Monday, November 26, 2018

Sejarah Bangsa Uighur




SEJARAH BANGSA UIGHUR
DIBAWAH KEKUASAAN CHINA


Kata Pengantar

K
omite PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial menyatakan sejumlah laporan yang dapat dipercaya mengindikasikan bahwa Beijing telah “menjadikan daerah otonomi Uighur menjadi sesuatu yang mirip dengan kamp pengasingan besar-besaran.”

Penahanan sekitar satu juta Muslim Uighur di Cina, mengkhawatirkan kata PBB. PBB menyatakan khawatir atas penahanan massal kelompok Muslim Uighur di Cina dan menuntut pembebasan mereka.

Kelompok hak asasi manusia termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch memberikan laporan kepada komite PBB yang mencatat tuduhan penahanan massal pada kamp di mana para tahanan dipaksa melakukan sumpah setia kepada Presiden Cina, Xi Jinping.

‘World Uighur Congress’ (WUC, Kongres Uighur Sedunia) menyatakan dalam laporannya bahwa para tahanan dipenjarakan tanpa dakwaan dan dipaksa meneriakkan slogan Partai Komunis. Mereka juga dilaporkan tidak diberikan makanan yang cukup dan muncul laporan penyiksaan yang meluas. Kebanyakan tahanan tidak pernah didakwa melakukan kejahatan dan tidak pernah menerima bantuan hukum.

Pernyataan terbaru PBB dikeluarkan di tengah terjadinya peningkatan ketegangan menyangkut agama di kawasan lain di Cina. Di wilayah Ningxia barat laut, ratusan Muslim yang berusaha mencegah pengrusakan masjid dan bentrok dengan pemerintah.

Inilah ciri-ciri kesemena-menaan Komunisme jika telah berkuasa. Boleh jadi PKI Indonesia yang bekerja sama dengan RRC (Republik Rakyat China) melalui kudeta G30S/PKI tahun 1965 menang, nasib mayoritas muslim Indonesia – yang telah merintis kemerdekaan dan mengantarkan kepada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan seperti bangsa Uighur.

Untuk itu mari ikuti pembahasan sejarah Bangsa Uighur ini dalam bab-bab: Pendahuluan; Keadaan Bangsa Uighur yang terus memburuk; Sejarah Bangsa Uighur Dibawah Kekuasaan China; Penutup. □ AFM



PENDAHULUAN


Bangsa yang tidak waspada dan peduli dengan Bangsanya, akan dimakan oleh Serigala Bangsa Lain. Menurut sejarah manusia dalam “Hukum Rimba hawa nafsu Hubud Dunya” bangsa Yang Kuat mengalahkan Yang Lemah. Selanjutnya Yang Kalah menjadi Kuat bertarung dengan Yang Menang menjadi Kalah. Begitu seterusnya dan berulang sebagaimana sejarah mencatatkannya, tidak ada damai yang sejati.

Doktrin Nafsu Hubud Dunya akan Mengalah Doktrin ‘Saling Kenal’ Yang Damai, jika Konsep Hidup Ta’aruf tidak diperkenaljuangkan yang terdapat dalam ajaran Islam, QS Al-Hujurāt 49:13. [1] [A. Faisal Marzuki]


U
IGHUR MASA KINI. Otoritas di China melarang kelompok minoritas Muslim Uighur yang berada di propinsi Xinjiang (uraian selanjutnya disebut Xinjiang) mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif Pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya Bangsa Uighur ini? Bangsa Uighur adalah bangsa yang sudah lama (pertama) menduduki Xinjiang yang kini sebagai etnis minoritas di China yang secara kultural lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah, ketimbang mayoritas bangsa Han (pendatang yang didatangkan dari propinsi Cina lainnya). Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis.

KONDISI ALAM PROPINSI XINJIANG. Xinjiang adalah provinsi terbesar di China dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera yang kesohor yang dicatat dalam sejarah dunia. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang.

