Friday, January 25, 2019

Saifuddin Quthuz Penakluk Mongol




Sebagaimana akan selalu ada pengkhianat. Namun, setiap zaman akan selalu melahirkan para pahlawan. Ksatria Islam akan datang silih berganti. Pengkhianat akan lapuk membusuk, rugi di dunia dan kecelakaan di akhirat. Kemenangan akhir hanyalah milik para mujahid yang tulus, berjuang fi sabilillah, sesulit dan seterjal apapun jalan perjuangannya.


PENDAHULUAN

N
amanya tidak setenar Shalahuddin Al-Ayyubi sang penakluk Yerussalem. Orang barat memanggil namanya sebagai Saladin. Meskipun begitu Saifuddin Quthuz, nama lengkapnya Al-Muzhaffar Saifuddin Quthuz, kisah kepahlawananya sungguh luar biasa. Beliaulah yang telah memporak-porandakan monster raksasa bernama pasukan Mongol yang terkenal kuat sekaligus bengis. Bahkan ada mitos di masa itu “Jika anda mendengar tentara Mongol kalah, jangan percaya, kabar tersebut” menggambarkan saking digdayanya tentara Mongol. Tetapi, lewat perantara beliau, keperkasaan Mongol hancur-lebur.

Sultan Saifuddin Quthuz bersama panglima Baibars bertemu dengan pasukan Mongol di sebuah tempat bernama 'Ain Jalut, terletak di Palestina, sebelah utara Baitulmuqaddis atau disebut juga Jerusalem. Pertempuran dahsyat dan menyejarah ini dengan izin Allah dimenangkan oleh pasukan Muslim.

Kemenangan ini selanjutnya menyelamatkan kota Makkah, Madinah, Afrika Utara dan juga Andalusia dari kehancuran yang menimpa kota Baghdad, ibukota Kekhalifahan Abbasiyah, karena dalam perang 'Ain Jalut, Mongol telah bertekuk lutut. Setelah itu tidak lagi menyerang wilayah negeri-negeri Muslim lagi sebagaimana yang akan dipaparkan berikut dibawah ini. 


Mongol


Kekaisaran Mongolia didirikan oleh Jenghis Khan pada tahun 1206 sesudah mempersatukan suku-suku Mongolia yang saat itu sering berselisih di antara sesama. Setelah bersatu, dan dengan itu menjadi kuat, mulai menaklukkan benua Eurasia (Eropa-Asia). Dimulai dengan penaklukan Dinasti Xia Barat di Cina Utara dan Kerajaan Khawarezmia di Persia. Pada puncaknya, Kekaisaran Mongolia menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara sampai ke Eropa tengah. Selama keberadaannya, Mongolia melakukan pertukaran budaya antar Timur, Barat dan Timur Tengah sekitar abad ke-13 dan 14.

Kekaisaran Mongolia dipimpin oleh Khagan (Khan Agung keturunan Jenghis Khan) secara turun-temurun. Sesudah kematian Jenghis Khan, Kekaisaran Mongolia pada dasarnya terbagi menjadi empat bagian yaitu: Dinasti Yuan, di Cina; Ilkhanate, di Persia; Chagatai Khanate, di Asia Tengah: dan Golden Horde, di Rusia. Semua wilayah pembagian itu dipimpin oleh keturunan Jenghis Khan.

Menurut ahli sejarah barat R. J. Rummel, diperkirakan sekitar 30 juta orang terbunuh dibawah pemerintahan Kekaisaran Mongolia dan sekitar setengah jumlah populasi Tiongkok habis dalam 50 tahun pemerintahan Mongolia. [1]


Kota Baghdad

Kota Baghdad merupakan pusat peradaban dan lentera pengetahuan dunia di abad pertengahan. Kota ini menjadi saksi bisu kekejian tentara Mongol. Ibnu Katsir telah meriwayatkan dalam ‘Kitab Al-Bidayah wan-Nihayah’, Antara 800 ribu dan 1,8 juta orang dibantai tanpa pandang bulu ketika Baghdad dikuasai tentara Mongol.

Tidak hanya itu, perpustakaan Bait Al-Hikam yang menjadi pusat pengetahuan dunia dibakar hingga sungai Tigris menjadi hitam, karena tinta dari lembaran buku-buku tersebut mengelupas dan larut dalam air. Ekspansi Mongol terus berlanjut meratakan setiap yang dilewatinya. Bayangkan saja, kekuasaanya membentang dari semenanjung Korea hingga Polandia di Eropa.

