SEJARAH BANGSA UIGHUR
DIBAWAH KEKUASAAN CHINA
Kata Pengantar
K
|
omite PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial
menyatakan sejumlah laporan yang dapat dipercaya mengindikasikan bahwa Beijing
telah “menjadikan daerah otonomi Uighur menjadi sesuatu yang mirip dengan kamp
pengasingan besar-besaran.”
Penahanan sekitar satu juta Muslim Uighur di
Cina, mengkhawatirkan kata PBB. PBB menyatakan khawatir atas penahanan
massal kelompok Muslim Uighur di Cina dan menuntut pembebasan mereka.
Kelompok hak asasi manusia termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch memberikan laporan
kepada komite PBB yang mencatat tuduhan penahanan massal pada kamp di mana para
tahanan dipaksa melakukan sumpah setia kepada Presiden Cina, Xi Jinping.
‘World Uighur Congress’ (WUC, Kongres
Uighur Sedunia) menyatakan dalam laporannya bahwa para tahanan dipenjarakan
tanpa dakwaan dan dipaksa meneriakkan slogan Partai Komunis. Mereka juga
dilaporkan tidak diberikan makanan yang cukup dan muncul laporan penyiksaan
yang meluas. Kebanyakan tahanan tidak pernah didakwa melakukan kejahatan dan
tidak pernah menerima bantuan hukum.
Pernyataan terbaru PBB dikeluarkan di
tengah terjadinya peningkatan ketegangan menyangkut agama di kawasan lain di
Cina. Di wilayah Ningxia barat laut, ratusan Muslim yang berusaha mencegah
pengrusakan masjid dan bentrok dengan pemerintah.
Inilah ciri-ciri kesemena-menaan Komunisme
jika telah berkuasa. Boleh jadi PKI Indonesia yang bekerja sama dengan RRC
(Republik Rakyat China) melalui kudeta G30S/PKI tahun 1965 menang, nasib
mayoritas muslim Indonesia – yang telah merintis kemerdekaan dan mengantarkan
kepada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan seperti bangsa Uighur.
Untuk itu mari ikuti pembahasan sejarah
Bangsa Uighur ini dalam bab-bab: Pendahuluan; Keadaan Bangsa Uighur yang terus
memburuk; Sejarah Bangsa Uighur Dibawah Kekuasaan China; Penutup. □ AFM
PENDAHULUAN
Bangsa
yang tidak waspada dan peduli dengan Bangsanya, akan dimakan oleh Serigala
Bangsa Lain. Menurut sejarah manusia dalam “Hukum Rimba hawa nafsu Hubud Dunya”
bangsa Yang Kuat mengalahkan Yang Lemah. Selanjutnya Yang Kalah menjadi Kuat
bertarung dengan Yang Menang menjadi Kalah. Begitu seterusnya dan berulang
sebagaimana sejarah mencatatkannya, tidak ada damai yang sejati.
Doktrin
Nafsu Hubud Dunya akan Mengalah Doktrin ‘Saling Kenal’ Yang Damai, jika Konsep
Hidup Ta’aruf tidak diperkenaljuangkan yang terdapat dalam ajaran Islam, QS
Al-Hujurāt 49:13. [1] [A. Faisal Marzuki]
U
|
IGHUR MASA KINI. Otoritas di China melarang
kelompok minoritas Muslim Uighur yang berada di propinsi Xinjiang (uraian
selanjutnya disebut Xinjiang) mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan
baru tersebut menambah sederet tindakan represif Pemerintah Beijing terhadap
etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya Bangsa Uighur ini? Bangsa Uighur adalah
bangsa yang sudah lama (pertama) menduduki Xinjiang yang kini sebagai etnis
minoritas di China yang secara kultural lebih dekat terhadap bangsa Turk di
Asia Tengah, ketimbang mayoritas bangsa Han (pendatang yang didatangkan dari
propinsi Cina lainnya). Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang
tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis.
KONDISI ALAM PROPINSI XINJIANG. Xinjiang
adalah provinsi terbesar di China dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga.
Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur
sutera yang kesohor yang dicatat dalam sejarah dunia. Sejak beberapa tahun dana
investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang.
FAKTOR EKONOMI DAN KULTURAL. Namun kemakmuran
tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal Uighur.