FAKTOR EKONOMI DAN KULTURAL. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal Uighur. Laporan BBC mengungkap, akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh China. Akibatnya, etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti China di kalangan etnis Uighur.

Untuk menekan Penduduk asli Uighur - etnis Turk di Xinjiang, baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum. Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang “sebagai gejala radikalisme agama”.



KEADAAN BANGSA UIGHUR
YANG TERUS MEMBURUK

H
ubungan antara pemerintah pusat China dan warga muslim etnis Uighur yang berdiam di Provinsi Xinjiang terus memburuk. Insiden paling mutakhir (2018) adalah pemulangan 100 warga Uighur yang kabur menjadi imigran ke Thailand pekan lalu.

Negeri Gajah Putih (Thailand) tidak bersedia memberikan suaka pada warga yang tertindas di China itu, kemudian memulangkan mereka. Hubungan Thailand dengan negara-negara muslim, terutama Turki, memanas.

Channel News Asia melaporkan dua hari lalu kantor kedutaan Thailand di Ibu Kota Ankara, Turki, ditutup karena protes ribuan orang. Kaca jendela kedutaan tersebut pecah akibat dilempar benda keras, kemudian beberapa perlengkapan yang ada di kedutaan dirusak.

Pemerintah China memuji keputusan Thailand memulangkan imigran Uighur tersebut. Negeri Tirai Bambu (China) mengabaikan tekanan internasional yang menuntut etnis Uighur mendapat perlakuan yang lebih laik.

Sebaliknya, Beijing membuat tudingan kemarin (13/7/2018), menyatakan 100 imigran itu sejak awal ingin bergabung dengan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS). “Mereka dalam perjalanan untuk bergabung dengan gerakan jihad,” kata salah satu petinggi pemerintah China seperti dilansir Xinhua. Ada 20 juta penduduk muslim di Negeri Panda (RR-China) itu. Termasuk etnis Hui yang salah satu nenek moyangnya adalah Laksmana Cheng Ho, pemimpin armada muslim Tiongkok ke nusantara beberapa abad lalu.

Namun, dibanding etnis lainnya, warga Uighur dilaporkan menerima tekanan lebih besar dari aparat pemerintah yang berpusat di Beijing. Apa sebabnya?

Kajian yang dilansir Global Voices menunjukkan, kecurigaaan Beijing terhadap etnis Uighur berakar sejak dua abad lalu. Wilayah Xinjiang (dalam bahasa Mandarin artinya ‘daerah kekuasaan baru’) baru tunduk pada ekspedisi militer Dinasti Qin pada 1750. Selama berabad-abad mereka hidup mandiri tanpa tunduk pada kekuasaan manapun. Warga Uighur punya fisik (badannya berkulit putih, tidak seperti kulit China) secara budaya lebih dekat dengan ras Turkistan. Ini sebabnya.

Dukungan warga Turki pada imigran Uighur tempo hari sangat besar. Ketika pecah perang dunia, warga Xinjiang berusaha bergabung dengan Soviet. Upaya itu berakhir, ketika pasukan nasionalis kiriman Beijing akhirnya kembali memaksa warga Uighur bertahan dalam wilayah kedaulatan Republik Rakyat China pada 1949. Sejak itu, cap warga Uighur yang punya kecenderungan ‘memberontak’ selalu disematkan oleh petinggi di Beijing. Kebijakan ekonomi China yang mengutamakan etnis Han memperburuk suasana.

Akibat rasa paranoid pada Uighur yang dianggap ingin melepaskan diri dari RRC, muncul diskriminasi tambahan Human Rights Watch mengatakan lebih dari 10 juta warga Uighur dipersulit untuk membuat paspor. Berbeda dari warga Han yang mudah melenggang ke luar negeri, untuk etnis Uighur, petugas imigrasi mewajibkan mereka menyerahkan puluhan dokumen serta wawancara buat memeriksa ideologi politik mereka.