Masa kejayaan Islam telah terukir dalam sejarah. Demikian pula dengan masa kemunduran dan kehancurannya yang tidak mungkin luput dari catatan sejarah. Hal ini bisa dilihat dari pengertian sejarah sebagaimana diformulasikan oleh Prof. Dr. H. Taufik Abdullah, sejarawan Indonesia, adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.

Masa khilafah Abbasiyah dielu-elukan sebagai masa keemasan Islam. Karena pada masa ini kemajuan dalam berbagai bidang sangat pesat. Namun jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut lenyap dibumihanguskan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan, cucu pendiri Mongol, Jenghis Khan.

Namun meski demikian, serangan Mongol hanyalah sebuah pamungkas yang menghancurkan kekhalifahan. Karena benih-benih kemunduran dan kehancuran sebenarnya muncul dari kekhalifahan Abbasiyah itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari banyak bermunculan dinasti yang semakin melemahkan stabilitas pemerintahan Abbasiyah saat itu. [2]

Kekaisaran Mongol tak pernah terkalahkan, andaikata kalah, mereka pasti mampu membalas dengan pembalasan yang lebih lebih mengerikan. Satu persatu tanah air umat Islam pun jatuh, banyak para raja dan ulama menggadaikan agamanya demi mendapatkan jaminan kelangsungan hidup dari kekaisaran Mongol. Dengan sejuta dalil, dan dalil mereka menjual Islam demi kenikmatan dunia yang sesaat, mereka ciut nyali menghadapi monster yang satu ini.


KISAH SAIFUDDIN QUTHUZ

D
i saat kondisi kritis seperti diuraikan diatas, Allah menepati janjiNya dengan menjaga Islam dengan munculnya seorang pahlawan besar Islam. Pahlawan ini berbeda dengan para pengkhianat itu, dengan sikap ksatria ia mengumpulkan para pembesar dan ulama negara dan berkata:

“Wahai para pemimpin muslimin! Kamu diberi gaji dari Baitul Māl sedangkan kamu tidak suka berperang. Aku akan pergi berperang. Barangsiapa yang memilih berjihad, temannya aku, tetapi siapa yang tidak mau, pulanglah! Allah akan memperhatikan kamu, dosa kehormatan kaum muslimin yang diperkosa akan kalian tanggung, wahai yang tidak ikut berjihad!”

Siapakah pahlawan itu? Dia adalah Saifuddin Quthuz, bersama rekannya Amir Ruknuddin Baibars, beliau memporak-porandakan pasukan Mongol dalam pertempuran 'Ain Jalut. Amat terkenal ditulis oleh para sejarawan. Kenapa terkenal? Karena pada pertempuran inilah pertama kalinya mitos tentara Mongol yang pantang terkalahkan, kenyataannya, terpatahkan. Tentara Mongol binasa, hancur lebur tidak mampu bangkit lagi dan membalasi sebagaimana yang sebelumnya mereka lakukan.

Saifuddin Quthuz adalah Sultan Mameluk, Mesir. Sebelum pertempuran, Hulagu Khan, pemimpin Mongol yang menjuluki dirinya sendiri sebagai ‘Raja Timur dan Barat’ memberikan surat kepada Quthuz yang memintanya menyerah atau akan merasakan kejamnya pedang tentara Mongol sebagaimana wilayah Islam yang lain. Menerima surat ini, Quthuz tidak gentar, meskipun para Penguasa dan Ulama Su' [3] telah banyak yang menyerah dan berkhianat. Quthuz berbeda, perlu diketahui, sebelum Quthuz memimpin Mesir - salah satu wilayah Islam yang tersisa - sedang lemah, karena adanya perpecahan internal, akibat dari rakus mengejar jabatan antar penguasalah penyebabnya. Di pihak luar, monster mengerikan bernama Mongol telah siap menelan sisa wilayah Islam ini. Lalu tampilnya Quthuz sebagai pemimpin menengahi perpecahan itu, dengan sikap ksatria nan diplomatis dia berkata kepada para pemimpin Mesir, beginilah kira-kira perkataanya:

"Saudaraku, yang aku inginkan dari jabatan hanyalah agar kita bersatu mengalahkan Mongol, dan hal ini tidak akan terjadi jika kita tidak berada dalam kesatuan pimpinan, setelah Mongol kalah, urusan kekuasaan ini saya serahkan kembali kepada kalian"