Laporan BBC mengungkap, akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han
bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang
turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh China. Akibatnya, etnis Han
secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan.
Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti China di kalangan etnis Uighur.
Untuk menekan Penduduk asli Uighur - etnis Turk
di Xinjiang, baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga
muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki
masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah
pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau
pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang “sebagai gejala
radikalisme agama”.
KEADAAN BANGSA UIGHUR
YANG TERUS MEMBURUK
H
|
ubungan antara
pemerintah pusat China dan warga muslim etnis Uighur yang berdiam di Provinsi
Xinjiang terus memburuk. Insiden paling mutakhir (2018) adalah pemulangan 100
warga Uighur yang kabur menjadi imigran ke Thailand pekan lalu.
Negeri Gajah
Putih (Thailand) tidak bersedia memberikan suaka pada warga yang tertindas di
China itu, kemudian memulangkan mereka. Hubungan Thailand dengan negara-negara
muslim, terutama Turki, memanas.
Channel News
Asia melaporkan dua hari lalu kantor kedutaan Thailand di Ibu Kota Ankara,
Turki, ditutup karena protes ribuan orang. Kaca jendela kedutaan tersebut pecah
akibat dilempar benda keras, kemudian beberapa perlengkapan yang ada di
kedutaan dirusak.
Pemerintah China
memuji keputusan Thailand memulangkan imigran Uighur tersebut. Negeri Tirai
Bambu (China) mengabaikan tekanan internasional yang menuntut etnis Uighur
mendapat perlakuan yang lebih laik.
Sebaliknya,
Beijing membuat tudingan kemarin (13/7/2018), menyatakan 100 imigran itu sejak
awal ingin bergabung dengan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS). “Mereka dalam
perjalanan untuk bergabung dengan gerakan jihad,” kata salah satu petinggi
pemerintah China seperti dilansir Xinhua. Ada 20 juta penduduk muslim di Negeri
Panda (RR-China) itu. Termasuk etnis Hui yang salah satu nenek moyangnya adalah
Laksmana Cheng Ho, pemimpin armada muslim Tiongkok ke nusantara beberapa abad
lalu.
Namun, dibanding
etnis lainnya, warga Uighur dilaporkan menerima tekanan lebih besar dari aparat
pemerintah yang berpusat di Beijing. Apa sebabnya?
Kajian yang
dilansir Global Voices menunjukkan, kecurigaaan Beijing terhadap etnis Uighur
berakar sejak dua abad lalu. Wilayah Xinjiang (dalam bahasa Mandarin artinya ‘daerah
kekuasaan baru’) baru tunduk pada ekspedisi militer Dinasti Qin pada 1750.
Selama berabad-abad mereka hidup mandiri tanpa tunduk pada kekuasaan manapun. Warga
Uighur punya fisik (badannya berkulit putih, tidak seperti kulit China) secara
budaya lebih dekat dengan ras Turkistan. Ini sebabnya.
Dukungan warga Turki pada imigran Uighur tempo
hari sangat besar. Ketika pecah perang dunia, warga Xinjiang berusaha bergabung
dengan Soviet. Upaya itu berakhir, ketika pasukan nasionalis kiriman Beijing
akhirnya kembali memaksa warga Uighur bertahan dalam wilayah kedaulatan
Republik Rakyat China pada 1949. Sejak itu, cap warga Uighur yang punya
kecenderungan ‘memberontak’ selalu disematkan oleh petinggi di Beijing.
Kebijakan ekonomi China yang mengutamakan etnis Han memperburuk suasana.
Akibat rasa paranoid pada Uighur yang dianggap
ingin melepaskan diri dari RRC, muncul diskriminasi tambahan Human Rights Watch
mengatakan lebih dari 10 juta warga Uighur dipersulit untuk membuat paspor.
Berbeda dari warga Han yang mudah melenggang ke luar negeri, untuk etnis
Uighur, petugas imigrasi mewajibkan mereka menyerahkan puluhan dokumen serta
wawancara buat memeriksa ideologi politik mereka.
Komplikasi segala persoalan itu memicu beberapa
warga Uighur menyerang balik. Sasaran mereka adalah aparat dari etnis Han.