Komplikasi segala persoalan itu memicu beberapa warga Uighur menyerang balik. Sasaran mereka adalah aparat dari etnis Han. Serangan paling keras terjadi pada Januari 2007. Diperkirakan 18 orang Uighur ditembak mati dengan tuduhan bergabung dengan jaringan teroris internasional.

China menuding pihak asing berada di balik gerakan politik warga Uighur. Organisasi Kongres Uighur Sedunia (WUC) yang berpusat di Jerman, dituding Tiongkok menyebarkan pamflet berisi ajakan menjadi anggota kelompok radikal.

Beberapa waktu lalu, RRC membantah tudingan dunia internasional, termasuk laporan media massa, soal diskriminasi terhadap warga minoritas muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Kabar adanya serangan militer ke beberapa kampung yang dituding sarang teroris, termasuk larangan berpuasa bagi warga Uighur selama bulan Ramadan, dibantah keras oleh birokrat Partai Komunis. Negeri Tirai Bambu (China) menjamin setiap warga bebas menjalankan keyakinannya. “Warga Uighur hidup dan bekerja dalam keadaan damai. Mereka menikmati kebebasan beragama di bawah konstitusi China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying.

Selepas pertemuan dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta (6/7/2018), Duta Besar China untuk Indonesia Xie Feng turut membantah isu yang menyudutkan negaranya. Menurutnya, laporan bahwa muslim Uighur dilarang berpuasa hanyalah propaganda Inggris dan Amerika Serikat. “Kenyataannya jauh berbeda dengan isi berita yang dibuat-buat media barat,” kata Feng.

Juru bicara WUC Dilxat Raxit menyerang pembelaan RRC tersebut. Dia menyatakan punya setumpuk bukti China menindas muslim Uighur secara sistematis bertahun-tahun. Dia pun khawatir, 100 imigran yang tempo hari dipulangkan Thailand akan dieksekusi mati setibanya di Xinjiang. “Semua tudingan bahwa para imigran itu ingin bergabung dengan jaringan teroris adalah dusta. Kami khawatir mereka akan disiksa atau malah dieksekusi,” ungkapnya.


SEJARAH BANGSA UIGHUR
DIBAWAH KEKUASAAN CHINA

K
eberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Bangsa Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di propinsi Cina, Xinjiang. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan Timur.

Menurut sejarah, bangsa Uighur merdeka telah tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun (20 abad, 2 millennial). Tapi Cina mengklaim daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat dipisahkan dari Cina. Orang Uighur percaya, fakta sejarah menunjukkan klaim Cina tidak berdasar dan sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah, untuk kepentingan ekspansi wilayahnya.

Uighuristan merupakan tanah subur 1.500 mil dari Beijing, dengan luas 1.6 juta km2 -- hampir 1/6 wilayah Cina. Dan Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina. Di utara, tanah Uighur berbatasan dengan Kazakstan; Mongolia di timurlaut; Kirghiztan dan Tajikistan di baratlaut; dan dengan Afghanistan-Pakistan di baratdaya.

Keturunan-keturunan klan Turki di Asia Tengah memiliki asal, bahasa, tradisi dan kebudayaan dan agama yang sama. Tahun 1924, rezim bolshevik Rusia, Joseph Stalin, membagi etnis ini menjadi Uighur, Kazakh, Lyrgyz, Ubzek, Turkmen, Bashkir dan Tatar -- dalam konferensi etnik dan pembagian negara di Tashkent, Uzbekistan.

Tahun 1949, 96 persen penduduk Xinjiang adalah klan Turki. Namun, sensus Cina terakhir menyebutkan kini hanya ada 7,2 juta Uighur dari 15 juta warga Xinjiang. Selain itu ada etnis Kazakh (1 juta), Kyrgyz (150 ribu), dan Tatar (5 ribu). Para tokoh Uighur percaya jumlah mereka di sana 15 juta. Selain itu, kini di Xinjiang tinggal juga etnis ras Asia: Han-Cina, Manhcu, Huis, dan Mongol.

