KATA PENGANTAR
B
|
ahan tulisan ini diambil
dari tugas mata kuliah “Filsafat Umum” dari Amilatul Farihah, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Kediri.
Kami ambil tulisan ini, guna memahami cara berfikir manusia dalam
berfikir tabayyun dari seorang yang sering kita kenal namanya Socrates - terutama
bagi yang belajar di sekolah umum mengenalnya. Arti tabayyun dalam bahasa Indonesia
adalah mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar
keadaannya. Sedangkan secara etimologis adalah meneliti dan meyeleksi berita,
tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan
sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.
Ada baiknya
tradisi pemikiran diskursus ini dipelajari dari pada hanya berfikir yang sedang
ngetren kini yaitu berfikir wĕ-a yang
bersumber dari WA - Status ‘Online’ di
WhatsApp.
Tren Milenial ke-3 ini,
orang ingin serba cepat. Jarang bertanya, tapi sudah tahu (?). Tidak pernah
atau kurang membaca, tapi sudah tahu (?). Ada atau tidak ada pekerjaan tetap (dalam
negara yang sistim ekonomi belum establish), tapi ingin cepat kaya! Mungkinkah
budaya seperti ini membawa majunya peradaban manusia?
Mari kita belajar. Simak
dengan baik. “Tholabul ‘Ilmi Farīdhotun ‘Alā
Kulli Muslimīn” - Mencari Ilmu adalah kewajiban setiap muslim. □
PEMIKIRAN SOCRATES (470-399 SM)
RIWAYAT HIDUP
S
|
ocrates lahir di Athena pada tahun 470 SM.
Bapaknya adalah tukang pembuat
patung, sedangkan ibunya seorang bidan. Pada permulaannya, Socrates mau menuruti jejak
bapaknya menjadi
tukang pembuat patung pula, tetapi ia berganti haluan. Dari membentuk patung
menjadi membentuk watak manusia.
Masa hidupnya hampir sejalan dengan
perkembangan sofisme di Athena. Pada
hari tuanya, socrates melihat kota tumpah darahnya mulai mundur, setelah
mencapai puncak kebesaran yang gilang-gemilang.
Socrates terkenal sebagai orang yang
berbudi baik, jujur, dan adil. Cara penyampaian pemikirannya kepada para pemuda
menggunakan metode tanya jawab. Oleh sebab itu, ia memperoleh banyak simpati
dari para pemuda negerinya. Namun, ia juga kurang disenangi oleh orang banyak dengan
menuduhnya sebagai orang yang merusak moral para pemuda negerinya. Selain itu,
ia juga dituduh menolak dewa-dewa atau Tuhan-tuhan yang telah diakui oleh
negara.
Sebagai kelanjutan atas tuduhan terhadap
dirinya, ia diadili oleh pengadilan Athena. Dalam proses pengadilan, ia
mengatakan pembelaannya yang kemudian ditulis oleh plato dalam naskahnya yang
berjudul Apologi. Plato mengisahkan adanya tuduhan itu. Socrates dituduh tidak
hanya menentang
agama yang diakui oleh negara, juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri.
Salah seorang yang
mendakwanya, yaitu Melethus, mengatakan bahwa Socrates
adalah seorang yang tak bertuhan, dan menambahkan bahwa matahari adalah batu
dan bulan adalah tanah. Socrates menangkal tuduhan itu dan menanyakan kepadanya,
siapakah orang yang memperbaiki pemuda? Melethus menjawab, mula-mula para
Hakim, lalu semua orang, kecuali Socrates.
