Sebagaimana akan selalu ada
pengkhianat. Namun, setiap zaman akan selalu melahirkan para pahlawan. Ksatria
Islam akan datang silih berganti. Pengkhianat akan lapuk membusuk, rugi di dunia
dan kecelakaan di akhirat. Kemenangan akhir hanyalah milik para mujahid yang
tulus, berjuang fi sabilillah, sesulit dan seterjal apapun
jalan perjuangannya.
PENDAHULUAN
N
|
amanya tidak setenar Shalahuddin Al-Ayyubi sang
penakluk Yerussalem. Orang barat memanggil namanya sebagai Saladin.
Meskipun begitu Saifuddin Quthuz,
nama lengkapnya Al-Muzhaffar Saifuddin Quthuz, kisah kepahlawananya sungguh luar biasa. Beliaulah yang telah
memporak-porandakan monster raksasa bernama pasukan Mongol yang terkenal kuat
sekaligus bengis. Bahkan ada mitos di masa itu “Jika anda mendengar tentara Mongol
kalah, jangan percaya, kabar tersebut” menggambarkan saking digdayanya tentara
Mongol. Tetapi, lewat perantara beliau, keperkasaan Mongol hancur-lebur.
Sultan Saifuddin Quthuz bersama panglima Baibars bertemu
dengan pasukan Mongol di sebuah tempat bernama 'Ain Jalut, terletak di Palestina, sebelah utara Baitulmuqaddis atau disebut juga Jerusalem.
Pertempuran dahsyat dan menyejarah ini dengan izin Allah dimenangkan oleh
pasukan Muslim.
Kemenangan ini selanjutnya menyelamatkan kota Makkah,
Madinah, Afrika Utara dan juga Andalusia dari kehancuran yang menimpa kota
Baghdad, ibukota Kekhalifahan Abbasiyah, karena dalam perang 'Ain Jalut, Mongol
telah bertekuk lutut. Setelah itu tidak lagi menyerang wilayah negeri-negeri Muslim lagi sebagaimana yang akan dipaparkan berikut dibawah ini.
Kekaisaran Mongolia didirikan oleh Jenghis Khan
pada tahun 1206 sesudah mempersatukan suku-suku Mongolia yang saat itu sering
berselisih di antara sesama. Setelah bersatu, dan dengan itu menjadi kuat, mulai menaklukkan benua Eurasia
(Eropa-Asia). Dimulai dengan penaklukan Dinasti Xia Barat di Cina Utara dan
Kerajaan Khawarezmia di Persia. Pada puncaknya, Kekaisaran Mongolia menguasai
sebagian besar wilayah Asia Tenggara sampai ke Eropa tengah. Selama
keberadaannya, Mongolia melakukan pertukaran budaya antar Timur, Barat dan
Timur Tengah sekitar abad ke-13 dan 14.
Kekaisaran Mongolia dipimpin oleh Khagan (Khan
Agung keturunan Jenghis Khan) secara turun-temurun. Sesudah kematian Jenghis
Khan, Kekaisaran Mongolia pada dasarnya terbagi menjadi empat bagian yaitu:
Dinasti Yuan, di Cina; Ilkhanate, di Persia; Chagatai Khanate, di Asia Tengah: dan
Golden Horde, di Rusia. Semua wilayah pembagian itu dipimpin oleh keturunan
Jenghis Khan.
Menurut ahli sejarah barat R. J. Rummel,
diperkirakan sekitar 30 juta orang terbunuh dibawah pemerintahan Kekaisaran
Mongolia dan sekitar setengah jumlah populasi Tiongkok habis dalam 50 tahun
pemerintahan Mongolia. [1]
Kota
Baghdad
Kota Baghdad merupakan pusat peradaban dan
lentera pengetahuan dunia di abad pertengahan. Kota ini menjadi saksi bisu
kekejian tentara Mongol. Ibnu Katsir telah meriwayatkan dalam ‘Kitab Al-Bidayah wan-Nihayah’, Antara
800 ribu dan 1,8 juta orang dibantai tanpa pandang bulu ketika Baghdad dikuasai
tentara Mongol.
Tidak hanya itu, perpustakaan Bait Al-Hikam yang
menjadi pusat pengetahuan dunia dibakar hingga sungai Tigris menjadi hitam,
karena tinta dari lembaran buku-buku tersebut mengelupas dan larut dalam air. Ekspansi Mongol terus
berlanjut meratakan setiap yang dilewatinya. Bayangkan saja, kekuasaanya
membentang dari semenanjung Korea hingga Polandia di Eropa.
Masa kejayaan Islam telah terukir dalam sejarah.