Pada awal abad ke-20 etnis bangsa ini mendeklarasikan kemerdekaan mereka dengan nama Turkistan Timur. Namun pada tahun 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan China dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme. Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar enam persen dari total penduduk China. Di tahun 2010, jumlahnya sudah berlipatganda menjadi 40 persen. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas. Sebenarnya, bangsa Uighur bukan etnis muslim terbesar di China, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim China yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil, seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama. Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida, dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.

Di luar Uighuristan diperkirakan ada 5 juta Uighur di Turkistan Barat, kini masuk negara-negara pecahan Uni Soviet: Kazaktstan, Uzbekistan, Turkmenistan dan Tajikistan. Selain itu, 75 ribu Uighur tinggal di Pakistan, Afgahnistan, Saudia Arabia, Turki, Eropa dan Amerika Serikat.

Orang Uighur berbeda ras dengan China-Han. Mereka lebih mirip orang Eropa Kaukasus, sedang Han mirip orang Asia. Bangsa Uighur memiliki sejarah lebih dari 4.000 tahun. Sepanjang itu, mereka telah mengembangkan kebudayan uniknya, sistem masyarakat, dan banyak menyumbang dalam peradaban dunia.

Di awal abad ke-20, melalui ekspedisi keilmuan dan arkelogis di wilayah Jalur Sutra, di Uighuristan ditemukan peninggalan kuno bangsa Uighur berupa candi-candi, reruntuhan biara, lukisan dinding, dan barang-barang lainnya, juga buku dan dokumen.

Penjelajah Eropa, Amerika, bahkan Jepang sangat kagum terhadap kekayaan sejarah di daerah itu. Dan laporan-laporan merekalah yang mengundang kedatangan orang luar ke sana. Saat ini, peninggalan peradaban Uighur banyak tersimpan di museum Berlin, London, Paris, Tokyo, Leningrad, dan Musium Islam di New Delhi, India.

Berabad-abad lalu, Uighur telah menggunakan skrip. Saat bersatu di bawah Kerajaan Uighur-Kok Turk abad ke-6 dan ke-7, mereka menggunakan tulisan Orkhun, yang lalu diadposi menjadi tulisan Uighur. Tulisan ini digunakan hampir 800 tahun, tidak hanya oleh bangsa Uighur tapi juga oleh suku-suku klan Turki lainnya, oleh orang Mongol (saat kekaisaran Genghis Khan), oleh orang Manchu (terutama pada masa awal Manchu mulai menguasai Cina). Setelah memeluk Islam di abad ke-10, Uighur menyerap dan menggunakan alpabet Arab.

Sejak dulu, banyak orang Uighur menjadi pengajar di kekaisaran Cina, menjadi duta besar di Roma, Istambul, Baghdad. Kebanyakan karya sastra awal keberadaan Uighur diterjemahkan ke teks agama Budha dan Manichean. Namun ada juga karya naratif, puisi dan epik yang telah diterjemahkan ke bahasa Jerman, Inggris dan Rusia.

Walau telah memeluk Islam, dominasi kebudayan Uighur asli tetap bertahan di Asia Tengah. Malah dengan masuknya Islam, karya sastra dan ilmu Uighur semakin berkembang. Beberapa karya sastra yang terkenal misalnya ‘Kutatku Bilik’ karya Yusuf Has Najib (1069-1070), ‘Divani Lugarit Turk’ oleh Mahmud Kashari, dan ‘Atabetul Hakayik’ oleh Ahmet Yukneki.

Bangsa Uighur juga dikenal ahli pengobatan. Zaman Dinasti Sung (906-960), seorang ahli obat-obatan Uighur bernama Nanto mengembara ke Cina. Ia membawa berbagai jenis obat yang saat itu belum dikenal di Cina. Bangsa ini pada masa itu itu telah mengenal 103 tumbuan obat -- dicatat dalam buku obat-obatan Cina oleh Shi-zhen Li (1518-1593). Bahkan sebagian ahli barat percaya akupuntur bukan asli milik orang Cina, tapi awalnya dikembangkan Uighur.