Kemudian Socrates
mengucapkan selamat bahwa Athena memiliki nasib baik untuk memiliki begitu
banyak orag yang berusaha memperbaiki pemuda, dan orang-orang baik tentu lebih
pantas untuk digauli daripada orang jelek. Oleh karena itu, tidak akan menjadi
begitu bodoh untuk merusak mereka dengan sengaja, Melethus seharusnya mengajar
dia dan tidak menyeretnya ke pengadilan. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 66
– 67)
Lebih lanjut, Plato mengisahkan pembelaan
Socrates yang mempunyai nada agama. Ia pernah menjadi tentara, dan tetap pada
pos ini selama ia diperintahkan untuk tak meninggalkannya. Kini, Tuhan menyuruh
saya untuk menaikkan tugas amanat filosof untuk mengenal diri saya dan orang
lain, dan tentu sangat memalukan jika kau meninggalkan pos ini sekarang seperti
halnya pula pada waktu peperangan dan pertempuran. Lebih baik mati daripada takut
mati tapi pada akhirnya mati juga. Kalau dia diminta untuk berhenti merenung
dan mengadakan penyelidikan agar dia selamat dari maut, ia tentu menjawab, “Wahai warga Athena! Aku
menghormati dan mencintai kamu, tetapi
aku
akan lebih tunduk kepada Tuhan daripada kamu, dan selama hayat dikandung badan
dan aku memiliki kekuatan, aku tak akan berhenti mengerjakan dan mengerjakan
filsafat, menganjurkan setiap orang yang ku temui. Karena itu, ketahuilah bahwa ini adalah
perintah Tuhan; dan aku percaya bahwa tak ada kebaikan lebih besar bagi negara
daripada pengabdianku kepada Tuhan.” (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 66 –
67)
Dalam proses pengadilan diputuskan bahwa
Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 280 melawan 220. Ia dituntut hukuman
mati dengan cara meminum racun.
KARYA
S
|
ecara historis, filsafat Socrates mengandung
pertanyaan karena Socrates sendiri tidak pernah
diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran
Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya.
Yang paling terkenal diantaranya adalah penggambaran Socrates dalam
dialog-dialog yang ditulis oleh Plato. Dalam karya-karyanya, Plato selalu
menggunakan nama gurunya sebagai tokoh utama sehingga sangat sulit memisahkan
gagasan Socrates yang sesungguhnya dengan gagasan Plato yang disampaikan
melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam
karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.
PEMIKIRAN
S
|
eseorang yang suka merenung pasti pernah
memikirkan tentang makna hidupnya. Misalnya pertanyaan ini: “Apakah tujuan hidup itu?” atau “Untuk apa aku
peroleh dan mempunyai ilmu pengetahuan?” Khusus tentang fungsi Kongrit filsafat
dan ilmu pengetahuan, yang mengkhususkan diri ke dunia ide pemikiran dipandang
tidak banyak memberikan jawaban nyata atas persoalan kehidupan, hanya
melayang-layang di awang-awang. Benarkah demikian? Tentu saja banyak sekali
variasi jawaban dari dua peryataan di atas, tergantung latar belakang kehidupan
dan pendidikan serta pandangan dunianya.
Pada masa Yunani Kuno, pertanyaan-pertanyaan itu berusaha dijawab
oleh Socrates. Socrates kerap disebut jarang mempunyai ajarannya sendiri yang
tertulis. Kebanyakan orang lebih menekankan pada metode kebidanan dan ironinya
yang mengusik status quo ketika itu hingga ia dihukum mati. Atau walupun ada ajaran aslinya, namun telah
bercampur baur dengan pandangan murid-muridnya, terutama Plato.
Seperti para sofis pada zamannya ia memberikan
pengajaran kepada rakyatnya dan mengarahkan perhatiannya pada manusia.
Perbedaannya dengan kaum sofis, Socrates tidak memungut biaya apapun, menolak
relatifisme dan yakin ada kebenaran obyektif dan juga tidak mendorong orang
mengikuti pemikirannya melainkan hanya mendorong orang untuk mengetahui dan
menyadari dirinya sendiri. Metode yang digunakan cukup
unik dan mengusik ketentraman penguasa ketika itu. Ia bukannya mengajarkan atau
menjawab sesuatu, tetapi bertanya hal-hal mengenai pekerjaan dan kehidupan
sehari-hari yang sebelumnya jarang dipertanyakan. Secara induktif, ia
menanyakan definisi umum tentang sesuatu, misalnya apakah keadilan itu? Apakah
kedermawanan itu? Metode ini adalah metode kebidanan dimana Socrates hanya
membantu membidani kelahiran gagasan murid-muridnya saja. Metode ini memakai
gaya ironi di mana sengaja ia menanyakan hal-hal yang membingungkan sehingga penjawabnya
menjawab hal yang bertentangan.