Demikian pula dengan masa kemunduran dan kehancurannya yang tidak mungkin luput
dari catatan sejarah. Hal ini bisa dilihat dari pengertian sejarah sebagaimana
diformulasikan oleh Prof. Dr. H. Taufik Abdullah, sejarawan Indonesia, adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar
belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.
Masa khilafah Abbasiyah dielu-elukan sebagai
masa keemasan Islam. Karena pada masa ini kemajuan dalam berbagai bidang sangat
pesat. Namun jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 ke tangan bangsa Mongol
bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal
dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan itu ikut lenyap dibumihanguskan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan, cucu pendiri Mongol, Jenghis Khan.
Namun meski demikian, serangan Mongol hanyalah
sebuah pamungkas yang menghancurkan kekhalifahan. Karena benih-benih kemunduran
dan kehancuran sebenarnya muncul dari kekhalifahan Abbasiyah itu sendiri. Hal
ini bisa dilihat dari banyak bermunculan dinasti yang semakin melemahkan
stabilitas pemerintahan Abbasiyah saat itu. [2]
Kekaisaran Mongol tak pernah terkalahkan,
andaikata kalah, mereka pasti mampu membalas dengan pembalasan yang lebih lebih
mengerikan. Satu persatu tanah air umat Islam pun jatuh, banyak para raja dan
ulama menggadaikan agamanya demi mendapatkan jaminan kelangsungan hidup dari
kekaisaran Mongol. Dengan sejuta dalil, dan dalil mereka menjual Islam demi
kenikmatan dunia yang sesaat, mereka ciut nyali menghadapi monster yang satu
ini.
KISAH
SAIFUDDIN QUTHUZ
D
|
i saat kondisi kritis seperti diuraikan diatas,
Allah menepati janjiNya dengan menjaga Islam dengan munculnya seorang pahlawan
besar Islam. Pahlawan ini berbeda dengan para pengkhianat itu, dengan sikap
ksatria ia mengumpulkan para pembesar dan ulama negara dan berkata:
“Wahai
para pemimpin muslimin! Kamu diberi gaji dari Baitul Māl sedangkan kamu tidak suka berperang. Aku akan pergi
berperang. Barangsiapa yang memilih berjihad, temannya aku, tetapi siapa yang
tidak mau, pulanglah! Allah akan memperhatikan kamu, dosa kehormatan kaum
muslimin yang diperkosa akan kalian tanggung, wahai yang tidak ikut berjihad!”
Siapakah pahlawan itu? Dia adalah Saifuddin
Quthuz, bersama rekannya Amir Ruknuddin Baibars, beliau memporak-porandakan
pasukan Mongol dalam pertempuran 'Ain Jalut. Amat terkenal ditulis oleh
para sejarawan. Kenapa terkenal? Karena pada pertempuran inilah pertama
kalinya mitos tentara Mongol yang pantang terkalahkan, kenyataannya, terpatahkan. Tentara Mongol binasa, hancur lebur tidak mampu bangkit lagi dan membalasi sebagaimana
yang sebelumnya mereka lakukan.
Saifuddin Quthuz adalah Sultan Mameluk, Mesir.
Sebelum pertempuran, Hulagu Khan, pemimpin Mongol yang menjuluki dirinya sendiri
sebagai ‘Raja Timur dan Barat’ memberikan surat kepada Quthuz yang memintanya
menyerah atau akan merasakan kejamnya pedang tentara Mongol sebagaimana wilayah
Islam yang lain. Menerima surat ini, Quthuz tidak gentar, meskipun para Penguasa
dan Ulama Su' [3] telah banyak yang
menyerah dan berkhianat. Quthuz berbeda, perlu diketahui, sebelum Quthuz
memimpin Mesir - salah satu wilayah Islam yang tersisa - sedang lemah, karena
adanya perpecahan internal, akibat dari rakus mengejar jabatan antar penguasalah
penyebabnya. Di pihak luar, monster mengerikan bernama Mongol telah siap
menelan sisa wilayah Islam ini. Lalu tampilnya Quthuz sebagai pemimpin
menengahi perpecahan itu, dengan sikap ksatria nan diplomatis dia berkata kepada
para pemimpin Mesir, beginilah kira-kira perkataanya:
"Saudaraku,
yang aku inginkan dari jabatan hanyalah agar kita bersatu mengalahkan Mongol,
dan hal ini tidak akan terjadi jika kita tidak berada dalam kesatuan pimpinan,
setelah Mongol kalah, urusan kekuasaan ini saya serahkan kembali kepada
kalian"
Sikapnya yang bijaksana tersebut membuat
ketegangan internal Mameluk, Mesir mereda, bersama ‘Ulama
Hanif’ yang tersisa. Quthuz memobilisasi rakyat, menyatukan kekuatan dan
mengobarkan semangat jihad fi sabilillah.