Orang Uighur juga memiliki kemampuan arsitektur, musik, seni dan lukisan yang tinggi. Mereka bahkan telah bisa mencetak buku berabad-abad sebelum ditemui oleh Gutenberg. Pada abad pertengahan, karya sasta, teater, musik dan lukisan sastrawan Cina juga sangat dipengaruhi Uighur.

Yen-de Wang, seorang dutabesar Cina (981-984) untuk kerajaan Kharakhoja-Uighur menulis dalam biografinya: ''Saya sangat terkesan dengan tinggi peradaban di kerajaan Uighur. Keindahan candi-candinya, biara, lukisan dinding, patung, menara-menara, kebun, rumah-rumah dan istana-istana di seluruh negeri tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Bangsaa Uighur sangat ahli dalam kerajian emas dan perak, dan tembikar. Orang berkata Tuhan telah mewariskan keahlian-Nya hanya pada bangsa ini.''

Sebelum masuknya Islam, Uighur menganut Shamanian, Budha dan Manicheism. Saat ini, bisa dilacak candi yang dikenal sebagai Ming Oy (Seribu Budha) di Ughuristan. Reruntuhannya ditemui di kota Kucha, Turfan dan Dunhuang, dulunya tempat tinggal orang Kanchou-Uighur.

Orang Uighur memeluk Islam sejak tahun 934, saat pemerintahan Satuk Bughra Khan, pengusaha Kharanid. Saat itu, 300 masjid megah dibangun di kota Kashgar. Islam lalu berkembangan dan menjadi satu-satunya agama orang Uighur di Uighuristan.

Masjid-masjid yang megah karya bangsa Uighur contohnya Azna (dibangun abad ke-12), Idgah (abad ke-15) dan Appak Khoja (abad ke-18). Pada masa kejayaan itu di Kashgar saja telah ada 18 madrasah besar dengan lebih 2.000 siswa baru yang masuk pertahunnya.

Selain agama, di madrasah-madrasah inilah anak Uighur belajar membaca, menulis, logika, aritmatik, geometri, etik, astronomi, tibb (pengobatan), pertanian. Pada abad ke-15 di kota ini telah ada perpustakaan dengan koleksi 200 ratus ribu buku. Orang Uighur juga telah mengenal pertanian semi intensif sejak 200 SM. Pada abat ke-7 pertanian mereka semakin berkembang dengan menaman jagung, gandum, kentang, kacang tanah, anggut, melon dan kapas.

Mereka juga telah mengembangkan sistem irigasi (kariz) untuk mengalirkan air dari sumber yang jauh dari lahan pertanian. Satu sistem irigasi kuno ini masih bisa dilihat di kota Turfan. Boleh dikatakan, kebudayaan Uighur mendominasi Asia Tengah sepanjang 1.000 tahun sebelum bangsa ini ditaklukan penguasa Manchu yang memerintah di Cina.


PENUTUP

B
angsa Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di propinsi China, Xinjiang. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan Timur.

Menurut catatan sejarah, bangsa Uighur merdeka telah tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun. Tapi China mengklaim daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat dipisahkan dari China. Orang Uighur percaya, fakta sejarah menunjukkan klaim China tidak berdasar dan sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah, untuk kepentingan ekspansi wilayahnya.

Xinjiang tempat asal mula Uighur adalah provinsi terbesar di China sekarang dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera yang kesohor yang dicatat dalam sejarah dunia. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Faktor ini yang mendorong China tetap mempertahankan sebagai wilayahnya. Sementara penduduk asli yang muslim yang telah lama berdomisili disana sedang pemerintah China komunis yang kebiasaannya jauh berbeda.  Uighur tetap berkeras mempertahankan budaya dan keyakinan agama Islamnya dengan teguh, maka ditekanlah bangsa Uighur ini dengan berbagai cara termasuk dengan cara kekerasan yang menimbulkan protes dari PBB kepada China. Seperti yang telah dipaparkan diatas.