Sikapnya yang bijaksana tersebut membuat ketegangan internal Mameluk, Mesir mereda, bersama ‘Ulama Hanif’ yang tersisa. Quthuz memobilisasi rakyat, menyatukan kekuatan dan mengobarkan semangat jihad fi sabilillah. Hingga pertempuran berkobar pada tahun 1260. Quthuz awalnya hanya memantau dari bukit jalannya pertempuran, tapi melihat pasukannya sempat terdesak melawan kegagahan tentara Mongol, segera ia turun sembari melepas topi besinya dan berteriak:

"Demi Islam! Demi Islam!" Melihat panglimanya langsung turun, moril tentara Islam bangkit kembali. Beberapa kali libasan pedang tentara Mongol hampir membunuh dirinya, tapi ia menyahut kilatan pedang tersebut dengan bersyair: “Adapun diriku, sesungguhnya ia sedang menuju surga, adapun Islam, ia mempunyai Tuhan yang tidak akan membiarkannya”.

Tentara Islam terus merangsek (bahasa Jawa artinya maju menyerang), panglima Quthuz berdo’a: "Ya Allah, bantulah hambamu Quthuz mengalahkan Mongol." Setelah pertempuran sengit, binasalah tentara Mongol dengan mitos tak terkalahkan itu. Ditangan panglima Islam yang rendah hati, shalih dan bertakwa. Allah melalui perantara Quthuz menghancurleburkan Tentara Mongol nyaris tidak bersisa hanya dalam waktu 10 bulan setelah sebelumnya Mongol merajalela dengan bengis di tanah kaum muslimin selama sekitar 40 tahun. Allah memang sebaik-baik pembuat makar, belum habis rasa lelah kaum muslimin berperang dengan Tentara Salib dari barat, datang monster yang tidak kalah mengerikan dari sebelah timur. Allah tetap menjaga Islam lewat para mujahidin yang tulus, tidak takut celaan orang yang suka mencela. Hanya kepada Allah mereka bertawakkal.


Pertempuran 'Ain Jalut

Pertempuran ‘Ain Jalut (Mata Jalut) terjadi pada tanggal 3 September 1260 di Palestina antara Bani Mameluk (Mesir) yang dipimpin oleh Qutuz dan Baibars berhadapan dengan tentara Mongol pimpinan Naiman Kitbuqa.

Banyak ahli sejarah menganggap pertempuran ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah di mana mereka untuk pertama kalinya mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti yang selama ini mereka lakukan jika mengalami kekalahan. [4]


Jalannya pertempuran

Kedua belah pihak berkemah di tanah suci Palestina pada bulan Juli 1260 dan akhirnya berhadapan di ‘Ain Jalut pada tanggal 3 September dengan kekuatan yang hampir sama yaitu lebih kurang 20 ribu tentara. Taktik yang dipakai oleh panglima Baibars adalah dengan memancing keluar pasukan berkuda Mongol yang terkenal hebat sekaligus kejam kearah lembah sempit sehingga terjebak, baru kemudian pasukan kuda mereka melakukan serangan balik dengan kekuatan penuh yang sebelumnya memang sudah bersembunyi di dekat lembah tersebut.

Akhirnya taktik ini menuai sukses besar. Pihak Mongol terpaksa mundur dalam kekacauan bahkan panglima perang mereka, Kitbuqa, berhasil ditawan dan akhirnya dieksekusi. Perlu dicatat bahwa pasukan berkuda Bani Mameluk (Mesir) secara meyakinkan berhasil mengalahkan pasukan berkuda Mongol yang belum pernah terkalahkan sebelumnya. [5]

Setelah meluluh-lantakkan tentara kekaisaran Mongol dalam pertempuran ‘Ain Jalut, Saifuddin Quthuz ditikam oleh seorang gubernur. Meskipun telah tiada, semangat juangnya akan terus menjadi obor yang menyala bagi generasi muslim. Sultan Quthuz hanya memerintahkan Mesir selama satu tahun dan diwaktu singkatnya ia berkuasa, hampir seluruhnya beliau abdikan untuk kemuliaan Islam. Beliau seorang pemimpin yang shalih, rendah hati dan pemberani. Kesuksesan beliau tidak lepas juga dari bimbingan seorang ulama hanif yaitu Al-Izz Ibnu Abdis Salam.

Jika kita perhatikan dalam sejarah Islam, ketika terjadinya puncak-puncak pengkhianatan, fitnah dan kondisi kritis selalu saja muncul para inspirator besar yang Allah jaga Islam melalui perantara tangannya. Tinggal akan ada di kubu mana kita berjalan? Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar jalan) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum. Dia (Allah) mencintai mereka, dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang memerangi), yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela.” [QS Al-Mā’idah/5:54].