Jawaban mereka pertama-tama dianalisis dan
disimpulkan dalam bentuk hipotesa, hipotesa itu dipertanyakan lagi dan
dianalisis lagi oleh penjawab. Demikian seterusnya. Socrates melakukan itu
semua tujuannya adalah untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan
Dewa Apollo di Orakel Delphi: bahwa tidak ada yang lebih bijaksana dari
Socrates, maka ia pun mulai bertanya-tanya. Akhirnya Socrates menyadari bahwa
dirinya bijaksana karena ia tahu bahwa ia tidak tahu.
Secara sistematis, alur pemikiran Socrates
dapat digambarkan sebagai berikut:
- Tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan (eaudaemonia)
- Kebahagiaan dapat diperoleh dengan keutamaan (arate)
- Untuk mengetahui apa dan bagaimana arate kita itu, harus kita ketahui dengan pengetahuan(episteme
- Jadi keutumaan (arate) adalah pengetahuan (episteme)
Pemikiran Filsafat
Adapun falsafah pemikiran Socrates,
diantaranya adalah pernyataan tentang adanya kebenaran obyektif, yaitu yang
tidak bergantung kepada aku dan kita. Dalam membenarkan kebenaran yang
objektif, ia menggunakan metode tertentu yang dikenal dengan metode dialektika. Dialektika berasal dari kata
Yunani yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.
Menurut Socrates, ada kebenaran objektif,
yang tidak bergantung kepada aku dan kita. Untuk membuktikan adanya kebenaran
objektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan
dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat.
Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan benar. Ia bertanya kepada
negarawan, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophone, ia
bertanya tentang benar-salah, adil-dzalim, berani-pengecut, dan lain-lain
kepada siapapun yang menurutnya patut ditanya. Socrates selalu menganggap
jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban yang lebih lanjut, ia
menarik konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut. Jika ternyata
hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi
yang mustahil, hipotesis itu diganti dengan hipotesis yang lain, lalu hipotesis
kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitu seterusnya. Sering
terjadi, percakapan itu berakhir dengan apoira (kebingungan). Akan tetapi,
tidak jarang, dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna.
(Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004:66-67)
Dari metode dialektikanya, ia menemukan dua
penemuan metode yang lain, yakni induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah
induksi manakala pemikiran bertolak belakang dari pengetahuan yang khusus, lalu
menyimpulkannya dengan pengertian yang umum. Pengertian umum diperoleh dari
mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus khusus dan
ciri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama disisihkan. Ciri umum tersebut
dinamakan ciri esensi dan semua ciri khusus itu dinamakan ciri eksistensi.
Suatu definisi dibuat dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu objek dengan
menyisihkan semua ciri eksistensinya. Demikianlah jalan untuk memperoleh
definisi tentang suatu persoalan. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004:66-67)
Socrates dikenal sebagai orang yang berbudi
luhur, arif dan bijaksana. Namun, ia tak pernah mengaku mempunyai kearifan dan
kebijaksanaan, ia hanya mengaku sebagai penggemar kearifan atau amateur
kebijaksanaan, bukan profesional dan tidak mengambil
bayaran atau kebendaan dari apa yang ia gemari seperti kaum
sofis pada zamannya.
Konon dewa yang berada di tempat
peribadatan bagi kaum Yunani di Delphi menyatakan dengan cara luar biasa bahwa
ia adalah orang yang paling arif di negeri Yunani. Ia menafsirkan bisikan dewa
itu sebagai persetujuan atas cara agnotism
yang menjadi titik-tolak dari filsafatnya: “only
thing I know, and that is I know
nothing”. Memang, filsafat bermula jika seseorang belajar bagaimana
meninjau kembali kepercayaan yang telah sejak kecil dianut, meninjau kembali
keyakinan dan meragukan aksioma pengetahuan.
Bagaimana kepercayaan-kepercayaan menjadi
keyakinan, apa tidak ada tujuan tertentu dan maksud rahasia dibelakang yang
menyebabkan kelahirannya, dan menaruhnya dalam baju yang merahasiakan hakikat
sebenarnya? Tidak ada filsafat yang sebenarnya sebelum pikiran menengok dan
menyelidiki lebih mendalam. Berfilsafat yang terbaik adalah melakukan kajian
filosofis atas filsafat itu sendiri.