Serangan paling keras terjadi pada Januari 2007. Diperkirakan 18 orang Uighur
ditembak mati dengan tuduhan bergabung dengan jaringan teroris internasional.
China menuding pihak asing berada di balik
gerakan politik warga Uighur. Organisasi Kongres Uighur Sedunia (WUC) yang
berpusat di Jerman, dituding Tiongkok menyebarkan pamflet berisi ajakan menjadi
anggota kelompok radikal.
Beberapa waktu lalu, RRC membantah tudingan
dunia internasional, termasuk laporan media massa, soal diskriminasi terhadap
warga minoritas muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Kabar adanya serangan
militer ke beberapa kampung yang dituding sarang teroris, termasuk larangan
berpuasa bagi warga Uighur selama bulan Ramadan, dibantah keras oleh birokrat
Partai Komunis. Negeri Tirai Bambu (China) menjamin setiap warga bebas
menjalankan keyakinannya. “Warga Uighur hidup dan bekerja dalam keadaan damai.
Mereka menikmati kebebasan beragama di bawah konstitusi China,” kata juru
bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying.
Selepas pertemuan dengan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta (6/7/2018), Duta Besar China untuk Indonesia
Xie Feng turut membantah isu yang menyudutkan negaranya. Menurutnya, laporan
bahwa muslim Uighur dilarang berpuasa hanyalah propaganda Inggris dan Amerika
Serikat. “Kenyataannya jauh berbeda dengan isi berita yang dibuat-buat media
barat,” kata Feng.
Juru bicara WUC Dilxat Raxit menyerang pembelaan
RRC tersebut. Dia menyatakan punya setumpuk bukti China menindas muslim Uighur
secara sistematis bertahun-tahun. Dia pun khawatir, 100 imigran yang tempo hari
dipulangkan Thailand akan dieksekusi mati setibanya di Xinjiang. “Semua
tudingan bahwa para imigran itu ingin bergabung dengan jaringan teroris adalah
dusta. Kami khawatir mereka akan disiksa atau malah dieksekusi,” ungkapnya.
SEJARAH BANGSA UIGHUR
DIBAWAH KEKUASAAN CHINA
K
|
eberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh
sejarah sejak berabad-abad silam. Bangsa Uighur adalah
keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di propinsi Cina,
Xinjiang. Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau
Turkestan Timur.
Menurut sejarah, bangsa Uighur merdeka telah
tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun (20 abad, 2 millennial). Tapi
Cina mengklaim daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat
dipisahkan dari Cina. Orang Uighur percaya, fakta sejarah menunjukkan klaim
Cina tidak berdasar dan sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah, untuk
kepentingan ekspansi wilayahnya.
Uighuristan merupakan tanah subur 1.500 mil dari
Beijing, dengan luas 1.6 juta km2 -- hampir 1/6 wilayah Cina. Dan Xinjiang
adalah provinsi terbesar di Cina. Di utara, tanah Uighur berbatasan dengan
Kazakstan; Mongolia di timurlaut; Kirghiztan dan Tajikistan di baratlaut; dan
dengan Afghanistan-Pakistan di baratdaya.
Keturunan-keturunan klan Turki di Asia Tengah
memiliki asal, bahasa, tradisi dan kebudayaan dan agama yang sama. Tahun 1924,
rezim bolshevik Rusia, Joseph Stalin, membagi etnis ini menjadi Uighur, Kazakh,
Lyrgyz, Ubzek, Turkmen, Bashkir dan Tatar -- dalam konferensi etnik dan
pembagian negara di Tashkent, Uzbekistan.
Tahun 1949, 96 persen penduduk Xinjiang adalah
klan Turki. Namun, sensus Cina terakhir menyebutkan kini hanya ada 7,2 juta
Uighur dari 15 juta warga Xinjiang. Selain itu ada etnis Kazakh (1 juta),
Kyrgyz (150 ribu), dan Tatar (5 ribu). Para tokoh Uighur percaya jumlah mereka
di sana 15 juta. Selain itu, kini di Xinjiang tinggal juga etnis ras Asia:
Han-Cina, Manhcu, Huis, dan Mongol.
Pada awal abad ke-20 etnis bangsa ini
mendeklarasikan kemerdekaan mereka dengan nama Turkistan Timur. Namun pada
tahun 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing.