Demikianlah keadaan bangsa Uighur - berjaya dulunya kemudian jatuh - yang menyedihkan sebagai salah satu bangsa/suku di dunia diantaranya juga Rohinga di Burma dan mayoritas penduduk muslim di Palestina.

Boleh jadi PKI (Partai Komunis Indonesia) yang bekerja sama dengan RRC (Republik Rakyat China) melalui kudeta G30S/PKI tahun 1965 menang. Maka nasib mayoritas muslim Indonesia asli (pribumi) yang telah berjuang keras sampai titik darah penghabisan yang menggelimangi tanah tumpah darah dalam merintis kemerdekaan dan mengantarkan kepada Proklamasi Kerdekaan Indonesia akan bernasib sama, seperti bangsa Uighur ini. Waspadalah! Mari selalu belajar dari catatan sejarah. Allahu ‘alam bish-Shawab. Billāhit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Catatan Kaki:
[1] Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling KENAL MENGENAL (TA’ARUF). [QS Al Hujurāt 49:13].

Kata kunci dalam bersosial kemasyarakatan dalam ajaran Islam berada pada kata Ta’aruf (kenal mengenal). Maka pemaknaan Ta’aruf ini seterusnya berkelanjutan kepada Tafahum, Ta’awun, dan Itsar yang makna masing-masing adalah:

1) Ta’aruf, yaitu saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang sejarah dan pendidikan, budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita, serta problem-problem hidup yang di alami suku dan bangsa tersebut baik dalam pengertian seorang atau kelompok orang pada umumnya.

2) Tafahum, yaitu saling memaklumi kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat di hindari. Kemudian dicari kesamaan-kesamaan titik temu. Kalau ada perbedaan yang tidak dapat dipersatukan, dimaklumi saja, asalkan tidak menyalahi ajaran pokok Islam sebenarnya.

3) Ta’awun, yaitu tolong menolong adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri sebagai makhluk sosial. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja selalu membutuhkan pihak lain. Pekerjaan tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu (adanya gotong royong dan teamwork) adalah suatu keharusan dalam hidup manusia yang ada secara naluriah dalam hati yang bersih. Mestinya tidak ada keraguannya.

Untuk itu perlu Allah Subhana wa Ta’ala mengingatkan manusia yang mungkin hatinya telah lalai - sehingga ragu dalam menyadarinya, dengan berfirman-Nya mempertegas sebagai berikut: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Maidah  5:2].

Ta’awun dalam artian semangat teamwork dalam bekerja, yaitu tolong menolong dimana yang kuat menolong yang lemah dan yang memiliki kelebihan menolong orang yang kekurangan. Nah kalau ada saja pandangan atau paradigma yang menjadi ideologi masing-masing individu seperti tersebut, maka harapan hidup tanpa konflik yang yang serius akan dapat dihindari.

4) Itsar, artinya adalah mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri. Maknanya diambil dari surat ke-59, Al-Hasyir, ayat 9 yang kisahnya terjadi dalam menghadapi para pendatang dari Makkah yang berimigrasi ke Madinah (karena tekanan Musyrikin Makkah terpaksa menyingkir ke Madinah) yang tidak banyak membawa perbekalan dan tidak mempunyai tempat tinggal. Dengan itu penduduk Madinah memberi kemudahan dan pertolongannya.

Dalam pengertian praktisnya, yaitu saling tolong menolong dan saling kerjasama. Tidak bertengkar dan tidak memusuhi, melainkan peduli (caring each other). □□


Sumber:
Merdeka.com
BBC News Indonesia
Independent.co.uk
Republika.co.id
international.kompas.com □□□