Paham etika Socrates merupakan kelanjutan
dari metode yang ia temukan (induksi da
definisi). Sayangnya, Socrates tidak pernah menulis pemikiran falsafahnya
sendiri. Untuk mengetahuinya, kita dapat memperolehnya dari murid-muridnya.
(Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004:66-67)
Socrates bergaul dengan semua orang, tua
dan muda, kaya dan miskin. Ia seorang filosof dengan corak sendiri. Ajaran
filosofinya tak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan,
dengan cara hidup. Sahabat-sahabatnya mengatakan bahwa Socrates adalah orang
yang sangat adil, ia tak pernah berlaku dzalim. Ia pandai menguasai dirinya,
sehingga ia tak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan kepentingan umum.
Socrates seorang yang cerdas dan bermoral. Ia senantiasa memikirkan perbedaan
baik dan buruk, sehingga kehidupan manusia lebih terjamin dari ketentraman dan
kedamaian.
Tabiat Socrates tercermin dalam
pernyataannya sebagai berikut, “padang rumput dan pohon kayu tak memberi
pelajaran apapun kepadaku, manusia ada”. Ia memerhatikan yang baik dan yang
buruk, yang terpuji dan tercela. Suatu saat ia didapati di tanah lapang dimana
banyak orang berkumpul, tidak lama ia berada di pasar. Ia berbicara dengan
semua orang, menanyakan apa yang dibuatnya. Ia ingin mengetahui sesuatu dari
orang yang mengerjakan sesuatu. Ia selalu bertanya, sungguh-sungguh bertanya,
karena ia ingin tahu. Ia bercakap dengan seorang tukang, bertanya tentang
pertukangannya. Ia bertanya kepada seorang pelukis tentang apa yang dikatakan indah.
Kepada prajurit atau ahli perang, ia tanyakan, apa yang dikatakan berani.
Pertanyaan itu mulanya mudah dan sederhana. Setiap jawaban disusul dengan
pertanyaan baru yang lebih mendalam. Dari pertanyaan biasa, lalu ia membawanya kepada
pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut. Akhirnya, orang yang menganggap tahu tadi
dihadapkannya pada tanggung jawab tentang pengetahuannya. Tidak jarang terjadi
bahwa dia yang mulanya membanggakan pengetahuannya, mengaku tidak tahu lagi.
Lalu Socrates, yang mengaku tak tahu, merasa bahwa ia lebih banyak tahu dari
mereka yang menganggap dirinya mengetahui.
Tujuan Socrates adalah mengajar orang
mencari kebenaran. Sikap itu merupakan suatu reaksi terhadap ajaran sofisme
yang merajalela pada waktu itu. Karena guru-guru sofis mengajarkan bahwa
kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai. Oleh sebab itu, tiap-tiap
pendirian dapat “dibenarkan” dengan jalan retorika. Dengan daya kata dicoba
memperoleh persetujuan orang banyak. Apabila orang banyak sudah setuju, itu
dinggap sudah benar. Dengan cara begitu, pengetahuan menjadi dangkal.
Terhadap aliran yang mendangkalkan
pengetahuan dan melemahkan rasa tanggung jawab itu, semangat Socrates
memberontak. Dengan filosofi yang diamalkannya dan dengan cara hidupnya, ia
mencoba memperbaiki masyarakat yang rusak. Orang diajak memperhitungkan
tanggung jawabnya. Ia selalu berkata, “yang ia ketahui Cuma satu, yaitu bahwa
ia tak tahu, sebab itu ia bertanya. Tanya jawab adalah jalan baginya untuk
memperoleh pengetahuan.” Itulah permulaan dialektika.
Guru-guru sofis yang mengobralkan “ilmu” di
tengah-tengah pasar ditantangnya dengan cara berguru. Ia yang tidak mengetahui
itu ingin tahu dan bertanya. Tiap jawaban atas pertanyaannya disusul dengan
pertanyaan baru. Demikianlah seterusnya. Pertanyaan itu beruntun sehingga kaum
sofis terdesak dan menyerah. Akhirnya guru sofis tak sanggup lagi menjawab dan
mengakui kekalahan perdebatannya dengan Socrates, atau mereka mengakui
ketidaktahuannya. Lalu, Socrates mengunci tanya-jawab tersebut dengan berkata, “demikianlah
adanya, kita sama-sama tidak tahu.”