Sejak saat itu hubungan China dengan etnis minoritasnya itu diwarnai
kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme. Salah satu
cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi
massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya
berkisar enam persen dari total penduduk China. Di tahun 2010, jumlahnya sudah
berlipatganda menjadi 40 persen. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas. Sebenarnya, bangsa
Uighur bukan etnis muslim terbesar di China, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan
Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan
linguistik. Di antara etnis muslim China yang lain, bangsa Hui juga merupakan
yang paling banyak menikmati kebebasan sipil, seperti membangun mesjid atau
mendapat dana negara buat membangun sekolah agama. Salah satu kelompok yang
paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan
Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang
dituding bertalian erat dengan Al-Qaida, dan bertanggungjawab atas serangkaian
serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Di luar Uighuristan diperkirakan ada 5 juta
Uighur di Turkistan Barat, kini masuk negara-negara pecahan Uni Soviet:
Kazaktstan, Uzbekistan, Turkmenistan dan Tajikistan. Selain itu, 75 ribu Uighur
tinggal di Pakistan, Afgahnistan, Saudia Arabia, Turki, Eropa dan Amerika
Serikat.
Orang Uighur berbeda ras dengan China-Han.
Mereka lebih mirip orang Eropa Kaukasus, sedang Han mirip orang Asia. Bangsa
Uighur memiliki sejarah lebih dari 4.000 tahun. Sepanjang itu, mereka telah
mengembangkan kebudayan uniknya, sistem masyarakat, dan banyak menyumbang dalam
peradaban dunia.
Di awal abad ke-20, melalui ekspedisi keilmuan
dan arkelogis di wilayah Jalur Sutra, di Uighuristan ditemukan peninggalan kuno
bangsa Uighur berupa candi-candi, reruntuhan biara, lukisan dinding, dan
barang-barang lainnya, juga buku dan dokumen.
Penjelajah Eropa, Amerika, bahkan Jepang sangat
kagum terhadap kekayaan sejarah di daerah itu. Dan laporan-laporan merekalah
yang mengundang kedatangan orang luar ke sana. Saat ini, peninggalan peradaban
Uighur banyak tersimpan di museum Berlin, London, Paris, Tokyo, Leningrad, dan
Musium Islam di New Delhi, India.
Berabad-abad lalu, Uighur telah menggunakan
skrip. Saat bersatu di bawah Kerajaan Uighur-Kok Turk abad ke-6 dan ke-7,
mereka menggunakan tulisan Orkhun, yang lalu diadposi menjadi tulisan Uighur. Tulisan
ini digunakan hampir 800 tahun, tidak hanya oleh bangsa Uighur tapi juga oleh
suku-suku klan Turki lainnya, oleh orang Mongol (saat kekaisaran Genghis Khan),
oleh orang Manchu (terutama pada masa awal Manchu mulai menguasai Cina).
Setelah memeluk Islam di abad ke-10, Uighur menyerap dan menggunakan alpabet
Arab.
Sejak dulu, banyak orang Uighur menjadi pengajar
di kekaisaran Cina, menjadi duta besar di Roma, Istambul, Baghdad. Kebanyakan
karya sastra awal keberadaan Uighur diterjemahkan ke teks agama Budha dan
Manichean. Namun ada juga karya naratif, puisi dan epik yang telah
diterjemahkan ke bahasa Jerman, Inggris dan Rusia.
Walau telah memeluk Islam, dominasi kebudayan
Uighur asli tetap bertahan di Asia Tengah. Malah dengan masuknya Islam, karya
sastra dan ilmu Uighur semakin berkembang. Beberapa karya sastra yang terkenal
misalnya ‘Kutatku Bilik’ karya Yusuf
Has Najib (1069-1070), ‘Divani Lugarit
Turk’ oleh Mahmud Kashari, dan ‘Atabetul
Hakayik’ oleh Ahmet Yukneki.
Bangsa Uighur juga dikenal ahli pengobatan.
Zaman Dinasti Sung (906-960), seorang ahli obat-obatan Uighur bernama Nanto
mengembara ke Cina. Ia membawa berbagai jenis obat yang saat itu belum dikenal
di Cina. Bangsa ini pada masa itu itu telah mengenal 103 tumbuan obat --
dicatat dalam buku obat-obatan Cina oleh Shi-zhen Li (1518-1593). Bahkan
sebagian ahli barat percaya akupuntur bukan asli milik orang Cina, tapi awalnya
dikembangkan Uighur.