Hingga pertempuran berkobar pada tahun 1260. Quthuz awalnya hanya memantau dari
bukit jalannya pertempuran, tapi melihat pasukannya sempat terdesak melawan
kegagahan tentara Mongol, segera ia turun sembari melepas topi besinya dan
berteriak:
"Demi
Islam! Demi Islam!" Melihat panglimanya langsung turun, moril tentara
Islam bangkit kembali. Beberapa kali libasan pedang tentara Mongol hampir
membunuh dirinya, tapi ia menyahut kilatan pedang tersebut dengan bersyair: “Adapun
diriku, sesungguhnya ia sedang menuju surga, adapun Islam, ia mempunyai Tuhan yang
tidak akan membiarkannya”.
Tentara Islam terus merangsek (bahasa Jawa artinya maju menyerang), panglima Quthuz
berdo’a: "Ya Allah, bantulah hambamu Quthuz mengalahkan Mongol."
Setelah pertempuran sengit, binasalah tentara Mongol dengan mitos tak
terkalahkan itu. Ditangan panglima Islam yang rendah hati, shalih dan bertakwa.
Allah melalui perantara Quthuz menghancurleburkan Tentara Mongol nyaris tidak
bersisa hanya dalam waktu 10 bulan setelah sebelumnya Mongol merajalela dengan
bengis di tanah kaum muslimin selama sekitar 40 tahun. Allah memang sebaik-baik
pembuat makar, belum habis rasa lelah kaum muslimin berperang dengan Tentara Salib
dari barat, datang monster yang tidak kalah mengerikan dari sebelah timur. Allah
tetap menjaga Islam lewat para mujahidin yang tulus, tidak takut celaan orang yang
suka mencela. Hanya kepada Allah mereka bertawakkal.
Pertempuran 'Ain Jalut
Pertempuran ‘Ain Jalut (Mata
Jalut) terjadi pada tanggal 3 September 1260 di Palestina antara Bani Mameluk
(Mesir) yang dipimpin oleh Qutuz dan Baibars berhadapan dengan tentara Mongol
pimpinan Naiman Kitbuqa.
Banyak ahli sejarah menganggap pertempuran ini
termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa
Mongol di Asia Tengah di mana mereka untuk pertama kalinya mengalami kekalahan
telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti yang selama ini
mereka lakukan jika mengalami kekalahan. [4]
Jalannya
pertempuran
Kedua belah pihak berkemah di tanah suci
Palestina pada bulan Juli 1260 dan akhirnya berhadapan di ‘Ain Jalut pada
tanggal 3 September dengan kekuatan yang hampir sama yaitu lebih kurang 20 ribu tentara.
Taktik yang dipakai oleh panglima Baibars adalah dengan memancing keluar
pasukan berkuda Mongol yang terkenal hebat sekaligus kejam kearah lembah sempit
sehingga terjebak, baru kemudian pasukan kuda mereka melakukan serangan balik
dengan kekuatan penuh yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah
tersebut.
Akhirnya taktik ini menuai sukses besar. Pihak
Mongol terpaksa mundur dalam kekacauan bahkan panglima perang mereka, Kitbuqa,
berhasil ditawan dan akhirnya dieksekusi. Perlu dicatat bahwa pasukan berkuda
Bani Mameluk (Mesir) secara meyakinkan berhasil mengalahkan pasukan berkuda
Mongol yang belum pernah terkalahkan sebelumnya. [5]
Setelah meluluh-lantakkan tentara kekaisaran
Mongol dalam pertempuran ‘Ain Jalut, Saifuddin Quthuz ditikam oleh seorang
gubernur. Meskipun telah tiada, semangat juangnya akan terus menjadi obor yang
menyala bagi generasi muslim. Sultan Quthuz hanya memerintahkan Mesir selama
satu tahun dan diwaktu singkatnya ia berkuasa, hampir seluruhnya beliau abdikan
untuk kemuliaan Islam. Beliau seorang pemimpin yang shalih, rendah hati dan
pemberani. Kesuksesan beliau tidak lepas juga dari bimbingan seorang ulama hanif
yaitu Al-Izz Ibnu Abdis Salam.
Jika kita perhatikan dalam sejarah Islam, ketika
terjadinya puncak-puncak pengkhianatan, fitnah dan kondisi kritis selalu saja
muncul para inspirator besar yang Allah jaga Islam melalui perantara tangannya.
Tinggal akan ada di kubu mana kita berjalan? Maha Benar Allah dengan segala
firman-Nya yang artinya:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar jalan) dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum. Dia (Allah) mencintai mereka, dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang memerangi), yang berjihad di jalan Allah,
dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.” [QS Al-Mā’idah/5:54].
