KATA PENGANTAR
Andalusia atau Al-Andalus (Arab: الأندلس al-andalus)
adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang
diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu antara tahun
711 sampai tahun 1492. Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini memiliki keambiguan dengan wilayah
administratif di Spanyol modern (sekarang) ini dengan nama Andalusia, yaitu
sebagian kecil dari Al-Andalus tempo doeloe yang lebih besar dari sekarang.
Masa kekuasaan Islam di Iberia dimulai sejak Pertempuran
Guadalete, ketika pasukan Umayyah pimpinan Thariq bin Ziyad mengalahkan
orang-orang Visigoth (berasal dari Jerman) yang menguasai Iberia (Spanyol dan
Portugis sekarang). Awalnya Al-Andalus merupakan provinsi dari Kekhalifahan
Umayyah (711-750) yang berkedudukan di Baghdad (Iraq sekarang), lalu berubah
menjadi sebuah Keamiran (750-929), selanjutnya sebuah Kekhalifahan sendiri (929-1031),
dan akhirnya terpecah menjadi "taifa" yaitu kerajaan-kerajaan kecil
(1031-1492).
PENDAHULUAN
P
|
Pada awal abad
kesembilan, Al-Andalus merupakan ‘permata’ Eropa dengan ibukotanya Cordova. Dibawah Pemerintahan Abdur Rahman III, sebagai Khalifah Cordova yang terkenal. Di bawah
kepemimpinannya, datang zaman
keemasan Al-Andalus. Cordova, Al-Andalus (Spanyol Islam) merupakan pusat intelektual Eropa
ketika itu.
Pada saat itu London merupakan sebuah desa berlumpur.
Rumah-rumah berupa gubuk yang kecil. Tidak
ada
yang bisa dibanggakan. Lampu
jalanannya
redup-redup. Sementara itu di
Cordova,
ada setengah juta penduduk. Tinggal di rumah-rumah yang baik sebanyak 113 ribu rumah. Ada 700 masjid dan 300 pemandian umum yang tersebar di
seluruh kota dan di dua puluh
satu pinggiran kota lainnya. Jalan-jalan beraspal dan di terangi lampu yang menyala.
Rumah-rumah memiliki
balkon marmer, untuk musim panas.
Saluran udara panas di bawah lantai
mosaik, untuk musim dingin. Mereka menghiasi tamannya dengan air mancur
buatan,
dengan dihiasi pula di sekitarnya pertamanan yang indah.
Kertas
sebagai bahan untuk menulis atau menggambar dan lainnya masih belum diketahui di Barat, sementara itu di Al-Andalus kertas di mana-mana. Ada toko-toko buku dimana-mana dan perpustakaan-buku lebih dari tujuh puluh banyaknya.
KOTA-KOTA UTAMA ANDALUSIA
Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta kepada Al-Andalus.
Tak hanya kemolekannya, lebih dari itu, Al-Andalus pernah mengharumkan Eropa
dengan pusat ilmu, budaya, dan seni yang dimilikinya. Kata-kata indah itu
secara gamblang dinyatakan Iskander Nabiulin dalam tulisannya Andalusia: The Return of Islam to Europe yang
dimuat Islam Magazine pada 2011.
Kota-kota di al-Andalus memang terhampar indah
bak bentangan mutiara. Cordoba, Granada, Sevilla, dan Toledo terbilang kota
yang penting bagi peradaban Islam di Al-Andalus. Cordoba merupakan pusat
pemerintahan dan politik Al-Andalus selama berabad-abad. Madrid dan Toledo
merupakan kota garda depan, Sevilla menjadi lumbung pangan, dan Granada menjadi
saksi kebangkitan sekaligus runtuhnya kepemimpinan umat Islam.
Cordoba (Qurtubah)
Selama era Kerajaan Romawi, Cordoba merupakan ibu kota
provinsi yang berperan penting di masa Visigothic pada abad kelima. Setelah
penaklukan Iberia oleh Muslim pada 711, kekhalifahan Umayyah menjadikan Cordoba
sebagai ibu kota Al-Andalus.
Salah satu khalifah Dinasti Umayyah, Abdul
Rahman I, membuat Cordoba menjadi kota yang diperhitungkan dan menjadi saingan
Baghdad. Para ahli ilmu berkumpul di sana untuk ambil bagian dalam perkembangan
ilmu pengetahun yang sangat didukung khalifah. Budaya ini terus berlanjut hingga
kepemimpinan khalifah setelah Abdul Rahman I.
Pada abad ke-10, di bawah kepemimpinan Khalifah
Abdul Rahman III, Cordoba menunjukkan diri sebagai kota paling maju di Eropa.
Rakyat menikmati aliran air bersih ke rumah-rumah, jalanan kota lapang, lampu jalan
menyala, taman kota di mana-mana. Makanan, pakaian, obat-obatan, dan karya seni
bukan barang langka.