Orang Uighur juga memiliki kemampuan arsitektur,
musik, seni dan lukisan yang tinggi. Mereka bahkan telah bisa mencetak buku
berabad-abad sebelum ditemui oleh Gutenberg. Pada abad pertengahan, karya
sasta, teater, musik dan lukisan sastrawan Cina juga sangat dipengaruhi Uighur.
Yen-de Wang, seorang dutabesar Cina (981-984)
untuk kerajaan Kharakhoja-Uighur menulis dalam biografinya: ''Saya sangat
terkesan dengan tinggi peradaban di kerajaan Uighur. Keindahan candi-candinya,
biara, lukisan dinding, patung, menara-menara, kebun, rumah-rumah dan
istana-istana di seluruh negeri tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Bangsaa
Uighur sangat ahli dalam kerajian emas dan perak, dan tembikar. Orang berkata
Tuhan telah mewariskan keahlian-Nya hanya pada bangsa ini.''
Sebelum masuknya Islam, Uighur menganut
Shamanian, Budha dan Manicheism. Saat ini, bisa dilacak candi yang dikenal
sebagai Ming Oy (Seribu Budha) di Ughuristan. Reruntuhannya ditemui di kota
Kucha, Turfan dan Dunhuang, dulunya tempat tinggal orang Kanchou-Uighur.
Orang Uighur memeluk Islam sejak tahun 934, saat
pemerintahan Satuk Bughra Khan, pengusaha Kharanid. Saat itu, 300 masjid megah
dibangun di kota Kashgar. Islam lalu berkembangan dan menjadi satu-satunya
agama orang Uighur di Uighuristan.
Masjid-masjid yang megah karya bangsa Uighur
contohnya Azna (dibangun abad ke-12), Idgah (abad ke-15) dan Appak Khoja (abad
ke-18). Pada masa kejayaan itu di Kashgar saja telah ada 18 madrasah besar
dengan lebih 2.000 siswa baru yang masuk pertahunnya.
Selain agama, di madrasah-madrasah inilah anak
Uighur belajar membaca, menulis, logika, aritmatik, geometri, etik, astronomi,
tibb (pengobatan), pertanian. Pada abad ke-15 di kota ini telah ada
perpustakaan dengan koleksi 200 ratus ribu buku. Orang Uighur juga telah
mengenal pertanian semi intensif sejak 200 SM. Pada abat ke-7 pertanian mereka
semakin berkembang dengan menaman jagung, gandum, kentang, kacang tanah,
anggut, melon dan kapas.
Mereka juga telah mengembangkan sistem irigasi (kariz) untuk mengalirkan air dari sumber
yang jauh dari lahan pertanian. Satu sistem irigasi kuno ini masih bisa dilihat
di kota Turfan. Boleh dikatakan, kebudayaan Uighur mendominasi Asia Tengah
sepanjang 1.000 tahun sebelum bangsa ini ditaklukan penguasa Manchu yang
memerintah di Cina.
PENUTUP
B
|
angsa Uighur adalah keturunan
klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di propinsi China, Xinjiang.
Namun, sejarah etnis Uighur menyebut daerahnya itu Uighuristan atau Turkestan
Timur.
Menurut catatan sejarah, bangsa Uighur merdeka
telah tinggal di Uighuristan lebih dari 2.000 tahun. Tapi China mengklaim
daerah itu warisan sejarahnya, dan oleh karenanya tak dapat dipisahkan dari China.
Orang Uighur percaya, fakta sejarah menunjukkan klaim China tidak berdasar dan
sengaja menginterpretasikan sejarah secara salah, untuk kepentingan ekspansi
wilayahnya.