Socrates mencari pengertian, yaitu bentuk
yang tetap dari segala sesuatu. Oleh sebab itu, ia selalu bertanya, “apa itu?
Apa yang dikatakan berani, apa yang disebut indah, apa yang bernama adil?”
pertanyaan tentang “apa itu” harus lebih
dahulu daripada “apa sebab”. Ini biasa bagi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Anak kecil pun mulai bertanya dengan “apa itu”. Jawaban tentang
“apa itu” harus dicari dengan tanya jawab yang semakin meningkat dan mendalam,
maka Socrates diakui pula - sejak
keterangan Aristoteles -
sebagai pembangun dialektik pengetahuan. Tanya Jawab, yang dilakukan secara
meningkat dan mendalam, melahirkan pikiran yang kritis. Mencari kebenaran yang
hakiki, yaitu mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, terletak pada seluruh
filosofinya.
Karena Socrates mencari kebenaran yang
tetap dengan tanya jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan
pengertian. Jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. keduanya bersangkut-paut. Induksi menjadi dasar definisi.
Bertens (1975: 85-92) menjelaskan ajaran
Socrates sebagai berikut ini: ajaran itu ditujukan Untuk menentang ajaran
relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains dan agama.
Kalau dipandang sepintas lalu, Socrates
tidaklah banyak berbeda dengan kaum sofis. Sama dengan orang-orang sofis,
Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari-hari. Akan
tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara sofis dan Socrates. Socrates
tidak menyetujuai relatifisme kaum sofis.
Orang sofis beranggapan bahwa semua
pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat
umum. Dengan definisi, Socrates dapat membuktikan kepada kaum sofis bahwa
pengetahuan yang umum ada, yaitu definisi tersebut. Jadi, orang sofis tidak
seluruhnya benar: yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan
sebagian bersifat khusus; yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya
bersifat relatif.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates
telah dapat “menghentikan” laju dominasi relatifisme kaum sofis. Jadi, kita
bukan hidup tanpa pegangan; kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama
sebagiannya, diperselisihkan sebagiannya. Dan orang Athena mulai kembali
memegang kaidah sains dan akidah agama mereka.
Plato memperkokoh tesis Socrates itu. Ia
mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari dengan induksi
seperti pada Socrates, melainkan telah ada “di sana” di alam idea. Kubu
Socrates semakin kuat. Orang sofis mulai kehabisan pengikut. Ajaran bahwa
kebenaran itu relatif semakin
ditinggalkan, semakin tidak laku. Orang sofis kalap, lalu menuduh Socrates
merusak mental pemuda dan menolak tuhan-tuhan. Socrates diadili oleh hakim
Athena. Disana ia mengadakan pembelaan panjang-lebar yang ditulis oleh
muridnya, Plato, di bawah judul Apologia (pembelaan). Dalam pembelaan
itu, ia menjelaskan ajaran-ajarannya, seolah-olah ia mengajari semua yang hadir
di pengadilan itu dan dijatuhi hukuman mati.
Sekalipun ajaran Socrates mati, ajarannya
tersebar justru sangat cepat karena kematiannya itu. Orang mulai mempercayai
adanya kebenaran umum.
Pengaruh pemikiran filsafat
Sumbangsih Socrates yang
terpenting bagi pemikiran barat adalah metode penyelidikannya yang dikenal
sebagai metode elenchus, yang banyak
diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu Socrates dikenal
sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, bahkan juga filsafat secara
umum. Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue, yang isinya
berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik filsafat.
Socrates percaya bahwa manusia ada untuk satu tujuan, dan bahwa salah dan benar
memainkan peranan penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan
lingkungan dan sesamanya.
Sebagai seorang
pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian
pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri,
dan manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan suatu upaya
akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang
terkenal: “kenalilah dirimu”. Socrates percaya
bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, yang
dipersiapkan dengan baik, dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat.
Ia juga dikenang karena menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran
mengenai keseimbangan lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan
metode ilmu pengetahuan.