Pada masa itu, populasi penduduk sempat mencapai
lebih dari setengah juta jiwa. Permukiman, ratusan masjid, pemandian umum,
pasar, dan istana rapi tertata.
Mari lihat juga video ---klik---> Masjid RayaQurtubah (Magnificent Mezquita Cordoba)
Pada awal abad ke-11, khalifah mengalami tekanan
ekonomi dan pertahanan yang memicu menjamurnya kerajaan-kerajaan kecil (taifa).
Meski begitu, Cordoba belum kehilangan sinarnya.
Hari ini, Cordoba adalah kota berpenduduk
sekitar 300 ribu jiwa. Area permukiman warga Yahudi atau Juderia mudah dikenali
dengan rumah-rumah berwana putih gading dan beratap genting. Masjid Agung
Cordoba yang jadi salah satu Situs Warisan Budaya UNESCO, merupakan salah satu
monumen utama dunia. Tiang-tiang dan lengkungan bangunan masjid dari batu
berwarna merah dan putih memancarkan kecantikan tersendiri.
Beberapa kilometer di luar Kota Cordoba,
penggalian istana kekhalifahan Umayyah masih berlangsung di situs Madinah
al-Zahra, kota yang diyakini mewakili gaya hidup modern umat Islam saat itu.
Kehidupan modern Cordoba saat ini dihiasi patung Maimonides dan Ibnu Rushdi
untuk menghormati putra asli Cordoba. Tak jarang, festival musik dan budaya
digelar untuk merayakan warisan Islam di Spanyol.
Dalam sebuah tulisan berjudul Cordoba, European Jewel of the Middle Ages yang
dimuat laman Muslim Heritage, Cordoba
juga mahsyur dengan 70 perpustakaan publik yang dibangun di masa Khalifah Hakam
II. Perpusatakaan yang berada di masjid-masjid bahkan terbuka bagi siapa saja.
Kapan pun para pemimpin Leon, Navarre atau
Barcelona butuh ahli bedah, arsitek, dan para pembuat pakaian, mereka akan
mencarinya ke Cordoba. Pada awal abad kesembilan, komunitas Kristen di sana
juga mengadopsi pola hidup komunitas Muslim. Sisi lain Cordoba, yakni kota ini
juga pernah menjadi pusat pendidikan etika, kota terhormat yang ramai
dikunjungi para ulama dan ilmuwan.
Granada (Gharnatah)
Granada menjadi kota penting selama era menjamurnya
taifa di Al-Andalus. Setelah masa kekhalifahan berakhir, pengujung abad ke-11,
suku Amazigh (Berber) atau yang lebih dikenal Zirids berpindah dari Cordoba
untuk mendirikan kerajaan sendiri. Mereka kemudian mendirikan Granada.
Yahudi dan Muslim bermigrasi dari kota terdekat,
Elvira, ke Granada. Saat itu, Yahudi Iberia menjadi penghuni mayoritas kota
itu. Sementara, Muslim yang bermigrasi ini mulai membangun sebuah kota di kaki
pegunungan Sierra Nevada. Pada pertengahan abad ke-13, Fernando III berkeliling
dari kota ke kota, termasuk kota hunian komunitas Muslim, Sevillla dan Cordoba.
Untuk mencegah invasi raja Kristen, pemimpin kota Granada, Muhammad Ibnu Ahmar,
membuat sebuah aturan. Aturan ini mengharuskan Ibnu Ahmar membayar upeti
tahunan dan membantu pertahanan militer Fernando.
Ibnu Ahmar dan keturunannya yang kemudian dikenal
sebagai Dinasti Nasrid, memimpin Kerajaan Granada selama beberapa abad. Selama
masa kepemimpinan mereka, para imigran Muslim dan Yahudi dari kota-kota
taklukan Kristen, berpindah ke Granada. Granada menjadi kota terakhir.
Kepemimpinan Islam tetap berdiri. Pada 1492, Isabella dan Ferdinand memaksa
pemimpin dinasti Muslim terakhir, Boabdil, untuk menyerahkan Granada.
Langkah ini menjadi sinyal berakhirnya era emas Al-Andalus.
Mayoritas Muslim yang tetap memilih bertahan di Granada dibandingkan pindah ke
Afrika Utara, harus berasimilasi dengan Katolik sebagai Moriscos dan Marranos.
Sejak itu, warga Kristen dari utara beramai-ramai pindah ke selatan.
Pada abad ke-18 dan ke-19, Granada diperluas.
Hari ini, Granada adalah kota metropolitan dengan populasi 500 ribu jiwa.
Warisan kota tua Islam masih bisa dijumpai di sana, salah satunya Albaicin.
Kawasan kecil itu masyhur di kalangan pelancong sebagai pusat kafe dan
kerajinan tangan.
