-pejuang lama yang dulu dibuang dan diasingkan
semacam Vainakhs, kembali lagi. Yang patut disayangkan, betapa rehabilitasi
wilayah dan politik bangsa Chechen dan Ingush tidak pernah diwujudkan.
Bangsa Chechen merasa bahwa mereka menjadi warga kelas
dua di tanah leluhur mereka sendiri. Budaya tradisional Chechen dan Ingush
dilarang penggunaan dan pengetahuannya, karen amenginginkan satu budaya yang
sama, Rusia. Mengajar di sekolah ataupun instansi-instansi resmi harus
menggunakan bahasa Rusia. Bahasa mereka pun secara langsung hanya digunakan di
dalam rumah saja. Pembudayaan Rusia ini akhirnya menghanguskan budaya
tradisional mereka.
Pada tahun 1960-an, muncul keberanian dari sebagian warga
Chechnya untuk mengirim surat/petisi kolektif kepada Central Committee Partai
Komunis di Moskow yang mengkritik sikap pemerintah daerah mereka terhadap
kehidupan bermasyarakat dan berbudaya mereka. Tapi reaksinya sangat negatif,
bahkan terkesan menutup mata atas apa yang terjadi di sana. Kejadian ethnocide
ini akhirnya berlangsung selama 30 tahun, dan mematikan unsur-unsur dasar
kehidupan suku bangsa Chechen dan Ingush, serta menimbulkan trama yang tidak
gampang dilupakan bagi korban pemaksaan itu. Ketika kehormatan sosial sebagai
bangsa mereka dicabut, kehormatan sebagai sutau bangsa diinjak-injak dan
digantikan oleh ‘nasionalisme’ Rusia yang berusaha memasuki kehidupan mereka
dengan cepat dan memaksa laksana kanker. Proses ini terus berlangsung, dan memuncak
ketika disintegrasi Uni Sovyet terjadi tahun 1991, dan etnonasonalisme baru
muncul.
Periode Keenam
Masa Gorbachev dengan perestroika, Uni Sovyet yang hancur
memancing perang kemerdekaan baru bagi bangsa Chechen. Dipimpin oleh Jenderal
Dzhokhar Dudayev, ibukota Grozny direbut pada tahun 1991. Proklamasi mereka
diumumkan, namun tetap tidak diakui presiden Rusia terpilih, Boris Yeltsin.
Keadaan memanas ketika sebelum Sovyet runtuh, Amerika Serikat ikut melatih laskar-laskar jihad melalui CIA untuk membangkitkan
perlawanan di daerah-daerah Rusia, bahkan Osama bin Laden merupakan produk CIA.
Dudayev yang meninggal akibat serangan roket tahun 1995, digantikan oleh Aslan
Mashkadov yang terpilih pada 1997. Pada awal tahun 1999, ia menjadikan Syariah
Islam sebagai hukum negara, yang memicu perpecahan di dalam gerakan perlawanan
Chechnya sendiri.
Kemudian muncul tuduhan bahwa orang Chechen membantu
gerakan perlawanan Islam di Dagestan, yang walaupun tanpa bukti yang kuat
membuat Rusia melakukan serangan besar-besaran kembali. Bantuan ini
diperkirakan memang pantas dilakukan mengingat keadaan geografis dan ikatan
kultur-religius sesama Islam yang sedang tertindas Rusia. Perlawanan Chechnya
ini diikuti juga serangkaian bom bunuh diri di kota-kota besar Rusia, yang sempat
membuat ketakutan atas keberadaan etnis Kaukasus bagi orang awam. Respon
pemerintah Rusia yang dipimpin Vladimir Putin sangat brutal, is memerintahkan
perang skala besar dan pembumi hangusan daerah pertikaian, yang memaksa
terjadinya pengungsian dan pembunuhan terhadap rakyat sipil. Tercatat 1,3 juta
orang Chechen meninggalkan Chechnya yang sudah luluh lantah. Hal ini
diperkirakan merupakan cara Rusia supaya lebih gampang menggempur Chechnya
dengan anggapan bahwa yang tidak mengungsi adalah lawan mereka dan tidak perlu
berpikir lagi. Bumi hangus dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pasukan
perlawanan gerilya. April tanggal 20 tahun 2000 ada tawaran gencatan senjata
oleh Mashkadov, yang ditolak Rusia dengan alasan perlawanan mereka lebih kepada
melindungi para kriminal dan penguasa setempat yang mangkir kepada pemerintahan
Rusia. Dan pada bulan Juni pada tahun yang sama, terjadi lebih banyak kontak
senjata, serangan bom bunuh diri, dan gempuran dari pasukan gerilya Chechnya
yang menunjukkan perjuangan mereka masih panjang.