Pemikiran politik Socrates
Pemikiran politiknya
berawal di Yunani Kuno. Pikiran Yunani secara sistematis menyelidiki watak dan
jalannya institusi politik. Dalam rekaman sejarah, tercatat muncul suatu pola
konsepsi sosial politik yang mendasar dalam warisan kebudayaan dan intelektual
barat. Ide demokratis pun telah muncul di sana. Di Yunani Kuno pula
problem-problem manusia dan Negara pertama kali diangkat ke permukaan, termasuk
di era Socrates.
Doktrin politik Socrates
bahwa “kebijakan adalah pengetahuan” merupakan dasar bagi pemikiran politiknya
mengenai Negara. Inilah salah satu pandangan politik Socrates yang amat penting
dan belakangan berpengaruh pada pandangan politik muridnya, Plato. Meski
Socrates tak menulis banyak hal berkaitan dengan pandangan-pandangan
politiknya, informasi tersebut bias dilacak dari beberapa murid dan lawan
diskusinya. Socrates mencurahkan perhatiannya dengan sungguh-sungguh pada
perkembangan metodologi atau model prosedural untuk mencapai kebenaran. Baginya, prinsip politik juga mendasarkan pada etika yang
ia simpulkan “kebijakan adalah pengetahuan”.
Mengenai kontribusinya
yang lain, Socrates mengajarkan bahwa terdapat prinsip-prinsip moralitas yang
tidak berubah dan universal yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi
yang beragam di berbagai belahan dunia ini. Dia menegaskan bahwa norma-norma
kebenaran itu bebas dari dan penting untuk individu. Socrates menjawab bahwa
terdapat kerajaan yang supra-manusiawi yang peraturannya mengikat seluruh
rakyatnya. Socrates mendasarkan pada hukum tersebut pada akal, konsepsi ini
secara formal menjadi bagian dari pemikiran filosofis.
Pemikiran tentang Tuhan
Kosepnya tentang roh, terkenal
tidak tentu (indeterminate) dan
berpandangan terbuka (openminded),
jelas-jelas tidak
agamis dan terlihat tidak mengandalkan doktrin-doktrin metafisik atau teologis.
Juga tidak melibatkan komitmen-komitmen naturalistik atau fisik apapun, seperti pandangan
tradisional bahwa roh adalah “nafs”
yang menghidupkan. Sebenarnya juga tidak jelas bahwa ia sedang mencari
kesepakatan bagi pendapatnya bahwa roh tidak dapat mati, dan didalam Apologi,
ia hanya mengatakan betapa indahnya jika demikian adanya. Hidup (dan mati )
demi roh seseorang murni berkaitan dengan karakter dan integritas pribadi, bukan dengan
harapan-harapan akan
ganjarannya dimasa depan. Perhatian Socrates murni etis, tanpa suatu gambaran
akan intrik kosmologi yang telah mempesona para pendahulunya.
Socrates diakhir-akhir hidupnya banyak memperkatakan tentang akhirat dan hidup yang abadi kelak dibelakang hari. Dia mempercayai adanya akhirat, dan hidup yang abadi dibelakang hari itu, begitu juga tentang kekalnya roh. Socrates berpendapat bahwa roh itu telah ada sebelum manusia, dalam keadaan yang tidak kita ketahui. Kendatipun roh itu telah bertali dengan tubuh manusia, tetapi diwaktu manusia itu mati, roh itu kembali kepada asalnya semula. Diwaktu orang berkata kepada Socrates, bahwa raja bermaksud akan membunuhnya. Dia menjawab: “Socrates adalah di dalam kendi, raja hanya bisa memecahkan kendi. Kendi pecah, tetapi air akan kembali ke dalam laut”. Maksudnya, yang hancur luluh hanyalah tubuh, sedang jiwa adalah kekal ( abadi ).
Sedangkan tentang mengenal diri
Socrates menjadikan pedoman seperti pada pepatah yang berbunyi: “kenalilah
dirimu dengan dirimu sendiri ” (gnothisauton). Pepatah ini
dijadikan oleh Socrates jadi pokok filsafatnya. Socrates berkata: manusia
hendaknya mengenal diri dengan dirinya sendiri, jangan membahas yang di luar diri, hanya
kembalilah kepada diri. Manusia selama ini mencari pengetahuan diluar diri.