Atraksi wisata lain di Granada adalah Alhambra.
Dinasti Nasrid membangun kompleks istana yang amat luas di sebuah bukit. Taman,
air mancur, dan lapangan-lapangan yang tersisa berhasil menarik setidaknya enam
juta wisatawan tiap tahun. Karena itu, situs ini menjadi salah satu situs
bersejarah paling banyak dikunjungi wisatawan di Eropa.
Menurut Iskander Nabiulin dalam Al-Andalus (Andalusia):
The Return of Islam in Europe,
Alhambra berasal dari kata serapan Bahasa Arab, Al-Hamra, yang berarti merah.
Dalam kunjungannya ke sana, Nabiulin menilai, meski lima abad sudah
kepemimpinan Islam berlalu dari Granada, pengaruh bangsa Moor (Muslim) masih
amat terasa pada arsitektur, pakaian, dan kegiatan keseharian masyarakat.
Berada di perbatasan peradaban timur dan barat, para hippies dan Rastafian
mudah ditemui di Granada hari ini. Mereka membawa atmosfer kemerdekaan di sana.
Madrid (al-Majreet)
Madrid adalah kota kosmopolitan di jantung Spanyol,
kini menjadi ibu kota Spanyol dengan populasi 3,5 juta jiwa. Bukti arkeologi
menunjukkan, permukiman bangsa Roma sudah ada di sana sejak abad kedua sebelum
Masehi, tepatnya di tepian Sungai Manzanares. Namun, referensi tekstual Madrid
pada abad kesembilan menjelaskan, Madrid merupakan salah satu kota garis depan
di bagian utara Al-Andalus di era kekhalifahan Umayyah.
Nama 'Madrid' merupakan turunan kata dari Bahasa
Arab, Al-Majreet yang berarti kanal air. Istilah ini merujuk kepada teknik
irigasi baru yang digunakan komunitas Muslim di area tandus.
Pada 1085, Alfonso VI Castile menaklulkan
al-Majreet dalam perjalanannya menuju Toledo untuk memperluas pengaruh
kekuasaan. Pada 1561, Madrid menjadi ibu kota Spanyol.
Selama adab ke-18, Madrid lebih banyak
mengadopsi nilai-nilai Eropa saat Spanyol tengah jaya-jayanya. Pada akhir abad
itu, Madrid dan kota-kota lain mengalami krisis politik dan intelektual seiring
lepasnya satu per satu teritori Spanyol. Kondisi itu mencapai puncaknya saat
perang Spanyol-Amerika pecah pada 1989 dan Perang Sipil Spanyol pada 1936-1939.
Spanyol akhirnya bergabung dalam Uni Eropa pada
1975. Sejak itu, Madrid memainkan peran penting di Eropa dan dunia. Hari ini,
Madrid memiliki program edukasi dan kebudayaan El Legado Aldalusi untuk
menghormati sejarah Islam di Spanyol dan sebagai alat promosi wisata.
Pemerintah pusat di Madrid dan Pemerintah Daerah Andalusia menginisiasi program
ini di perhelatan Universal Exposition di Sevilla pada 1992. Program ini tak
hanya menuai dukungan birokrasi, tapi juga korporasi dan kelompok masyarakat.
Sevilla (Ishbiliyah)
Pada era Kerajaan Romawi, Sevilla terkenal sebagai
kota pelabuhan, Hispalis. Terletak di tepi Sungai Guadalquivir, Sevilla
menikmati akses langsung ke Samudra Atlantik. Sevilla sempat dipimpin para
Phoenician dan Carthaginian sebelum menjadi bagian Kerajaan Visigothic.
Pada era kepemimpinan Muslim, Sevilla meraih
masa cemerlang. Sevilla menjadi ibu kota Almoravid dan Almohad Spanyol. Sevilla
bahkan sering bersaing dengan Cordoba sebagai pusat ilmu pengetahuan dan
kemakmuran. Setelah serangan Viking ke sana pada abad kesembilan, kekhalifahan
Umayyah yang saat itu dipimpin Abdul Rahman II membangun pangkalan udara dan
menara-menara pengawas untuk melindungi kekuasaannya. Selama era bermunculannya
taifa, Sevilla bersinar di bawah kepemimpinan al-Mutamid.
Fernando III dari Castile menaklukkan Sevilla
pada 1248. Beberapa legenda menyebut, ia memanjat La Giralda, sebuah menara
masjid dengan tinggi 320 kaki, untuk mengumumkan kemenangannya. Pada abad ke-16
hingga ke-18, warga Spanyol mulai mengangkut perak dari Dunia Baru ke Sevilla.
Sevilla bahkan mendokumentasikan pengaruh Spanyol di Amerika dalam sebuah
dokumen berjudul Archives of the Indias.