Maret 2003 disetujui diadakan referendum untuk menentukan
bagaimana Chechnya merdeka sebagai sebuah negara bagian dan akan bergabung ke
dalam Federasi Rusia (sebenarnya masih merupakan kontradiksi dimana hasilnya
sangat tidak populer dan masih dianggap sebagai sebuah kecurangan politik Rusia
oleh dunia luar), yang akhirnya menyetujui konstitusi baru bagi rakyat
Chechnya. Bulan Oktober pada tahun yang sama Ahmad Kadirov, seorang kunci bagi
Rusia untuk tetap berkuasa di Chechnya, terpilih menjadi presiden. 9 Mei 2004
saat Rusia merayakan hari kemenangan atas Jerman di Perang Dunia II, Kadirov
dan beberapa orang terdekatnya terbunuh dalam serangan bom di stadion tempat ia
menonton pertunjukan. Hal ini sangat mematahkan harapan Rusia. Kemudian
serangan teror kembali berkecamuk di Rusia, yang dianggap berkaitan dengan masa
pemilihan presiden baru bagi Chechnya.
Tapi kasus yang paling penting adalah di mana Rusia
berusaha membebaskan sandera ratusan anak-anak yang berakhir dengan serangan ke
dalam sekolah tanpa memedulikan hidup dari anak-anak tadi. Kontak senjata
terjadi selama 10 jam yang mengakibatkan banyak bom terpicu dan meledakkan beberapa
bagian sekolah, dan menewaskan puluhan sandera. Hal ini mendapat kecaman betapa
menunjukkan kekuatan Rusia yang kurang mahir dalam mengatasi negosiasi dengan
teroris, yang mana ada indikasi no-compromice pemerintah Rusia dengan
perlawanan Chechnya. Hal ini memancing kritik dari banyak negara yang justru
mengecam Rusia akan geraka gegabahnya.
Kesimpulan
Melihat
pergerakan rakyat Chechnya yang memang sudah membudaya untuk segera merdeka
sangatlah menunjukkan bahwa masih terjadi sejarah kejadian kelam yang belum
selesai hingga sekarang. Masalah utamanya adalah hubungan antara satu bangsa
yang bertetangga, namun sangat memaksa (Rusia dan Chechnya). Terjadi
konfrontasi permanen antara keduanya sejak abad 18 sekalipun belum selesai
hingga sekarang, yang ditunjukkan dengan pergolakan yang terus tumbuh
(degenerasi) dan muncul hampir setiap 40 tahunan sekali. Operasi militer yang
terjadi di daerah itu hanya menambah urutan warga negara yang meninggal, tapi
tidak menyelesaikan masalah.
Etnonasionalisme
dianggap sebagai cara terbaik mengatasi semua masalah Chechnya ini. Kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi bangsa ini telah terpuruk sebegitu dalamnya.
Perjuangan mereka ini selalu menemui hambatan oleh kekerasan yang dilakukan
Rusia yang tidak rela melepas negara ini sejak berabad-abad yang lalu, yang
sebagian besar disebabkan oleh letaknya yang strategis sebagai daerah benteng
(Pegunungan Kaukasus) alami yang susah ditembus dari luar, sebagai daerah jalur
pipa minyak Rusia, serta daerahnya yang cukup subur akan hasil-hasil alam,
khususnya minyak tadi. □ AFM
Baca
juga tajuk terkait: Haji Murad Pejuang Chechnya
Sumber:
●Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
●http://www.eramuslim.co/berita/gerakan-dakwah/chechnya-sejarah-perjuangan-dan-masa-depan.htm#.VtTickBECUk□□□