PENUTUP
D
|
emikianlah kisah Sultan Quthuz ditengah-tengah Para
Pemimpin dan Ulama Su’ yang tidak bertanggungjawab dalam memegang amanah yang
sesungguhnya. Sebagaimana sejarah mencatatnya, yaitu akan selalu ada pengkhianat. Namun
setiap zaman akan selalu melahirkan para pahlawan. Ksatria Islam akan
datang silih berganti. Pengkhianat akan lapuk membusuk, rugi di dunia dan
celaka di akhirat Kemenangan akhir hanyalah milik para mujahid yang tulus,
berjuang fi sabilillah,
sesulit dan seterjal apapun jalan perjuangannya.
Saksikan pula kisah Saifuddin Quthuz, Mujahid Sang Penakluk Kekaisaran Mongol dalam
video. Yaitu video pertempuran ‘Ain Jalut antara Muslim Mamluk (Mesir) melawan
Mongol.
Pada tanggal 25 Ramadhan 658 Hijriah bertepatan dengan tanggal 3 September 1260 Kalendar Gregorian/Masehi pasukan
Mamluk yang dipimpin oleh Sultan Saifuddin Quthuz bersama panglima Baibars bertemu
dengan pasukan Mongol di sebuah tempat bernama 'Ain Jalut.
Pertempuran dahsyat dan menyejarah ini dengan izin Allah dimenangkan oleh
pasukan Muslim.
Kemenangan ini selanjutnya menyelamatkan kota Makkah,
Madinah, Afrika Utara dan juga Andalusia dari kehancuran yang menimpa kota
Baghdad, ibukota Kekhalifahan Abbasiyah, karena dalam perang 'Ain Jalut, Mongol
telah bertekuk lutut dan setelah itu tidak lagi menyerang wilayah kekuasaan
Islam seperti tersebut diatas. Mitos tentara Mongol yang pantang terkalahkan
terpatahkan. Tentara mongol binasa, hancur lebur tidak mampu bangkit lagi dan
membalasi sebagaimana yang sebelumnya mereka lakukan. VIDEO (klilk--->)
PERTEMPURAN ‘AIN JALUT. Wallahu a’lam
bish-shawab, billahit Taufiq
wal-Hidayah. □ AFM
Catatan
Kaki:
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Kekaisaran_Mongol
[2]https://hasanrizal.wordpress.com/2009/10/20/kehancuran-baghdad-serangan-mongol-jenghis-khan-dan-hulagu-khan/
[3] Kata ulama adalah bentuk jama’ dari ‘alim yang artinya ahli ilmu atau
ilmuwan. Sementara kata su’
adalah masdar dari
sa’a-yasu’u-saw’an yang artinya jelek, buruk dan jahat. Secara
bahasa arti ulama su’ adalah ahli ilmu atau ilmuwan yang buruk dan jahat. Rasulullah
saw bersabda,”Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan
ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama”, HR al-Hakim. Orientasinya hanya duniawi, sehingga
menyalahgunakan ilmunya demi tujuan jabatan dan materialistik.
Ulama
hakekatnya berhubungan dengan ilmu dan kebaikannya. Harta dan tahta adalah
godaan bagi ulama yang bisa menjerumuskan ke dalam kehinaan. Sayyidina Anas ra meriwayatkan: “Ulama adalah
kepercayaan Rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik
dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik terhadap dunia,
maka mereka telah mengkhianati para Rasul, karena itu jauhilah mereka.”
Dari
Abu Dzar berkata: “Dahulu saya pernah berjalan bersama Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, “Sungguh bukan
dajjal yang aku takutkan atas umatku.” Beliau mengatakan tiga kali, maka saya
bertanya:
“Wahai Rasulullah, apakah selain dajjal yang paling Engkau takutkan atas umatmu
?” Beliau menjawab, para tokoh yang
menyesatkan”, Musnad Ahmad 35/222.
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Ain_Jalut
dan https://en.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Ain_Jalut
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Ain_Jalut
□□
Sumber:
http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2015/10/22/39997/saifuddin-quthuz-mujahid-sang-penakluk-kekaisaran-mongol/#sthash.E0u9MQyn.dpbs
www.voa-islam.com/saifuddin-quthuz-mujahid-sang-penakluk-kekaisaran-mongol/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekaisaran_Mongol
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2018/09/20/150993/karakter-ulama-su-dan-fitnah-akhir-zaman.html
https://hasanrizal.wordpress.com/2009/10/20/kehancuran-baghdad-serangan-mongol-jenghis-khan-dan-hulagu-khan/
https://www.youtube.com/embed/8yLJy898Nq8 □□□