Pada 1992, Sevilla menggelar Universal
Exposition. Salah satu hajat besar Spanyol itu mengindikasikan negara itu
sebagai negara demokratis dan modern di Eropa. Sevilla hari ini adalah kota
dengan kekayaaan seni, budaya, sekaligus ibu kota keuangan di selatan Spanyol.
Inilah kota metropolitan keempat di Spanyol dengan populasi mencapai 1,3 juta
jiwa.
Toledo (Tulaytulah)
Terletak 70 kilometer di barat daya Madrid, Toledo
terletak di perbukitan di atas dataran tinggi La Mancha. Tiga sisi kota ini
dikelilingi Sungai Tajo sebagai benteng alam.
Saat era Kerajaan Romawi, Toledo menjadi lokasi
strategis rute dari Emerita (Merida modern di barat daya) menuju Caesar-Augusta
(Zaragoza modern) di timur laut. Toledo sempat menjadi ibu kota Visigothic
sebelum dikuasai Iberia pada 510 hingga akhirnya ditaklukkan Muslim pada 711.
Toledo menjadi basis Gereja Spanyol dari era
Visigothic hingga abad ke-16. Toledo memiliki banyak dewan gereja. Mereka
memperdebatkan doktrin dan aneka hal lainnya. Di sana juga ada dua sinagog
utama yakni Santa Maria La Blanca dan del Transito. Santa Maria yang dibangun
pada abad ke-12 mencirikan konstruksi bergaya Mudejar. Didekorasi dengan elemen
Mudejar seperti ornamen geometris dan flora serta tulisan Arab dan Hebrew, del
Transito merupakan salah satu bangunan peninggalan abad ke-14.
Toledo menjadi kota kunci era Andalusia saat
pengaruh kepemimpinan Islam di bawah kekhalifahan Umayyah sedang kuat di sana.
Ketika Toledo menyerah pascaserangan Kristen di bawah pimpinan Alfonso VI pada
1085 di era kemunculan taifa, kepemimpinan Muslim mendapat sinyal kritis.
Hilangnya Sevilla dan Granada dari tangan kepemimpinan Islam menggoda Amazigh
(Berber) Almoravid dari Afrika Utara untuk bergabung mendukung pasukan Kristen,
hingga akhirnya kedua kota itu berada di bawah kepemimpinan Kristen.
Selama abad ke-13, pempimpin Kristen, Alfonso X,
mendirikan pusat ilmu di Toledo. Di sana, karya-karya ilmuwan dalam bahasa Arab
di bidang matermatika, astronomi, kedokteran, botani, dan bidang-bidang
keilmuan lain diterjemahkan ke Bahasa Latin. Toledo menjadi pusat transmisi
intelektual dari peradaban Islam ke peradaban Eropa. Dari sanalah cikal bakal
Renaissans berasal.
Hari ini, Toledo populer dengan mazapan
(marzipan)-nya, yakni kudapan yang dibuat dari gula, telur, dan kacang almon.
Makanan ini dikenalkan Bangsa Persia ke Andalusia.
Toledo juga dikenal dengan kerajinan logam, terutama
senjata. Produk logam para ahli di sana sangat kental dengan kebudayaan Islam.
Perhiasan dan kerajinan emas serta logam hitam lazim disebut damasquinos/.
Istilah itu merujuk sebuah kota di Suriah, Damaskus. Kekhalifahan Umayyah dari
Damaskus datang ke Andalusia untuk mendirikan kepemimpinan mereka di sana.
Nuansa abad pertengahan sangat terasa di Toledo
dengan jalan-jalan yang tepiannya ditata batu dan aneka kerajinan. Dengan
populasi sekitar 75 ribu orang, UNESCO menetapkan Toledo sebagai salah satu
Situs Warisan Dunia pada 1986.
Kejatuhan Toledo yang berefek dramatis terhadap
kekuatan dan peradaban Islam, tulis Salah Zaimeche dalam makalah berjudul
Toledo pada 2005, memunculkan banyak tanya. Salah satunya soal lemahnya umat
Islam. Banyak puisi di era itu yang menyalahkan kejatuhan Toledo tak hanya
karena kelalaian para pemimpin Islam, tapi juga karena kendurnya ikatan umat
Islam dengan ajarannya.
PENUTUP
Demikianlah sunatullāh telah mempergilirkan kejayaan
setiap bangsa di dunia seperti yang kita tahu dari sejarah sejak dari kejayaan
Babilonia, Mesir, Yunani, Romawi dst. Wallāhu
‘Alam Bish-Shawab, Billāhit Taufiq
wal-Hidayah. □ AFM
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Al-Andalus
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/08/islam-di-spanyol-dan-peninggalannya.html
http://republika.co.id/berita/koran/khazanah-koran/16/10/24/ofjfc23-mozaik-menelusuri-lima-kota-utama-andalusia
dan sumber-sumber lain □□