PENUTUP

D
emikianlah kisah Sultan Quthuz ditengah-tengah Para Pemimpin dan Ulama Su’ yang tidak bertanggungjawab dalam memegang amanah yang sesungguhnya. Sebagaimana sejarah mencatatnya, yaitu akan selalu ada pengkhianat. Namun setiap zaman akan selalu melahirkan para pahlawan. Ksatria Islam akan datang silih berganti. Pengkhianat akan lapuk membusuk, rugi di dunia dan celaka di akhirat Kemenangan akhir hanyalah milik para mujahid yang tulus, berjuang fi sabilillah, sesulit dan seterjal apapun jalan perjuangannya.

Saksikan pula kisah Saifuddin Quthuz, Mujahid Sang Penakluk Kekaisaran Mongol dalam video. Yaitu video pertempuran ‘Ain Jalut antara Muslim Mamluk (Mesir) melawan Mongol.

Pada tanggal 25 Ramadhan 658 Hijriah bertepatan dengan tanggal 3 September 1260 Kalendar Gregorian/Masehi pasukan Mamluk yang dipimpin oleh Sultan Saifuddin Quthuz bersama panglima Baibars bertemu dengan pasukan Mongol di sebuah tempat bernama 'Ain Jalut. Pertempuran dahsyat dan menyejarah ini dengan izin Allah dimenangkan oleh pasukan Muslim.

Kemenangan ini selanjutnya menyelamatkan kota Makkah, Madinah, Afrika Utara dan juga Andalusia dari kehancuran yang menimpa kota Baghdad, ibukota Kekhalifahan Abbasiyah, karena dalam perang 'Ain Jalut, Mongol telah bertekuk lutut dan setelah itu tidak lagi menyerang wilayah kekuasaan Islam seperti tersebut diatas. Mitos tentara Mongol yang pantang terkalahkan terpatahkan. Tentara mongol binasa, hancur lebur tidak mampu bangkit lagi dan membalasi sebagaimana yang sebelumnya mereka lakukan. VIDEO (klilk--->) PERTEMPURAN ‘AIN JALUT. Wallahu a’lam bish-shawab, billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Catatan Kaki:
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Kekaisaran_Mongol
[2]https://hasanrizal.wordpress.com/2009/10/20/kehancuran-baghdad-serangan-mongol-jenghis-khan-dan-hulagu-khan/
[3] Kata ulama adalah bentuk jama’ dari ‘alim yang artinya ahli ilmu atau ilmuwan. Sementara kata su’ adalah masdar dari sa’a-yasu’u-saw’an yang artinya jelek, buruk dan jahat. Secara bahasa arti ulama su’ adalah ahli ilmu atau ilmuwan yang buruk dan jahat. Rasulullah saw bersabda,”Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama”, HR al-Hakim. Orientasinya hanya duniawi, sehingga menyalahgunakan ilmunya demi tujuan jabatan dan materialistik.
   Ulama hakekatnya berhubungan dengan ilmu dan kebaikannya. Harta dan tahta adalah godaan bagi ulama yang bisa menjerumuskan ke dalam kehinaan. Sayyidina Anas ra meriwayatkan: “Ulama adalah kepercayaan Rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik terhadap dunia, maka mereka telah mengkhianati para Rasul, karena itu jauhilah mereka.”
   Dari Abu Dzar berkata: “Dahulu saya pernah berjalan bersama Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, “Sungguh bukan dajjal yang aku takutkan atas umatku.” Beliau mengatakan tiga kali, maka saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah selain dajjal yang paling Engkau takutkan atas umatmu  ?” Beliau menjawab, para tokoh yang menyesatkan”, Musnad Ahmad 35/222.

[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Ain_Jalut
dan https://en.wikipedia.org/wiki/Battle_of_Ain_Jalut
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Ain_Jalut □□

Sumber:
http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2015/10/22/39997/saifuddin-quthuz-mujahid-sang-penakluk-kekaisaran-mongol/#sthash.E0u9MQyn.dpbs
www.voa-islam.com/saifuddin-quthuz-mujahid-sang-penakluk-kekaisaran-mongol/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekaisaran_Mongol
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2018/09/20/150993/karakter-ulama-su-dan-fitnah-akhir-zaman.html
https://hasanrizal.wordpress.com/2009/10/20/kehancuran-baghdad-serangan-mongol-jenghis-khan-dan-hulagu-khan/
https://www.youtube.com/embed/8yLJy898Nq8 □□□