Xinjiang tempat asal mula Uighur adalah provinsi
terbesar di China sekarang dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak
heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera yang
kesohor yang dicatat dalam sejarah dunia. Sejak beberapa tahun dana investasi
bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Faktor ini yang mendorong
China tetap mempertahankan sebagai wilayahnya. Sementara penduduk asli yang
muslim yang telah lama berdomisili disana sedang pemerintah China komunis yang
kebiasaannya jauh berbeda. Uighur tetap berkeras
mempertahankan budaya dan keyakinan agama Islamnya dengan teguh, maka
ditekanlah bangsa Uighur ini dengan berbagai cara termasuk dengan cara kekerasan
yang menimbulkan protes dari PBB kepada China. Seperti yang telah dipaparkan
diatas.
Demikianlah keadaan bangsa Uighur - berjaya
dulunya kemudian jatuh - yang menyedihkan sebagai salah satu bangsa/suku di
dunia diantaranya juga Rohinga di Burma dan mayoritas penduduk muslim di
Palestina.
Boleh jadi PKI (Partai Komunis Indonesia)
yang bekerja sama dengan RRC (Republik Rakyat China) melalui kudeta G30S/PKI
tahun 1965 menang. Maka nasib mayoritas muslim Indonesia asli (pribumi) yang
telah berjuang keras sampai titik darah penghabisan yang menggelimangi tanah
tumpah darah dalam merintis kemerdekaan dan mengantarkan kepada Proklamasi
Kerdekaan Indonesia akan bernasib sama, seperti bangsa Uighur ini. Waspadalah! Mari
selalu belajar dari catatan sejarah. Allahu
‘alam bish-Shawab. Billāhit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Catatan Kaki:
[1] Wahai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling KENAL MENGENAL
(TA’ARUF). [QS Al Hujurāt 49:13].
Kata kunci dalam bersosial
kemasyarakatan dalam ajaran Islam berada pada kata Ta’aruf (kenal mengenal). Maka pemaknaan Ta’aruf ini seterusnya berkelanjutan
kepada Tafahum, Ta’awun, dan Itsar
yang makna masing-masing adalah:
1) Ta’aruf,
yaitu saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata
ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang sejarah dan
pendidikan, budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita, serta
problem-problem hidup yang di alami suku dan bangsa tersebut baik dalam
pengertian seorang atau kelompok orang pada umumnya.
2) Tafahum,
yaitu saling memaklumi kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan
masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat di hindari.
Kemudian dicari kesamaan-kesamaan titik temu. Kalau ada perbedaan yang tidak
dapat dipersatukan, dimaklumi saja, asalkan tidak menyalahi ajaran pokok Islam
sebenarnya.
3) Ta’awun,
yaitu tolong menolong adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat
dipungkiri sebagai makhluk sosial. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan
atau apa saja selalu membutuhkan pihak lain. Pekerjaan tidak akan dapat
dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan
tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu
(adanya gotong royong dan teamwork) adalah suatu keharusan dalam hidup
manusia yang ada secara naluriah dalam hati yang bersih. Mestinya tidak ada
keraguannya.
Untuk itu perlu Allah Subhana wa
Ta’ala mengingatkan manusia yang mungkin hatinya telah lalai - sehingga
ragu dalam menyadarinya, dengan berfirman-Nya mempertegas sebagai berikut: “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Maidah 5:2].
Ta’awun dalam
artian semangat teamwork dalam bekerja, yaitu tolong menolong dimana
yang kuat menolong yang lemah dan yang memiliki kelebihan menolong orang yang
kekurangan. Nah kalau ada saja pandangan atau paradigma yang menjadi ideologi
masing-masing individu seperti tersebut, maka harapan hidup tanpa konflik yang
yang serius akan dapat dihindari.
4) Itsar,
artinya adalah mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan
sendiri. Maknanya diambil dari surat ke-59, Al-Hasyir, ayat 9 yang kisahnya
terjadi dalam menghadapi para pendatang dari Makkah yang berimigrasi ke Madinah
(karena tekanan Musyrikin Makkah terpaksa menyingkir ke Madinah) yang tidak
banyak membawa perbekalan dan tidak mempunyai tempat tinggal. Dengan itu
penduduk Madinah memberi kemudahan dan pertolongannya.
Dalam pengertian praktisnya, yaitu
saling tolong menolong dan saling kerjasama. Tidak bertengkar dan tidak
memusuhi, melainkan peduli (caring each other). □□
Sumber:
Merdeka.com
BBC News Indonesia
Independent.co.uk
Republika.co.id
international.kompas.com □□□