Kadang-kadang dicarinya
pengetahuan itu di dalam bumi, kadang-kadang diatas langit, kadang-kadang di dalam air, kadang-kadang di udara. Alangkah baiknya kalau kita mencari pengetahuan itu pada
diri sendiri. Dia memang tidak mengetahui dirinya, maka seharusnya dirinya
itulah yang lebih dahulu dipelajarinya, nanti kalau dia telah selesai dari
mempelajari dirinya, barulah dia berkisar mempelajari yang lain. Dan dia tidak
akan selesai selama-lamanya dari mempelajari dirinya. Karena pada dirinya itu akan
didapatnya segala sesuatu, dalam dirinya itu tersimpul alam yang luas ini.
Socrates selalu mengakui bahwa dia adalah seorang yang bodoh. Sebab dia belum mengenal dirinya sendiri. Dia tidak akan dapat mengetahui sesuatu apapun kecuali kalau dia telah mengetahui dirinya sendiri. Sebab itu haruslah dia mengenal dirinya lebih dulu. Maka dijadikanlah diri manusia oleh Socrates jadi sasaran filsafat, dengan mempelajari substansi dan sifat-sifat diri itu. Dengan demikian menurut Socrates filsafat hendaklah berdasarkan kemanusiaan, atau dengan lain perkataan, hendaklah berdasarkan akhlak dan budi pekerti.
Menurut filsafat Socrates segala
sesuatu kejadian yang terjadi di alam adalah karena adanya “akal yang mengatur”
yang tidak lalai dan tidak tidur. Akal yang mengatur itu adalah Tuhan yang
pemurah. Dia bukan benda, hanya wujud yang rohani semata-mata. Pendapat
Socrates tentang Tuhan lebih dekat kepada akidah tauhid. Dia menasehatkan
supaya orang menjaga perintah-perintah agama, jangan menyembah berhala dan mempersekutukan Tuhan.
Demikianlah
uraian dari karya tulis Amilatul Farihah sebagai tugas akademik dari mata kuliah filsafat di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Kediri.
PENUTUP
B
|
oleh jadi
karena pemikirannya diluar pemikiran khalayak umum yang berlaku. Socrates dituduh
menolak dewa-dewa atau Tuhan-tuhan yang telah diakui oleh negara. Sebagai kelanjutan atas tuduhan
terhadap dirinya, ia diadili oleh pengadilan Athena. Dalam proses pengadilan,
ia mengatakan pembelaannya yang kemudian ditulis oleh Plato dalam naskahnya yang
berjudul Apologi.
Plato mengisahkan adanya tuduhan itu.
Socrates dituduh tidak hanya menentang
agama yang diakui oleh negara, juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri.
Salah seorang yang
mendakwanya, yaitu Melethus, mengatakan bahwa Socrates
adalah seorang yang tak bertuhan, dan menambahkan bahwa matahari adalah batu
dan bulan adalah tanah. Socrates menangkal tuduhan itu dan menanyakan kepadanya,
siapakah orang yang memperbaiki pemuda? Melethus menjawab, mula-mula para
Hakim, lalu semua orang, kecuali Socrates.
Sebagai seorang muslim,
kita dibekali Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber pokok dari ajaran Islam. Sebagai
sumber ilmu-sains, hukum. Sebagai sumber mengenal siapa kita, untuk apa kita
hidup dan tujuan hidup manusia dan bagaimana menjalankan kehidupan itu.
Mengenal alam semeseta dan penciptaannya, termasuk bagaimana proses penciptaan
manusia dan apa tugasnya hidup di bumi. Bentuknya: meta,
paradigma, referensi, petunjuk, pegangan, ajaran, ayat-ayat kauniyyah dan
ayat-ayat quliyyah, dan seterusnya. “Tholabul
‘Ilmi Farīdhotun ‘Alā Kulli Muslimīn” - Mencari Ilmu adalah kewajiban
setiap muslim. Billahit Taufiq
wal-Hidayah. □ AFM
Sumber:
https://www.academia.edu/11098104/RIWAYAT_HIDUP_DAN_PEMIKIRAN_FILSAFAT_SOCRATES□□